Dalam menjalankan bisnisnya, PT Pertamina (Persero) tidak hanya sekedar mencari untung semata tetapi berkomitmen mewujudkan bisnis berkelanjutan. Apalagi, hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk menekan emisi karbon atau net zero emission 2050. Oleh karena itu, penerapan environmental, social, and governance (ESG) menjadi salah satu tuntutan dari investor untuk menyalurkan pendanaan terhadap industri. Tuntutan ini dilihat dari seberapa besar risiko yang dihasilkan industri tersebut.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, penerapan ESG pada dasarnya tidak hanya untuk kepentingan investor saja, tetapi juga para pemangku kepentingan, pegiat komunitas, dan para perancang kebijakan. Dimana penerapan prinsip ESG sendiri akan meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan, perancang kebijakan dan masyarakat.
Apalagi, konsep investasi hijau dan berkelanjutan dengan menerapkan ESG tidak hanya untuk mengejar keuntungan semata, melainkan juga memperhatikan segi kebermanfaatan perusahaan bagi lingkungan, masyarakat, dan pemerintah. "Ini yang dapat membuat nilai perusahaan naik secara signifikan dalam jangka panjang. Dan Pertamina mampu dalam membuktikan konsep investasi hijau dan berkelanjutan ini," tandasnya.
Dirinya juga menambahkan, implementasi ESG di Indonesia sudah mulai tampak, namun belum secara optimal diberlakukan,"Perusahaan migas memang sudah fokus ke penerapan ESG ini termasuk Pertamina dan makin meningkat keseriusannya mendukung ekonomi keberlanjutan ini," ujarnya.
Menurutnya, penerapan ESG pada sektor migas memang perlu lebih digencarkan karena ekplorasi pascatambang migas rentan dengan kerusakan lingkungan. Salah satu manfaat sosial yang dapat diambil jika ESG diterapkan di antaranya bagaimana perusahaan menjaga hubungan dengan komunitas dan masyarakat setempat.
Jika hubungan ini sudah di implementasikan, maka dapat mengangkat perekonomian sekitar dengan memerhatikan kesehatan hingga pendidikan. Bahkan dapat meningkatkan performa finansial perusahaan. Sisi lingkungan ESG turut membahas mengenai penggunaan energi sebuah perusahaan, limbah, polusi, konservasi sumber daya alam, dan perilaku terhadap flora dan fauna.
Dengan menempatkan kriteria lingkungan dalam manajemen risiko perusahaan, tentunya akan meminimalisir risiko pascapenambangan. Mamit menilai, dengan kondisi lingkungan yang baik dan mendukung, maka sebuah perusahaan pun akan mendapatkan keberlanjutan dalam operasi bisnisnya. Namun dengan catatan, manfaat tersebut bisa diperoleh jika tata kelola juga terus digencarkan, karena sebuah perusahaan sangat tergantung dengan aktivitas manajemen dan pemilik perusahaan.
Hal senada juga disampaikan Jalal, Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP), di industri migas penerapan ESG terbukti menguntungkan, maka ESG disambut dengan baik. Bahkan, jika dikelola dengan baik, pengelolaan risiko sangat menonjol. “Ke depan, lansekap energi bisa diurus dengan baik, perusahaan migas sangat cenderung pada ESG,” katanya
Dia menyebutkan, sangat penting untuk semua perusaaan migas mempunyai kesadaran transisi energi yang adil, selain transisi energi juga untuk melindungi pekerja dan masyarakat. Hal ini menjadi tugas besar bagi petinggi perusahaan karena peran ESG ada di manajemen puncak. “Jangan berpuas kalau ada peringkat ESG yang tinggi karena seperti fenomena gunung es, dibawahnya masih banyak yang harus diperbaiki,” jelasnya.
Sementara Kepala Balai Besar Pengujian Migas LEMIGAS, Ariana Soemanto menegaskan, ESG untuk perusahaan dapat mendukung tujuan global. Khusus bagi perusahaan, ESG memberikan benefit internal atau eksternal. Saat ini ESG tidak wajib, namun akan positif jika diterapkan oleh badan usaha, termasuk perusahaan migas karena akan membuat perubahan besar untuk mewujudkan Indonesia yang berkelanjutan.“Keuntungan bagi badan usaha atau perusahaan yang menerapkan ESG adalah lebih mudah untuk mendapatkan pendanaan, syarat IPO, membuat reputasi yang baik di dunia internasional, engage dengan stakeholders lebih bagus, nilai saham bisa meningkat dan comply dengan kebijakan Pemerintah,” paparnya.
Komitmen Pertamina
Bagus Agung Rahadiansyah, Senior Vice President Corporate Finance PT Pertamina (Persero)mengatakan, perseroan sebagai badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi memiliki komitmen besar dan menempatkan ESG sebagai bagian penting dalam merancang rencana bisnis. ESG lahir dari kesadaran perusahaan akan pentingnya bisnis yang berkelanjutan. “Keberlangsungan entitas tidak hanya ditentukan oleh finansial, ada faktor di luar finansial, yaitu ESG,” ujarnya.
