Kekuatan Netizen

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Semakin mendekati pilpres sepertinya semakin banyak sesuatu yang diviralkan sebagai bentuk ekspresi, tidak hanya dari aspek hiburan, tetapi juga cibiran, black campaign dan negative campaign untuk berbagai kepentingan. Di satu sisi hal ini adalah fenomena era now yang tidak bisa dicegah meski di sisi lain harus ada filter untuk menyaring supaya bisa dibedakan mana yang benar dan mana yang hoaks. Oleh karena itu, kedewasaan di era now menjadi penting agar tidak salah kaprah dalam memahami fenomena yang ada.

Mata netizen di era now tentu tidak dapat diremehkan. Bahkan, kekuatan netizen seolah menjadi pembanding dalam penegakan keadilan, demokrasi dan perilaku sosial. Terkait ini, beralasan jika kemudian satu per satu kasus muncul dan terungkap ke permukaan di era now akibat viral yang dilakukan oleh netizen. Bahkan, kini publik bisa berandai jika tidak ada tekanan dari netizen apakah kasus FS akan terbongkar sementara kebohongan berbalut skenario sudah dirancang sangat sistematis oleh FS beserta kroninya? Begitu juga pada kasus TM yang akhirnya dituntut hukuman mati akibat perdagangan sabu dan berdalih untuk menjebak. Intinya sama, baik FS dan TM keduanya melakukan rekayasa kebohongan untuk meloloskan diri dari jerat hukum dan peradilan.

Jika dicermati bukti kekuatan netizen dalam melakukan aksi viral untuk sejumlah kasus  memang sukses. Paling tidak, hal ini bisa terlihat dari kasus penganiayaan seorang anak aparat berpangkat AKBP AH yaitu AH dengan seorang mahasiswa KA. Ironisnya pada kasus itu terjadi 2 kali penganiayaan pada Desember 2022 dan akhirnya bisa terungkap setelah viral oleh kekuatan netizen. Video penganiayaan tersebar di medsos dan aparat yang juga bapaknya yaitu AKBP AH membiarkan penganiayaan oleh AH terjadi.

Ironis yang terjadi seharusnya dilerai tetapi juga dibiarkan sehingga KA mengalami sejumlah luka di sekujur tubuh. Rentang waktu dari Desember sampai April baru kasus ini dapat mencuat ke permukaan dan akhirnya ada proses tindakan penyelidikan, penyidikan dan tindakan. Imbasnya, AH ditahan dan AKBP AH dicopot dari jabatanya, selain non-job.

Terlepas dari kasus tersebut, kini viral juga kasus ponpes yang ajarannya dianggap telah menyimpang. Meski masih ada perdebatan tetapi viral dari kasus ini memicu sentimen di publik terkait eksistensi pondok yang kabarnya mendapatkan pendanaan cukup besar dan juga ajarannya yang disebut menyimpang. Fakta ini tidak akan pernah terungkap di era now jika tidak ada kekuatan netizen yang kemudian viral menjadi konsumsi media, baik media online maupun offline, baik lokal maupun nasional. Persepsian viral seolah menjadi pembenar dibalik munculnya suatu kasus. Oleh karena itu, semakin viral maka tekanan publik akan semakin besar dan munculah cibiran “no viral, no justice”

Netizen di era now memang tidak dapat diremehkan karena kekuatannya sangat besar, baik secara frontal maupun secara maya. Hal ini menegaskan bahwa tidak bisa abai dari tekanan netizen karena memang kehadirannya ada, tidak maya. Oleh karena itu, publik harus cermat, jeli dan cerdas dalam menyikapi apa yang viral dan diviralkan netizen. Di satu sisi, ada kepentingan untuk memacu tekanan netizen pada kasus tertentu agar ada pengungkapan secara transparan meskipun di sisi perilaku netizen yang mudah berganti kepentingan juga menjadi kelemahannya. Artinya, netizen yang kekuatannya besar bisa dibelokan dengan isu lain yang lebih panas demi kepentingan sesaat. Fakta ini menjadi gambaran betapa kekuatan netizen secara tidak langsung justru menunjukan kerapuhan.

Belajar bijak dari kasus-kasus viral dan kekuatan netizen maka menjelang pilpres harus ada kekuatan internal, baik itu dari parpol maupun kandidat petarung pada pilpres untuk bersiap menghadapi dan juga mengantisipasinya. Kasus ini terutama yang menyangkut black campaign dan juga negative campaign sebab yang diserang bukan hanya individu – tokoh tapi juga bisa parpol.

Padahal sensitivitas masing-masing jelas berbeda tapi jika dibombardir setiap saat maka sikap individu bisa berubah dalam sekejap. Oleh karena itu kekuatan netizen tidak bisa diremehkan meski di sisi lain juga harus dicermati agar sesuatu yang diviralkan tidak merugikan tapi justru konstruktif, termasuk untuk mampu membangun rasa keadilan seperti harapan “No Viral, No Justice”

BERITA TERKAIT

Menolak Narasi Palsu Tentang Indonesia Gelap

    Oleh: Nana Sukmawati,  Mahasiswa PTS di Palembang   Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…

Komitmen Pemerintah Terus Perkuat Sistem Pengawasan Gizi MBG

    Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan     Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…

Langkah Strategis Mendorong Produktivitas di Tengah Tantangan Ekonomi

      Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan   Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…

BERITA LAINNYA DI Opini

Menolak Narasi Palsu Tentang Indonesia Gelap

    Oleh: Nana Sukmawati,  Mahasiswa PTS di Palembang   Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…

Komitmen Pemerintah Terus Perkuat Sistem Pengawasan Gizi MBG

    Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan     Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…

Langkah Strategis Mendorong Produktivitas di Tengah Tantangan Ekonomi

      Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan   Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…