LEMBAGA INTERNASIONAL UNGKAP 66 NEGARA RENTAN KOLAPS - Presiden Ingatkan Lagi Situasi Dunia Sulit

Jakarta-Presiden Jokowi kembali mengingatkan situasi dunia yang sedang sulit. Menurut Jokowi, 66 negara berada pada posisi yang rentan kolaps atau jatuh. "Situasi saat ini adalah situasi yang tidak mudah. Situasi yang sangat-sangat sulit untuk semua negara. Lembaga-lembaga internasional menyampaikan 66 negara berada pada posisi yang rentan untuk kolaps," ujarnya dalam acara Kongres Legiun Veteran Indonesia (LVRI) di Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (11/10).

NERACA

Menurut Presiden, 345 juta orang di 82 negara menderita kelaparan. Jokowi mengatakan, ada krisis pangan yang sedang dialami dunia. "Saat ini 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan akut dan kelaparan, artinya ada krisis pangan," ujarnya.

Selain itu, Jokowi mendapat kabar dari Washington DC bahwa ada 28 negara yang meminta pertolongan kepada Dana Moneter Internasional (IMF) untuk dibantu perekonomiannya. Ditambah lagi, ada perang Rusia Ukraina yang belum berakhir.

"Tadi pagi saya mendapatkan telpon dari menteri keuangan dari Washington DC. Beliau menyampaikan sudah 28 negara antre masuk sebagai ‘pasien’ IMF. Ini lah kondisi yang apa adanya harus saya sampaikan. Artinya pandemi yang melanda semua negara itu mengakibatkan ekonomi global ini ambruk," tutur Kepala Negara.

"Ditambah perang Rusia dan Ukraina sehingga krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan sekarang ini menghimpit semua negara," ujar Jokowi.

Tidak hanya itu. Presiden merespon pergerakan inflasi September 2022 yang sudah mencapai 5,95% (yoy). Kenaikan inflasi sendiri dipicu oleh kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar beberapa waktu lalu.

Jokowi menyatakan, capaian angka inflasi tersebut masih terkendali dan patut disyukuri. Mengingat, sejumlah negara justru mencatatkan lonjakan inflasi secara drastis. "Inflasi masih terkendali setelah kenaikan BBM di angka 5,9%,  ini tetap harus kita syukuri. Karena kalau kita bandingkan di Argentina sudah 83,5%,” kata Jokowi dalam acara Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, kemarin.

Berkaca pada kondisi tersebut, Jokowi meyakini momentum pemulihan ekonomi nasional pasca terdampak pandemi Covid-19 masih terjaga. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 yang mencapai 5,44% (yoy). "Pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua kita termasuk yg terbaik di dunia," ujarnya.

Meski begitu, Jokowi meminta kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah untuk terus mewaspadai tren kenaikan inflasi dalam beberapa bulan terakhir. Mengingat, adanya ancaman krisis energi hingga pangan akibat ketegangan geopolitik dunia. "Kita ingin konsumsi masyarakat tetap terjaga, daya beli tetap terjaga," tutur Jokowi.  

Antre ‘Pasien’ IMF

Presiden mengungkapkan sebanyak 28 negara saat ini antre untuk menjadi "pasien" Dana Moneter Internasional (IMF). Hal ini menandakan banyak negara mengalami keterpurukan kondisi perekonomian, yang salah satunya akibat pandemi Covid-19. "Saya mendapatkan telepon dari menteri keuangan dari Washington D.C., beliau menyampaikan sudah 28 negara antre masuk sebagai pasien IMF," ujar Jokowi seperti dikutip Antara.

Menurut dia, ekonomi global yang ambruk semakin diperburuk dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Sehingga menimbulkan krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan.

Dari perbincangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin, Jokowi dapat menyimpulkan bahwa perang antara kedua negara itu tidak akan selesai dalam waktu dekat.

"Inilah yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi global, sebagian di negara Eropa sudah mulai masuk ke resesi. Ini nanti masuk ke winter (musim dingin) mereka akan kesulitan untuk mendapatkan pemanas dari gas, sehingga memang kondisi negara-negara di dunia betul-betul pada posisi yang sangat tidak mudah," ujar Jokowi.

Inflasi pun merangkak naik. Artinya, harga-harga semua komoditas naik namun pertumbuhan ekonominya anjlok. Untuk itu, dia menegaskan kembali betapa pentingnya sikap hati-hati dan waspada membarengi optimisme dalam upaya menjaga perekonomian negara.

