Jakarta-Bank Indonesia (BI) menegaskan, terjadinya deflasi selama tiga bulan terakhir bukan tanda ada resesi. Melainkan, deflasi yang dialami Indonesia dalam kurun waktu tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi pada komponen harga pangan bergejolak. Diketahui, resesi dapat terjadi lantaran disebabkan oleh beberapa hal di antaranya guncangan ekonomi mendadak, perubahan ekonomi, inflasi tinggi, pengelolaan utang yang tidak sehat, gelembung aset, dan tingkat deflasi yang signifikan.
NERACA
Menurut Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juli Budi Winantya, meskipun komponen volatile food terkoreksi di bawah 5 persen, padahal sebelumnya mencapai 9 persen. Namun, inflasi inti tetap stabil lantaran ekspektasi yang terjaga dan kapasitas ekonomi yang mencukupi.
"Kalau terkait daya beli segala macam itu dikaitkan dengan inflasi inti. Tapi dalam press conference kemarin inflasi inti kalau kami lihatnya dari ekspektasi yang terjaga, dari kapasitas perekonomian yang masih cukup dan dari imported inflation yang terkendali,” kata Juli, Senin (26/8).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, menyebutkan deflasi biasanya dipengaruhi oleh koreksi komponen harga pangan bergejolak. Bahkan beberapa waktu lalu inflasi harga pangan yang tinggi telah menyebabkan kekhawatiran terhadap masyarakat terkait ketahanan pangan dalam negeri.
Oleh karena itu, baik inflasi harga pangan maupun deflasi juga menjadi perhatian Bank Indonesia untuk menjaga dinamika perekonomian dan inflasi dalam negeri tetap stabil.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya deflasi 0,08 persen pada Juni 2024 jika dihitung secara bulanan, atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 106,28 pada Juni 2024. Deflasi Juni 2024 lebih dalam dibandingkan Mei 2024, dan merupakan deflasi kedua pada 2024. Kemudian, pada Juli 2024 juga terjadi deflasi secara bulanan dari Juni 2024 ke Juli 2024.
Besaran deflasi tercatat sebesar 0,18 persen di Juli 2024. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan deflasi ini diakibatkan oleh penurunan indeks harga konsumen dari bulan sebelumnya. "Pada Juli 2024 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024," ujarnya saat jumpa pers, belum lama ini.
Sebelumnya, BPS mencatat adanya deflasi secara bulanan dari Juni 2024 ke Juli 2024. Besaran deflasi tercatat sebesar 0,18 persen di Juli 2024. Menurut Amalia, deflasi ini diakibatkan oleh penurunan indeks harga konsumen dari bulan sebelumnya. "Pada Juli 2024 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024," ujarnya.
Dia juga mencatat, angka deflasi ini lebih dalam ketimbang deflasi pada Mei dan Juni 2024 lalu. Ini menjadikan deflasi ketiga selama 2024 ini. "Deflasi bulan Juli 2024 ini lebih dalam dibandingkan Juni 2024 dan merupakan deflasi ketiga pada 2024," ungkapnya.
Sementara itu, jika dilihat secara tahunan, Juli 2024 ini mengalami inflasi 2,13 persen dari Juli 2023 lalu. "Sementara itu secaya year on year terjadi inflasi 2,13 persen dan secara tahun kalender year to date terjadi inflasi sebesar 0,89 persen," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.
Adapun kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,97 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,28 persen.
Namun, dicatatkan juga ada komoditas yang memberikan andil inflasi secara bulanan. Antara lain cabai rawit dan beras dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,04 persen. "Emas perhiasan, kopi bubuk, kentang, sigaret kretek mesin dan sigaret krekek tangan dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen. Catatan lainnya adalah kelompok pendidikan juga memberikan andil inflasi terbesar yaitu 0,04 persen atau mengalami inflasi sebesar 0,69 persen," Amalia menambahkan.
BPS juga mencatat sebanyak 32 provinsi di Indonesia mengalami deflasi pada Juli 2024. Catatan deflasi terdalam terjadi di Sumatera Barat dengan deflasi 1,07 persen.
Plt Kepala BPS, Amalia menuturkan, 32 provinsi dari 38 provinsi di Indonesia mengalami deflasi. Sementara itu, 6 provinsi lainnya mengalami inflasi pada Juli 2024 ini. "Sebanyak 32 dari 38 provinsi Indonesia mengalami deflasi sedangkan 6 lainnya mengalami inflasi," ujarnya.