Menurut Bagus, ESG akan menentukan keberlangsungan entitas tersebut. Bukan hanya saat ini untung, tapi 30 tahun kemudian entitas tersebut bubar. Keberlanjutan seolah-olah hanya erat kaitannya dengan lingkungan, padahal ada ESG. ESG inilah yang menjadi peta jalan (roadmap) membentuk sustainability PT Pertamina (Persero). Implementasi ESG di Pertamina sudah dilihat publik dari ekosistem. Tiga faktor ini menjadi tolak ukur, apakah perusahaan ini bisa berlanjut atau tidak. ESG juga mengukur keberlanjutan profit generation.“Dari sisi governance apakah perusahaan mau terus menerus melakukan perbaikan terhadap tata kelolanya, sehingga membuat governance selalu dimodifikasi menjadi nilai bagi perusahaan,” katanya.
Bagus mengatakan, saat ini investor dan perbankan sangat peduli dengan ESG karena tidak mau diasosiasikan dengan perusahaan yang abai terhadap tiga faktor itu, yakni ESG. Karena itu, ESG di Pertamina merupakan komitmen untuk mencapai nol emisi atau Net Zero Emmission (NZE) pada 2060. Untuk itu, Pertamina membuat rencana atas dua pilar, yaitu dekarbonisasi dan membentuk green business, yaitu bisnis energi yang sifatnya lebih hijau atau ramah lingkungan. “Kita align dengan NZE pemerintah. Kami sangat menyadari transisi energi tidak terhindarkan,” ujarnya.
Sementara Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan, komitmen perseroan menerapkan bisnis berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip ESG membuahkan hasil dengan mampu menurunkan 31,06% emisi karbon dari baseline tahun 2010,”Tentu ini bukan akhir dari pencapaian, ini baru awal setelah 3 tahun kita mengurus ini dengan program dekarbonisasi. Banyak yang harus kita improve. Tapi kita sudah berhasil menurunkan 31% karbon emisi dari seluruh operasional Pertamina dari hulu ke hilir," katanya.
Lebih lanjut, Nicke menjelaskan Pertamina juga telah memperoleh peringkat kedua ESG 22,1 dari lembaga ESG rating pada 2022, dibandingkan skor yang sebelumnya tercatat 28,1 pada 2021.Adapun Pertamina telah menargetkan untuk mengurangi Karbon Dioksida sebesar 81,4 juta ton pada tahun 2060 mendatang. Untuk mencapai pembaharuan tersebut, Pertamina berupaya mengembangkan bisnis baru di berbagai lini.
Bisnis baru tersebut mencakup pembangunan Electrical Vehicle (EV) Charging & Swapping, produksi hidrogen biru atau hijau, pelaksanaan nature based solution, produksi baterai dan kendaraan listrik, produksi biofuel serta menjalankan bisnis di pasar karbon. Sejalan menuju transisi energi berkelanjutan, Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur Energi Baru dan Terbarukan (EBT), yang diharapkan mampu menghasilkan pendapatan sebesar US$ 30 - 40 miliar pada tahun 2060."Ini sebetulnya kalau kita lihat sebagai perusahaan energi terbesar hari ini, tapi kita ini tidak selamanya berkelanjutan. Dengan adanya global transisi energi dan tuntutan yang banyak untuk perubahan, maka tema besar ini adalah kita harus membuat road map agar perusahaan ini bisa sustainable growth,"katanya.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman menegaskan, penerapan ESG telah menjadi nafas perseroan dala menjalankan bisnisnya. Apalagi, industri kilang sebagai menjadi salah satu kontributor emisi karbon pun concern pada ESG. Berbagai langkah juga dilakukan untuk mendukung target net zero emission di 2060."ESG sekarang menjadi persyaratan menarik investor dan financing karena mereka juga melihat apakah bisnis kita high risk terhadap ESG, apakah low risk. Seperti mungkin geothermal itu low risk terhadap ESG karena dia green dan renewable,"ujarnya.
Adapun saat ini PT Kilang Pertamina Internasional memiliki rating 24,2 untuk ESG sustainability analytic atau risiko sedang. Dia menegaskan perusahaan masih mengemban tugas agar operasional bisnis yang dijalankan, khususnya terkait ESG."Ini beberapa hal untuk mengarah ke sana. Kita akan terus melakukan untuk memprogres proyek yang ramah lingkungan, seperti biofuel, seperti memperbaiki kualitas fuel kita, atau BBM yang kita hasilkan dengan menurunkan sulfur kontennya. Itulah proyek yang saya kira lender atau investor akan tertarik," katanya.
Disampaikannya pula, kebijakan keberlanjutan di lingkungan PT KPI diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh inisitaif, strategi dan aktivitas perusahaan dengan lebih baik dalam konteks ESG terutama dengan melakukan kontribusi terhadap ekonomi, sumber daya manusia, lingkungan, serta pembangunan sosial. Diharapkan kebijakan keberlanjutan dapat menjadi komponen yang terintegrasi dari operational excellence di PT KPI serta berkontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs).
Berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menyetujui pengangkatan Dian Siswarini sebagai Direktur…
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) PT Sariguna Primatirta Tbk. (CLEO) memutuskan membagikan dividen senilai Rp60…
NERACA Jakarta – Perkuat modal guna mendanai ekspansi bisnis, PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI (BRIS) berencana menerbitkan kembali…
Berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menyetujui pengangkatan Dian Siswarini sebagai Direktur…
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) PT Sariguna Primatirta Tbk. (CLEO) memutuskan membagikan dividen senilai Rp60…
NERACA Jakarta – Perkuat modal guna mendanai ekspansi bisnis, PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI (BRIS) berencana menerbitkan kembali…