Kuantitas vs Kualitas

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Penduduk baik secara kuantitas dan kualitas menjadi faktor penting dalam pembangunan meski faktanya keberadaan penduduk sebagai SDM akan tergantikan oleh sumber daya robotik (SDR). Terkait hal ini setiap 11 Juli diperingati sebagai Hari Populasi Sedunia - World Population Day (WPD) dan tema kali ini: “Imagine a world where everyone all 8 billion of us has a future bursting with promise and potential”. Bayangkan penduduk yang berjumlah 8 miliar sehingga tidak hanya butuh makan –minum tapi juga perumahan dan permukiman, sementara keterbatasan lahan adalah fakta riil dibalik perbandingan antara deret ukur dan deret hitung.

Oleh karena itu tema WPD menarik dicermati tidak saja dari aspek kepentingan peningkatan kesejahteraan penduduk secara global tapi juga urgensi bagi anak keturunan mendatang. Jadi, kuantitas dalam 8 miliar penduduk pasti berkaitan dengan tantangan kualitasnya.

Peluang dan tantangan dari 8 miliar penduduk maka sangat beralasan jika United Nation Population Fund (UNFPA – Dana Kependudukan PBB) dan BKKBN, Rabu (21/6/2023) di Jakarta  merilis laporan Situasi Kependudukan Dunia 2023 berjudul: “8 Billion Lives, Infinite Possibilities, the case for rights and choices” (8 Miliar Kehidupan, Kesempatan Tanpa Batas: Pentingnya Hak dan Pilihan). Sekali lagi angka 8 miliar penduduk menjadi peluang dan tantangan yang pelik, tidak saja secara global tapi juga nasional dan lokal. Setidaknya migrasi dan arus mudik – balik setiap tahun menjadi isu yang harus dikaji dan harapan Otda yang sudah 27 tahun seharusnya bisa mereduksi migrasi tahunan.

Betapa tidak, angka 8 miliar penduduk pastinya membutuhkan segala macam kebutuhan untuk hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, politisasi kependudukan tidak perlu untuk diperpanjang termasuk misal persoalan kemiskinan untuk mendulang suara kemenangan di pesta demokrasi, baik pilkada atau pilpres. Jadi, kasus di sejumlah negara yang terjadi penyusutan kelahiran sementara di sisi lain ada juga sejumlah negara yang berlebihan di angka kelahiran menjadi fenomena yang memicu dualisme. Ironisnya, ancaman terhadap angka 8 miliar penduduk tetap menjadi isu ironi di tengah semangat pembangunan. Oleh karena itu, isu gender ketika jumlah perempuan lebih banyak dibanding pria secara tidak langsung juga menjadi ancaman dibalik regenerasi dan keberlanjutan hidup.

Jika dicermati, isu kependudukan terkait WPD tidak hanya angka 8 miliar tapi fertilitas dan stunting sehingga berdampak sistemik terhadap regenerasi dan keberlanjutan hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, eksploitasi, eksplorasi dan politisasi penduduk dengan semua persoalan tentang kemiskinan dan pengangguran menjadi sangat tidak logis  jika dikaitkan dengan kepentingan peningkatan kesejahteraan.

Jadi peningkatan keluarga berkualitas menjadi sasaran strategi untuk menepis keraguan dibalik ancaman 8 miliar penduduk di dunia. Artinya isu penduduk 8 miliar tidak hanya menjadi sensitif di negara miskin - berkembang tapi juga di negara industri - maju karena berkepentingan terhadap pemenuhan kebutuhan – keinginan, termasuk perumahan, permukiman dan pangan.

Belajar bijak dari ancaman penduduk 8 miliar maka persepsian tentang bonus demografi sepertinya harus dipikir ulang karena faktanya justru menjadi persoalan yang serius. Hal ini memberikan gambaran bahwa kependudukan memang bukan sekedar kuantitas yang banyak tapi juga penting untuk memikirkan kualitas apalagi kecerdasan buatan sekarang semakin cerdas dan semakin mendekati manusia secara riil. Oleh karena itu, tidak perlu mencari kambing hitam dibalik ledakan penduduk yang mencapai 8 miliar tetapi urgensi dari pemenuhan kebutuhan dan keinginan tersebut harus dicermati agar tidak kemudian justru memicu konflik sosial sebagai dampak dari ledakan jumlah penduduk.

Jadi, realita pergeseran dari peran SDA ke SDM dan era now Sumber Daya Robotik (SDR) haruslah menjadi pembelajaran bahwa kependudukan yang mencapai 8 miliar tidak bisa menjadi rahmat secara umum tapi juga ada tantangan dan ancaman konflik sosial. Jika tidak bijak dalam menyikapi realitas ini maka harapan pembangunan untuk kesejahteraan tidak bisa tercapai, apalagi pemerataan juga semakin sulit karena terkonsentrasi di perkotaan.

BERITA TERKAIT

Menolak Narasi Palsu Tentang Indonesia Gelap

    Oleh: Nana Sukmawati,  Mahasiswa PTS di Palembang   Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…

Komitmen Pemerintah Terus Perkuat Sistem Pengawasan Gizi MBG

    Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan     Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…

Langkah Strategis Mendorong Produktivitas di Tengah Tantangan Ekonomi

      Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan   Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…

BERITA LAINNYA DI Opini

Menolak Narasi Palsu Tentang Indonesia Gelap

    Oleh: Nana Sukmawati,  Mahasiswa PTS di Palembang   Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…

Komitmen Pemerintah Terus Perkuat Sistem Pengawasan Gizi MBG

    Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan     Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…

Langkah Strategis Mendorong Produktivitas di Tengah Tantangan Ekonomi

      Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan   Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…