Belum lama ini Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan peringatan dini bahwa di balik rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia yang mengesankan, patut diwaspadai potensi penurunan prospek pertumbuhan ekonomi ke depannya. Ini mengingat akan banyak produsen komoditas primer hasil pertanian dan pertambangan yang menjerit akibat penurunan penerimaan ekspornya.
Sebagai negara berkembang, Indonesia setidaknya dapat mengambil pelajaran dari catatan IMF tersebut. Menurut data BPS, dalam beberapa bulan terakhir ini nilai surplus neraca perdagangan terus menurun secara konsisten. Sebab itu, hilirisasi komoditas sektor pertambangan tentu menjadi penting dan strategis untuk dapat meningkatkan nilai ekspor secara berkesinambungan, karena adanya peningkatan perolehan nilai tambah ekspor komoditas tersebut.
Apalagi level daya saing Indonesia terus membaik. Berdasarkan riset terbaru LM FEB UI dan Institute for Management Development (IMD) Swiss, tingkat daya saing RI naik dari peringkat ke-44 pada 2022 menjadi ke-34 pada 2023, dari total 64 negara di seluruh dunia.
Di level Asia Pasifik, menurut riset bertajuk World Competitiveness Ranking 2023 tersebut, Indonesia berada di posisi ke-10 dari 14 negara. Metode penilaian didasarkan pada empat komponen, yaitu kinerja perekonomian, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Data yang dianalisis adalah kinerja perekonomian Indonesia sampai tahun lalu dan penilaian para pelaku usaha mengenai persepsi kondisi lingkungan bisnis.
Yang menggembirakan, kenaikan peringkat terjadi pada seluruh komponen. Peningkatan paling tinggi dialami komponen kinerja perekonomian dan komponen efisiensi bisnis yang masing-masing naik dari posisi ke-42 dan ke-31 menjadi ke-29 dan ke-20. Hanya saja, komponen efisiensi pemerintahan naik tidak signifikan, dari peringkat ke-35 menjadi ke-31. Komponen infrastruktur malah cuma naik satu level, dari peringkat ke-52 menjadi ke-51.
Perbaikan daya saing ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah mulai membuahkan hasil. Dalam soal kinerja ekonomi, Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang berhasil bangkit paling cepat dari krisis pandemi Covid-19. RI termasuk negara yang menorehkan pertumbuhan ekonomi paling baik, di atas 5%.
Kita juga patut memberikan apresiasi pada perbaikan efisiensi bisnis. Pemerintah bersama dunia usaha belakangan ini gencar mendorong efisiensi bisnis di segala lini. Salah satu upaya pemerintah yang paling krusial adalah memberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) untuk memangkas birokrasi perizinan investasi.
Namun, kita merasa prihatin atas pencapaian efisiensi pemerintahan. Kenaikan peringkat yang tidak terlalu signifikan pada komponen efisiensi pemerintahan membuktikan bahwa reformasi birokrasi yang sedang digalakkan pemerintah masih harus melalui jalan terjal dan berliku. Hal itu juga terkonfirmasi oleh memburuknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang terjun bebas dari skor 38 ke skor 34 atau berada di peringkat ke-110 dari 180 negara.
Kinerja efisiensi pemerintahan yang masih belum sempurna itu harus menjadi catatan kita semua bahwa pemerintah mesti terus berbenah untuk mewujudkan tata kelola birokrasi yang bersih, efisien, dan bebas korupsi. Jika terus berkutat dengan korupsi, pemerintah mustahil bisa menyejahterakan rakyat, apalagi menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
Tidak hanya itu. Kita juga kecewa atas kinerja komponen infrastruktur yang hanya naik satu peringkat. Infrastuktur adalah sektor yang sering dikatakan dengan ‘proyek mercusuar’ pemerintah. Pada era pemerintahan saat inilah proyek infrastruktur paling gencar dibangun, dari mulai infrastruktur transportasi, infrastruktur pertanian, infrastruktur energi, hingga infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK). Tujuannya tiada lain agar ekonomi tumbuh lebih pesat dan inklusif.
Tak bisa dimungkiri, dampak pembangunan infrastruktur terhadap perbaikan ekonomi juga tidak bisa langsung dirasakan seketika, namun butuh waktu setidaknya lima tahun ke depan untuk membuktikan manfaat proyek infrastruktur. Meski demikian, pembangunan infrastruktur secara bertahap sudah dapat dirasakan oleh masyarakat seperti beroperasinya LRT, walau masih terus ada perbaikan sarana dan prasaranya dari waktu ke waktu. Semoga.
MenkopUKM Teten Masduki pernah mengatakan, jumlah kredit macet di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang akan dihapuskan mencapai Rp22…
Pemerintahan Jokowi yang tinggal sisa waktu tidak lama akan berakhir, ternyata muncul keanehan yang luar biasa dipertontonkan di depan…
Pemilu 2024 menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia, dan keterlibatan Polri sebagai penjaga keamanan mengemban tanggung jawab sangat besar. Polri…
MenkopUKM Teten Masduki pernah mengatakan, jumlah kredit macet di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang akan dihapuskan mencapai Rp22…
Pemerintahan Jokowi yang tinggal sisa waktu tidak lama akan berakhir, ternyata muncul keanehan yang luar biasa dipertontonkan di depan…
Pemilu 2024 menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia, dan keterlibatan Polri sebagai penjaga keamanan mengemban tanggung jawab sangat besar. Polri…