Jakarta-Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, jumlah kelas menengah di Indonesia menurun menjadi 48,27 juta orang (2023) dari semula 57,33 juta orang (2019). Sementara itu, wacana pemerintah mengubah skema subsidi tarif KRL Jabodetabek dengan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 2025, hal ini tentunya akan menambah beban ekonomi semakin berat terhadap masyarakat kelas menengah.
NERACA
Fenomena penurunan jumlah penduduk kelas menengah didorong imbas dampak pandemi Covid-19 sejak 2020. Namun, BPS tidak mengungkapkan jumlah penduduk kelas menengah pada 2020 lalu akibat anomali pandemi Covid-19. "Kalau tahun 2020 agak anomalikan dia, pada saat pandemi Covid-19. Datanya ada tapi tidak kami tampilkan," ujar Amalia di Kantor Pusat BPS, Jumat (30/8).
Pada 2021, jumlah penduduk kelas menengah merosot signifikan menjadi 53,83 juta atau setara 19,82 proporsi penduduk. Amalia menuturkan, penurunan kelas menengah ini masih disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19. "Jadi, ini sudah kami prediksi akibat pandemi Covid-19 menimbulkan scarring effect," ujarnya.
Fenomena penurunan jumlah kelas menengah ini kembali berlanjut pada 2022. BPS mencatat, jumlah penduduk kelas menengah turun menjadi 49,51 juta dari tahun sebelumnya atau setara 18,06 persen penduduk. Kemudian pada 2023 jumlah penduduk kelas menengah kembali menurun menjadi 48,27 juta jiwa. BPS mengonfirmasi jumlah penduduk kelas menengah itu setara 17,44 persen dari jumlah penduduk. Adapun tahun ini jumlah penduduk kelas menengah juga kembali turun menjadi 47,85 juta jiwa. Jumlah penduduk kelas menengah tersebut setara 17,13 persen jumlah penduduk.
Amalia menuturkan, kategori penduduk kelas menengah mengacu pada penduduk yang memiliki pengeluarannya berkisar 3,5 - 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia. Angka ini sekitar pengeluaran Rp 2.040.262 - Rp 9.909.844 per kapita per bulan pada 2024.
Sebelumnya, BPS mengklasifikasikan masyarakat kelompok kelas menengah terbaru. Klasifikasi ini berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2024yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). "Jadi, klasifikasi kelas menengah kita sudah sesuai dengan standar internasional World Bank," kata Amalia dalam press conference Menjaga Daya Beli Kelas Menengah Sebagai Fondasi Perekonomian Indonesia di Kantor Pusat BPS, akhir pekan lalu.
Amalia melanjutkan, rata-rata pengeluaran kelas menengah pada tahun 2024 sebesar Rp3,35 juta per kapita per bulan pada 2024. Angka ini naik 142 persen dibandingkan tahun 2019 yang sebesar Rp2,36 juta per kapita per bulan. "Jadi kalau rata-rata pengeluaran kelompok menengah dibandingkan sebelum pandemi covid itu meningkat," tutur dia.
Dia menyebut, mayoritas pengeluaran kelompok kelas menengah untuk sektor makanan. Disusul sektor perumahan dan barang jasa lainnya. "Jadi, mayoritas pengeluaran kelompok kelas menengah itu untuk sektor makanan," ujarnya.
Di sisi lain, BPS mencatat terdapat penurunan jumlah kelas menengah. Pada 2019 mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari proporsi penduduk.
Menekan Kelas Menengah
Meski Presiden Jokowi belum mengetahui wacana pemerintah mengubah skema subsidi tarif KRL Jabodetabek dengan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 2025. Rencana ini dinilai bakal semakin mengganggu eksistensi penduduk kelas menengah yang jumlahnya konsisten turun dalam 5 tahun terakhir.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai beban pemerintah yang semakin berat otomatis akan membuat kelompok kelas menengah semakin tertatih-tatih.
