PT Freeport Diminta Gunakan Energi Bersih

NERACA

Papua – Dalam kunjungannya mendampingi Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk mulai menggunakan energi bersih dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan. Hal ini sebagai bentuk adaptasi terhadap tren masyarakat dunia yang bergeser ke arah energi bersih. Permintaan Menteri ini disampaikan langsung kepada Presiden Direktur PTFI Tony Wenas.

"Sekarang negara-negara dunia sudah mulai mengangkat isu carbon mechanism cross border. Jadi kalau barang-barang yang cross border itu basic industrinya mempunyai carbon content yang tinggi, maka akan dikenakan pajak. Singapura sudah mulai dengan USD5 dan diperkirakan tax-nya di tahun 2050 itu sebesar USD50," kata Arifin.

Kebijakan negara - negara tersebut, sambung Arifin, harus segera diantisipasi perusahaan-perusahaan di Indonesia khsusunya PTFI agar tidak dirugikan dengan pengenaan pajak tinggi terhadap produk yang dihasilkan karena memiliki konten karbon tinggi dari produknya.

"Makanya saya bilang ke Tony (Presiden Direktur PTFI) energi yang dipakai untuk mendukung ini (pertambangan di PTFI) harus segera dipikirkan untuk menggunakan energi bersih," sambung Arifin.

Lebih lanjut Arifin mengatakan, sumber-sumber energi bersih sangat banyak tersedia di Indonesia, misalnya energi bayu (angin) yang potensi mencapai 500 gigawatt (GW) dan menjadi modal untuk dapat diutilisasi.

"Potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia sangat besar, misalnya saja untuk energi angin menurut survai perusahaan dari negara lain mengatakan potensinya hingga mencapai 500 GW terutama yang berada di ketinggian 140 meter, kalau memang yang dibawah-bawah itu kecil seperti pantai pangandaran merauke itu kecil," kata Arifin.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menyambut baik permintaan Menteri ESDM untuk mulai menggunakan energi bersih yang rendah emisi dalam kegiatan pertambangannya.

"PTFI berkomitmen untuk mengurangi intensitas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30% di tahun 2030. Pada tahun 2021, pengurangan emisi GRK pada kegiatan operasi kami mencapai 22% (dibandingkan 2018). Sebagian besar dikarenakan transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah, dimana kami menggunakan sistem kereta listrik otomatis bawah tanah," ujar Tony.

Tony menambahkan, PTFI juga saat ini sedang mengembangkan PLTMG atau pembangkit listrik bahan bakar minyak dan gas. PLTMG tersebut akan memiliki kapasitas 168MW, dan diharapkan beroperasi tahun depan.

Selanjutnya Tony mengatakan, logam tembaga merupakan produk masa depan karena 65% produk tembaga dunia digunakan sebagai penghantar listrik dan sekarang ini negara-negara berlomba lomba menggunakan pembangkit energi bersih sehinnga akan membutuhkan tembaga lebih banyak lagi.

"Sebagai contoh mobil listrik membutuhkan tembaga empat kali lebih banyak daripada mobil biasa karena lebih banyak cabling system kemudian baterainya yang mengandung tembaga. Kemudian PLT Bayu ini membutuhkan kira-kira setiap megawatt itu membutuhkan sekitar 1,5 ton tembaga dan untuk PLT Surya juga itu membutuhkan 5,5 ton tembaga," jelas Tony.

Lebih lanjut terkait dengan energi bersih, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengupayakan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihasilkan oleh sektor industri. Saat ini, sektor industri berkontribusi sekitar 15-20% dari total emisi GRK nasional. Untuk itu, Kemenperin fokus menjalankan strategi dekarbonisasi di sektor industri dengan merangkul para stakeholder terkait.

Bila dilihat dari sumber emisinya, 60% berasal dari penggunaan energi, sedangkan 25% emisi dari limbah industri, dan 15% berasal dari Industrial Process and Product Use (IPPU). “Salah satu langkah untuk mempercepat target Net Zero Emissions (NZE) adalah dengan meminimalkan komponen limbah industri dan IPPU di industri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Sementara itu, emisi yang dominan berasal dari penggunaan energi akan terus ditekan jumlahnya dengan meningkatkan sinergi dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lain, serta stakeholder yang berperan penting dalam penyediaan sumber energi yang bersih.

Agus memberikan perbandingan, berdasarkan studi Polestar dan Rivian tahun 2021 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik yang dilaporkan pada Polestar and Rivian Pathway Report (2023), selama siklus hidupnya, emisi yang dihasilkan kendaraan listrik lebih rendah, yaitu 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e), dibandingkan kendaraan listrik hybrid (HEV) sebesar 47 tCO2e, dan kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) yang mencapai 55 tCO2e. Life Cycle Emissions menunjukan jumlah total gas rumah kaca dan partikel yang dikeluarkan selama siklus hidup kendaraan mulai dari produksi hingga penggunaan dan pembuangan (disposal).

Tingginya Life Cycle Emissions kendaraan konvensional dan kendaraan listrik hybrid terutama berasal dari faktor emisi gas buang saat pemakaian (tailpipe emissions), masing-masing sebesar 32 tCO2e (57%) dan 24 tCO2e (51%). Sedangkan, pada kendaraan listrik, faktor produksi energi listrik menjadi faktor utama penghasil emisi, yaitu 26 tCO2e (66.7%). 

 

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pusat Bersama Pemda Perkuat Sentra IKM Olahan Hortikultura

NERACA Jakarta – Pemerintah terus berupaya mewujudkan arah kebijakan hilirisasi industri berbasis potensi komoditas dari sumber daya alam di berbagai…

Industri Rendang Semakin Nendang

NERACA Jakarta – Rendang adalah salah satu jenis produk olahan makanan yang populer di Indonesia bahkan hingga dunia. Industri penghasil rendang memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan sehingga dapat…

Utilisasi Industri Elektronik Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Menanggapi pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Panasonic Holdings, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri…

BERITA LAINNYA DI Industri

Pemerintah Pusat Bersama Pemda Perkuat Sentra IKM Olahan Hortikultura

NERACA Jakarta – Pemerintah terus berupaya mewujudkan arah kebijakan hilirisasi industri berbasis potensi komoditas dari sumber daya alam di berbagai…

Industri Rendang Semakin Nendang

NERACA Jakarta – Rendang adalah salah satu jenis produk olahan makanan yang populer di Indonesia bahkan hingga dunia. Industri penghasil rendang memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan sehingga dapat…

Utilisasi Industri Elektronik Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Menanggapi pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Panasonic Holdings, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri…