NERACA
Jakarta - Sehubungan dengan munculnya wacana dari pihak tertentu untuk mengizinkan tindakan intervensi terhadap kemerdekaan redaksi menentukan dan menyiarkan berita serta upaya membolehkan pelarangan siaran langsung dan penghentian terhadap siaran pers nasional, Dewan Kehormatan PWI Pusat dalam keterangan tertulis yang ditandatangani Ilham Bintang (Ketua) dan Wina Armada (Sekretaris), Minggu (10/12), perlu mengingatkan dan menegaskan hal-hal sebagai berikut:
(1) Sesuai dengan pasal 4 ayat 2 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran. Penjelasan pasal 4 ayat 2 UU Pers itu menerangkan, penyensoran, pembredelan atau pelarangan siaran tidak berlaku pada media cetak dan elektronik. Hal ini sejalan dengan pengertian pers dalam UU Pers dan isi Pasal 42 UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), wartawan penyiaran dalam melaksankan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Oleh karena itu Dewan Kehormatan PWI Pusat mengingatkan, perlindungan dan jaminan terhadap kemerdekaan pers, tidak hanya ditujukan kepada pers cetak saja, melainkan juga semua jenis pers yang memenuhi persyaratan, termasuk pers elektronik, televisi, radio dan siber.
(2) Dalam pertimbangan UU Pers dengan terang benderang ditandaskan, pers nasional harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan pihak manapun. Dewan Kehormatan PWI Pusat berpendapat, permintaan untuk tidak menyiarkan sesuatu dengan ancaman, secara terselubung atau pun terang-terangan, tindakan pembredelan dan pelarangan serta penghentian siaran terhadap karya jurnalistik, merupakan bagian dari penyensoran dan menghalang-halangi tugas pers. Tindakan itu jelas dilarang oleh UU Pers dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
(3) Kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dijamin dalam pasal 4 UU Pers beserta penjelasannya, sehingga apapun dalihnya, pers harus bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
(4) Bagi Dewan Kehormatan PWI Pusat kemerdekaan pers merupakan salah satu indikator demokrasi suatu bangsa. Oleh karena itu kemerdekaan pers di Indonesia yang lahir dari rahim reformasi dan terangkum dalam UU Pers harus dihormati dan ditegakkan oleh semua pihak. Dewan Kehormatan PWI Pusat meminta kepada semua pihak agar segera mengakhiri wacana untuk membatasi kemerdekaan pers, seperti penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran dalam bentuk apapun.
Dewan Kehormatan juga mengecam pihak-pihak yang bersikap anti kemerdekaan pers dengan mencoba membatasi pers meliput dan menyiarkan secara merdeka sesuai dengan hati nurani masing-masing pers. (Mohar/fba)
NERACA Jakarta - Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) mendorong adanya perubahan dalam model kemitraan ojek online (ojol) dari yang diterapkan saat…
NERACA Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dan lokal…
NERACA Jakarta - Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) resmi masuk tahap lanjutan setelah…
NERACA Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam salah satu pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa penyelenggaraan yang berdekatan antara pemilu nasional dan…
NERACA Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas dengan mengutip pesan Presiden Prabowo Subianto…
NERACA Jakarta - Ombudsman mendorong perbaikan sistem dan sumber daya manusia (SDM) layanan imigrasi seiring dengan sejumlah temuan penting terkait…