Adapun, 6 provinsi yang mengalami inflasi antara lain Papua Barat Daya dengan angka 0,25 persen, Papua Barat dengan 0,13 persen, Papua Tengah dengan 0,12 persen. Lalu, Bali dengan 0,10 persen, Jawa Barat dengan 0,06 persen, dan Jawa Timur dengan 0,04 persen. "Deflasi terdalam sebesar 1,07 persen terjadi di Sumatera Barat. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Papua Barat Daya sebesar 0,25 persen," ucap Amalia.
Jika dilihat dari sebaran wilayahnya, di Pulau Sumatera deflasi terdalam dialami Sumatera Barat dengan 1,07 persen, sementara deflasi terendah terjadi di Aceh dengan 0,11 persen. Lalu, di Pulau Jawa, deflasi terdalam dialami Provinsi Banten dengan 0,24 persen dan inflasi tertinggi di Jawa Barat dengan 0,06 persen.
Kawasan Bali-Nusa Tenggara mencatatkan deflasi terdalam di Nusa Tenggara Barat sebesar 0,35 persen dan inflasi tertinggi di Bali dengan 0,10 persen.
Kalimantan mencatatkan deflasi terendah di Kalimantan Utara dengan 0,01 persen dan deflasi terdalam di Kalimantan Tengah 0,68 persen. Di Sulawesi, tercatat deflasi terendah di Sulawesi Utara dengan 0,11 persen dan deflasi terdalam di Gorontalo dengan 0,95 persen. Serta, Maluku-Papua mencatatkan inflasi tertinggi di Papua Barat Daya dengan 0,25 persen dan deflasi terdalam di Papua Selatan dengan 0,92 persen.
Simyal The Fed
Pada bagian lain, Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa pihaknya menyambut baik sinyal pemangkasan suku bunga yang dikeluarkan oleh The Fed. Penasihat ekonomi IMF, Pierre-Olivier Gourinchas menilai, rencana The Fed sejalan dengan saran badan keuangan internasional itu yang mengutamakan pengendalian inflasi.
"Apa yang disampaikan oleh (ketua The Fed Jerome) Powell hari ini sangat sejalan dengan apa yang telah kami anjurkan," kata Gourinchas di sela-sela konferensi ekonomi The Fed di Kansas City, dikutip dari US News, Minggu (24/8).
"Inflasi telah membaik dan pasar tenaga kerja telah menunjukkan tanda-tanda mereda. Jika pasar tenaga kerja tidak lagi berkontribusi terhadap tekanan inflasi, maka Anda mungkin dapat sedikit mengurangi permintaan agregat yang mereda dan membawa (suku bunga kebijakan) kembali mendekati netral," jelas dia.
Namun Gourinchas juga mengingatkan, AS tidak boleh berpuas diri bahwa inflasi telah teratasi, mengingat biaya di sektor jasa masih meningkat dan The Fed harus mengkalibrasi kecepatan. "Masih ada beberapa risiko kenaikan inflasi," ujarnya.
Namun, jelas juga bahwa pasar kerja AS sedang mendingin, kata Gourinchas, meskipun dari posisi yang kuat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "Saya tidak berpikir kita berada dalam situasi di mana resesi sudah di depan mata di AS," kata Gourinchas, seraya menambahkan bahwa kemungkinan soft landing telah meningkat.
The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 5,25% hingga 5,5% selama lebih dari setahun, tingkat yang menurut para pembuat kebijakan dapat mengekang aktivitas ekonomi.
Dalam pidato utama hari Jumat (23/8), Powell mengatakan bahwa dengan inflasi hanya setengah poin di atas target The Fed sebesar 2% dan tingkat pengangguran meningkat, sudah tiba saatnya bagi kebijakan untuk disesuaikan. Pernyataan tersebut memperkuat ekspektasi untuk penurunan suku bunga awal pada pertemuan The Fed 17-18 September mendatang. bari/mohar/fba
Jakarta-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyoroti kenaikan tarif pungutan ekspor produk minyak sawit mentah ( crude palm oil-CPO).…
NERACA Jakarta – Hukum dan investasi merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya ternyata saling mempengaruhi satu sama lain. Hal…
NERACA Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperkuat ketahanan pangan nasional dengan mengedepankan optimalisasi lahan sebagai strategi utama…
Jakarta-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyoroti kenaikan tarif pungutan ekspor produk minyak sawit mentah ( crude palm oil-CPO).…
NERACA Jakarta – Hukum dan investasi merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya ternyata saling mempengaruhi satu sama lain. Hal…
NERACA Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperkuat ketahanan pangan nasional dengan mengedepankan optimalisasi lahan sebagai strategi utama…