NERACA
Bali – Diversifikasi konsumsi pangan sumber karbohidrat merupakan salah satu upaya untuk menjaga keamanan pangan dalam negeri. Produk pangan lokal dinilai merupakan salah satu pilihan yang tepat karena memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan cuaca. Salah satu komoditas pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan adalah sagu.
Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika mengungkapkan, “pohon sagu dapat tetap tumbuh meskipun saat banjir ataupun pada saat masa kekeringan karena kemarau panjang, sehingga pohon sagu tidak terdampak fenomena alam seperti La Nina dan El Nino.”
Lebih lanjut Putu mengakui bahwa sagu berpotensi dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional karena Indonesia memiliki lahan sagu yang diperkirakan mencapai 5,5 juta hektar.
“Luasnya lahan sagu tersebut dapat menjadi cadangan pangan sumber karbohidrat yang besar untuk dalam negeri maupun dunia, meskipun demikian pengolahan sagu dalam negeri belum secara masif dilakukan,” lanjut Putu.
Atas dasar itulah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan hilirisasi sagu di dalam negeri melalui dukungan peningkatan produksi pati sagu dan diversifikasi produk olahan pati sagu.
Pada tahun 2023, Kemenperin bekerja sama dengan beberapa industri besar produsen pati sagu untuk meningkatkan utilisasi produksinya. “Utilisasi produksi industri pati sagu nasional saat ini masih sangat rendah yaitu di bawah 30%. Hal ini sebagai dampak dari keterbatasan industri untuk memperoleh bahan baku empulur sagu,” terang Sagu.
Empulur sagu memiliki sifat yang mudah rusak karena cepat teroksidasi, sehingga industri tidak dapat memperoleh bahan baku empulur sagu dari lokasi yang jauh. Pemerintah bekerja sama dengan industri pati sagu untuk mengembangkan model bisnis industri pati sagu dengan menggunakan sagu basah produksi UMKM sebagai bahan baku industri pati sagu.
Pemanfaatan sagu basah UMKM ini dapat memperlambat proses oksidasi sehingga jangkauan bahan baku industri pati sagu semakin luas serta dapat memberikan nilai tambah pada petani sagu.
Selain pengembangan model bisnis sagu, Kemenperin juga mendukung diversifikasi produk olahan pati sagu. Pati sagu saat ini sebagian besar banyak dikenal sebagai bahan untuk membuat papeda, namun saat ini sudah mulai tumbuh industri pengolahan sagu menjadi produk yang modern seperti mi instan dan beras analog.
“Produk pangan olahan ini berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras,” kata Putu.
Dalam Pameran Produk Dalam Negeri yang merupakan salah satu agenda Business Matching Pembelian Produk Dalam Negeri 2024, terdapat dua perusahaan industri pengolahan sagu yang diundang untuk berpartisipasi, yaitu PT. Galih Sagu Pangan dan PT. Langit Bumi Lestari.
PT. Galih Sagu Pangan menampilkan produk Sagu Mama Papua, yang merupakan nasi sagu siap saji. Perusahaan juga memproduksi beras sagu dengan butiran yang cocok menjadi pengganti nasi dari padi. Produk tersebut memiliki keunggulan seperti indeks glikemik rendah, bebas gula, bebas gluten, serta rendah natrium. Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) beras sagu produksi PT. Galih Sagu Pangan mencapai 80%.
Sedangkan PT. Langit Bumi Lestari yang berasal dari Bangka, Provinsi Bangka Belitung, memproduksi beberapa produk makanan berbahan baku sagu, di antaranya Sago Mee, Pati Sagu Golden Sago, serta pati tapioka. Sago Mee disebut sebagai produk mi instan bebas gluten pertama yang terbuat dari sagu. Adapun nilai TKDN produk mi instan sagu ini mencapai 40%.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin pun mengungkapkan, “selama ini, hilirisasi telah memiliki dampak ekonomi yang sangat besar karena banyak rantai pasok yang terlibat. Hal ini sesuai yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi), bahwa Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, karena dapat memberikan nilai tambah dan mensejahterakan rakyat.”
Salah satu komoditas unggulan dalam negeri yang sedang dipacu nilai tambahnya, yakni tanaman sagu yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Dalam proses mendorong hilirisasi ini, Kemenperin bersama dengan pemerintah daerah memaksimalkan potensi asli daerah tersebut melalui pengembangan Sentra IKM (industri kecil menengah) Sagu dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Sentra IKM Sagu Kepulauan Meranti telah empat kali mendapatkan alokasi DAK bagi pengembangan Sentra IKM Sagu sejak tahun 2016 hingga 2021 dengan total alokasi dana sebesar Rp41,9 miliar,” ungkap Reni.
Reni mengemukakan, penggunaan anggaran DAK di Sentra IKM Sagu Kepulauan Meranti meliputi pembangunan gedung promosi sentra, gedung produksi, mesin produksi tepung sagu, hingga pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan instalasi pengolahan air gambut (IPAG). “Kami melihat bahwa produksi tepung sagu kering dapat memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi ekosistem pelaku IKM pangan seperti produsen mie sagu, kue kering, kerupuk, hingga berbagai jenis produk turunan pangan lainnya,” ungkap Reni.
Serapan Beras Bulog Bulan April Capai 1,3 Juta Ton Jakarta – Capaian mengejutkan terjadi dalam pengadaan beras nasional. Sepanjang bulan…
Pemerintah Komitmen Wujudkan Swasembada Energi Jakarta – Pemerintah senantiasa berkomitmen mewujudkan swasembada energi nasional yang berkelanjutan sebagaimana ditekankan oleh Presiden…
Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memperkuat peran Indonesia dalam ekosistem industri halal…
Serapan Beras Bulog Bulan April Capai 1,3 Juta Ton Jakarta – Capaian mengejutkan terjadi dalam pengadaan beras nasional. Sepanjang bulan…
Pemerintah Komitmen Wujudkan Swasembada Energi Jakarta – Pemerintah senantiasa berkomitmen mewujudkan swasembada energi nasional yang berkelanjutan sebagaimana ditekankan oleh Presiden…
Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memperkuat peran Indonesia dalam ekosistem industri halal…