"Saya kira kalau beban kelas menengah semakin banyak, misalnya ada PPN, pungutan-pungutan lainnya misalnya transportasi publik semakin besar, maka berat. Kelas menengah ada di situ, pakai KRL dia," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com, Sabtu (31/8).
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk kelas menengah konsisten mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024, proporsi kelas menengah tahun ini sebanyak 47,85 juta orang atau sekitar 17,13 persen.
Angka itu merosot tajam dibandingkan data per 2019, kelompok kelas menengah sebesar 57,33 juta orang atau sekitar 21,45 persen dari total jumlah penduduk. Kelompok menengah juga terbebani tingkat pengeluaran yang semakin tinggi, dari sebelumnya Rp 1,488-7,229 juta per kapita per bulan (2019) menjadi Rp 2,040,262-9,919,844 per kapita per bulan (2024).
"Karena itu memang, kalau mereka ingin cepat (naik), mereka harus dibantu untuk mengurangi beban-beban biaya. Misalnya pendidikan, kesehatan, transportasi publik, itu penting. Karena kelas menengah itu tumbuhnya besar banget," imbuh Tauhid.
Tauhid mengatakan, jika proporsi kelompok kelas menengah terus turun, otomatis potensi untuk pertumbuhan ekonomi juga semakin berat. Lantaran, konsumsi kelas menengah jadi salah satu penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sehingga kalau kelas menengah drop, biasanya daya beli secara umum penduduk juga ikut drop. Karena beda, kalau kelas bawah dia survival. Dia walaupun konsumsi ada, ya segitu-segitu. Tapi kalau kas menengah itu sangat penting," ungkapnya.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi nasional saat ini masih terkurung di kisaran 5 persen lantaran proporsi kelas menengahnya turun. Namun jika mereka konsumsinya bagus, maka bakal mendukung pertumbuhan ekonomi jauh di atas 5 persen. "Kalau ekonomi kita lebih tinggi, kelas menengahnya harus jauh lebih besar. Tapi bukan dari yang atas turun, tapi yang dari bawah naik," tegas Tauhid.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa masyarakat kelas menengah adalah pilar utama penggerak ekonomi Indonesia. Kelas menengah menjadi tumpuan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Airlangga mengatakan, karakteristik masyarakat kelas menengah sangat terkait dengan pola konsumsi yang dominan. Kelas menengah memiliki pengeluaran terbesar umumnya berasal dari sektor makanan, diikuti oleh perumahan, kesehatan, pendidikan, dan hiburan.
Saat ini sekitar 17,13 persen penduduk Indonesia tergolong dalam kelas menengah, sementara hampir 50 persen lainnya termasuk dalam kategori aspiring middle class atau kelompok masyarakat yang berhasil naik kelas, namun masih rentan miskin.
Dia mengakui angka ini mengalami penurunan sejak sebelum pandemi COVID-19, yang berdampak negatif pada ekonomi kelas menengah. "Kelas menengah adalah motor utama penggerak ekonomi dan kelas menengah kita ini sekitar 17,13 persen dan aspiring middle class itu juga ada mendekati 50 persen dan tentunya pada waktu sebelum Covid-19 angkanya lebih tinggi," Airlangga dalam acara dialog ekonomi di Jakarta, pekan lalu.
Perumahan, menurut Airlangga, menjadi prioritas kedua setelah makanan dan minuman dalam pengeluaran kelas menengah, menjadikannya sektor yang sangat penting.
Kelas menengah juga memainkan peran strategis dalam mendukung perekonomian melalui kewirausahaan dan penciptaan lapangan kerja. "Dan tentu investasi menjadi penting, investasi yang positif dan ini tentu akan membuat perubahan sosial terutama untuk mencapai Indonesia emas di 2045," jelas dia.
Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan kelas menengah melalui berbagai program, termasuk perlindungan sosial, insentif pajak, kartu bekerja, jaminan kehilangan pekerjaan, serta kredit usaha rakyat. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…
Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…
NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…
NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…
Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…
NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…