NERACA
Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggunakan otoritas yang dimiliki untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri. Kebijakan pengamanan perdagangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara K. Hasibuan menyatakan komitmen serius menyelamatkan industri di dalam negeri yang terlihat dalam lima tahun terakhir (2019—2023) dari banyaknya penyelidikan dan pengenaan instrumen trade remedies tersebut untuk berbagai produk impor.
“Dalam lima tahun terakhir, Kemendag telah secara maksimal melindungi industri dalam negeri. Hal ini terlihat dari banyaknya penyelidikan yang sedang berjalan untuk produk-produk impor serta pengenaan BMAD maupun BMTP yang telah ditetapkan,” kata Bara.
Bara menjelaskan, penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri. “Produk-produk tersebut di antaranya pakaian dan aksesori pakaian, kain, tirai, karpet, benang stapel, filamen benang (yarn), ubin keramik, evaporator kulkas dan pembeku (freezer), baja, kertas, lysine, pelapis keramik, dan plastik kemasan,” ungkap Bara.
BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Perbedaan mendasar antara tindakan antidumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya. Dalam mengenakan kedua instrumen tersebut pun terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
“Hal utama yang harus ada yaitu industri dalam negeri mengalami kerugian atau ancaman kerugian. Selain itu, harus ada hubungan sebab akibat antara kedua persyaratan tersebut,” kata Bara.
Negara yang pernah Indonesia selidiki dan kenakan BMAD maupun BMTP antara lain India, Republik Korea, Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Kazhakstan, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hongkong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Taiwan, Bangladesh, dan Mesir.
Tindakan antidumping bertujuan untuk mengatasi produk impor curang atau unfair trade, sehingga produk dalam negeri dapat bersaing secara sehat dengan produk impor. Antidumping dikenakan kepada perusahaan eksportir/produsen yang berpraktik dumping atau menjual produk ke Indonesia dengan harga lebih rendah dibanding harga jual di negara asal.
Jika kerugian atau ancaman kerugian diakibatkan praktik dumping, maka dikenakan tindakan antidumping yaitu BMAD. Indonesia termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan antidumping.
Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sejak 1996 Indonesia tercatat telah melakukan 154 kali penyelidikan antidumping yang dihitung berdasarkan penyelidikan per produk per negara. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 di dunia dan posisi ke-1 di ASEAN sebagai negara yang paling banyak melakukan penyelidikan antidumping. Untuk dapat mengenakan BMAD, penyelidikan harus dilakukan terlebih dahulu oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan antidumping maksimal 12 bulan dan dapat diperpanjang untuk enam bulan.
Saat ini, KADI sedang menyelidiki impor, antara lain, produk benang filamen sintetik, ubin keramik, film nilon, hot rolled coil, hot rolled plate, dan polietilen tereptalat (PET). Sementara itu, produk yang sedang dikenakan BMAD adalah polyester staple fiberdan spin drawn yarn.
Sementara itu, tindakan pengamanan perdagangan dikenakan kepada negara yang impornya ke Indonesia melonjak tajam. Jika kerugian atau ancaman kerugian diakibatkan lonjakan impor, maka akan dikenakan tindakan pengamanan perdagangan atau BMTP.
Indonesia juga termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan tindakan pengamanan. Berdasarkan data WTO, lima besar negara yang aktif memanfaatkan tindakan pengamanan sejak menjadi anggota WTO adalah Indonesia (28 produk), India (24 produk), Turki (20 produk), Filipina (10 produk), dan Yordania (9 produk).
Terkait BMAD, pemerintah Australia mencabut bea masuk antidumping (BMAD) terhadap impor kertas A4 asal Indonesia melalui keputusan yang dikeluarkan pada 26 Februari 2024. Keputusan pencabutan BMAD impor kertas A4 asal Indonesia tersebut merupakan hasil rekomendasi penyelidikan Revocation Review oleh Komisi Anti-Dumping Australia yang diinisiasi pada 5 Mei 2023.
“Pemerintah Indonesia berhasil meyakinkan Pemerintah Australia bahwa pengenaan BMAD terhadap produk kertas A4 impor sudah tidak relevan berdasarkan ketentuan Article VI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 dan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lainnya yaitu Anti-Dumping Agreement,” ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Budi Santoso.
NERACA Jakarta - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa hilirisasi sektor pertanian akan menjadi fokus utama pemerintah dalam meningkatkan…
NERACA Padang – Luasnya perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat (Sumbar) maka Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini Pemerintah Provinsi…
NERACA Osaka – Indonesia merupakan produsen sarang burung walet terbesar di dunia. Dengan lebih dari 90 persen produksi global berasal…
NERACA Jakarta - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa hilirisasi sektor pertanian akan menjadi fokus utama pemerintah dalam meningkatkan…
NERACA Padang – Luasnya perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat (Sumbar) maka Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini Pemerintah Provinsi…
NERACA Osaka – Indonesia merupakan produsen sarang burung walet terbesar di dunia. Dengan lebih dari 90 persen produksi global berasal…