Oleh : Achmad Nur Hidayat
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
Hakim Agung Gazalba Saleh akhirnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Gazalba menyusul Hakim Agung juga yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK Sudrajat Dimyati.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Hakim Agung Gazalba Saleh setelah tim penyidik rampung memeriksa yang bersangkutan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dan untuk kepentingan proses penyidikan tersangka GS [Gazalba Saleh] dilakukan penahanan oleh tim penyidik KPK selama 20 hari pertama dimulai 8 Desember 2022 sampai 27 Desember 2022, ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, pekan lalu.
Gazalba ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Selain Gazalba, ada hakim yustisial Prasetio Nugroho dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba, yang sudah ditahan lebih dulu hingga 17 Desember 2022.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap yang menjerat hakim agung Sudrajad Dimyati dan sembilan tersangka lainnya. Gazalba diduga menerima suap terkait pengondisian putusan perkara pidana Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Penangkapan Hakim Agung Gazalba Saleh ini semakin menambah daftar panjang penegak hukum yang justru bermasalah dan melanggar hukum. Berbagai institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, terjerat berbagai kasus. Yang sebagian besarnya adalah kasus yang terkait penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
Adanya lembaga lembaga pengawasan seperti Komisi Yudisial di Kehakiman ternyata tidak menjamin para penegak hukum ini takut untuk melakukan tindak suap dan korupsi. Revolusi mental yang digaungkan presiden di awal masa jabatannya terhadap para penyelenggara negara seolah hanya isapan jempol semata.
Dengan berbagai kasus yang terjadi di institusi penegak hukum ini maka hal yang dapat kita simpulkan adalah sudah rusak nya institusi penegakan hukum yang ada. Institusi yang harusnya menjadi tempat bagi orang untuk mencari keadilan telah berubah menjadi ruang ruang gelap,negosiasi antara penegak hukum dengan para pihak yang berperkara tetapi memiliki kapital untuk membeli sistem hukum yang ada termasuk para penegak hukumnya.
Pengawasan yang ada harus semakin ditingkatkan selain juga internalisasi nilai nilai kepada para penegak hukum akan tugasnya menjadi penegak hukum dan bukan malah menjadi makelar kasus yang mengorbankan masyarakat kecil yang menjadi korban dan tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mendapatkan keadilan.
Dan jika semua mekanisme pengawasan itu semua sudah dijalankan namun pelanggaran masih saja dilakukan maka penegak hukum harus diberi hukuman yang seberat beratnya jika mereka terbukti melanggar. Bahkan bila perlu hukuman mati.
Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian Industri manufaktur di berbagai negara saat ini tengah menghadapi dampak dari ketidakpastian ekonomi…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Menapaki akhir semester I 2025 tidak bisa…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pengembangan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) seperti koperasi sebenarnya memiliki potensi yang besar bila…
Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian Industri manufaktur di berbagai negara saat ini tengah menghadapi dampak dari ketidakpastian ekonomi…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Menapaki akhir semester I 2025 tidak bisa…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pengembangan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) seperti koperasi sebenarnya memiliki potensi yang besar bila…