Jokowi mengingatkan kembali bahwa situasi penuh ketidakpastian membayangi dunia, yang turut mengubah pola antisipasi inflasi yang tidak lagi mudah dikalkulasikan, termasuk dalam pengendaliannya sendiri. Dalam situasi seperti sekarang setiap negara bisa cepat dan mudah terlempar keluar jalur apabila tidak berhati-hati dan waspada dalam pengelolaan moneter maupun fiskal.

"Apalagi setelah Perang Rusia-Ukraina, kita tahu pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 yang sebelumnya diperkirakan 3%, terakhir sudah diperkirakan jatuh di angka 2,2%,” katanya.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi global merupakan harga mahal yang harus ditanggung masyarakat dunia akibat terjadinya sebuah perang. "Tetapi dengan ketidakpastian yang tadi saya sampaikan, kita harus optimis. Harus optimis itu, tetapi hati-hati dan waspada," ujar Presiden.

Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif karena hal-hal yang fundamental reformasi struktural, reformasi birokrasi, terus dijalankan meskipun pandemi.

Selain itu, tidak ketinggalan pula soal ketahanan pangan Indonesia yang mendapat pengakuan dari Internasional Rice Research Institute. Institusi tersebut menilai Indonesia memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan sudah swasembada beras sejak 2019.

"Ini dia yang harus terus kita tingkatkan, sehingga ketahanan pangan di dalam negeri bisa terus kita jaga; dan kalau bisa kita tingkatkan. Sebagian bisa kita pakai untuk membantu negara-negara lain yaitu kita ekspor," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Bank terbesar di Amerika Serikat (AS), Jamie Dimon memperingatkan bahwa kemungkinan Amerika Serikat dan ekonomi global masuk ke dalam resesi pada pertengahan tahun depan.

Kendari demikian, dia menjelaskan ekonomi AS sebenarnya masih baik-baik saja saat ini dan konsumen kemungkinan akan berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan krisis keuangan global tahun 2008. "Tetapi Anda tidak dapat berbicara tentang ekonomi tanpa membicarakan hal-hal di masa depan dan ini adalah hal yang serius," ujar Dimon, dikutip dari CNBC, Selasa (11/10).

Dimon menyebut hal tersebut dikarenakan oleh beberapa indikator, yakni inflasi yang tidak terkendali, suku bunga naik lebih dari yang diharapkan, efek pengetatan kuantitatif yang tidak diketahui dan peran Rusia dan Ukraina.

"Ini adalah hal-hal yang sangat, sangat serius yang menurut saya kemungkinan akan mendorong AS dan dunia - maksud saya, Eropa sudah dalam resesi - dan mereka kemungkinan akan menempatkan AS dalam semacam resesi enam hingga sembilan bulan dari sekarang," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Demi Pertumbuhan Ekonomi, Diskon Tarif Tol Kembali Digulir

NERACA Jakarta -Guna menjaga daya beli masyarakat dan stimulus ekonomi,  pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo bakal memberikan…

EMPAT MOU KERJA SAMA CHINA-INDONESIA: - Perkuat Rantai Pasok dan Kemitraan Industri

  Jakarta-Indonesia dan China memperkuat kerja sama. Hal ini ditunjukkan dengan penandatangan empat nota kesepakatan (Memorandum of Understanding-MoU) dan delapan…

PENYEBAB BADAI PHK TAHUN INI: - Indef Ungkap 3 Faktor Pendorong PHK

  Jakarta- Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memperkirakan  jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mencapai 280…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Demi Pertumbuhan Ekonomi, Diskon Tarif Tol Kembali Digulir

NERACA Jakarta -Guna menjaga daya beli masyarakat dan stimulus ekonomi,  pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo bakal memberikan…

EMPAT MOU KERJA SAMA CHINA-INDONESIA: - Perkuat Rantai Pasok dan Kemitraan Industri

  Jakarta-Indonesia dan China memperkuat kerja sama. Hal ini ditunjukkan dengan penandatangan empat nota kesepakatan (Memorandum of Understanding-MoU) dan delapan…

PENYEBAB BADAI PHK TAHUN INI: - Indef Ungkap 3 Faktor Pendorong PHK

  Jakarta- Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memperkirakan  jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mencapai 280…