Inaplas Bertekad Subtitusi Impor Petrokimia

NERACA

Jakarta - Data dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik lndonesia (Inaplas) menunjukkan impor produk petrokimia yang cukup tinggi. Sebagai gambaran, produk petrokimia hulu seperti polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), dan polistirena (PS) hampir mencapai 6 juta ton. Namun, industri dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari permintaan domestik.

Ketua Inaplas, Suhat Miyarso mengatakan sebetulnya proyek baru yang ada sekarang ini ditujukan untuk subtitusi impor. Jadi selama proyek itu belum selesai kita terpaksa harus impor. karena pertumbuhan di hilir itu cukup besar dan belum bisa dipenuhi.  Untuk substitusi impor ini memang harus bertahap,  karena pertama volumenya masih besar antara 40-50 persen kemudian untuk membangun itu perlu waktu lama sekitar 5 tahun, jadi tetap kita jadikan sebagai pedoman untuk perkembangan industri petrokimia akan tetapi tidak bisa instan.

“Kebutuhan akan produk petrokimia dalam negeri diperlukan segera. Jika terus mengandalkan impor, imbasnya harga produk olahan atau produk turunan dari petrokimia akan semakin tinggi. Indonesia pun dapat selamanya mengandalkan impor, yang akan terus menjadi beban anggaran negara,” ungkap Suhat di Jakarta.

Lebih lanjut, Suhat mengatakan pendirian pabrik-pabrik petrokimia ini memberikan angin segar untuk perkembangan ekonomi dalam negeri. Dengan peningkatan jumlah produksi petrokimia di Indonesia, nilai volume impor produk petrokimia akan menurun.

“Di samping itu, industri petrokimia adalah sektor yang padat karya yang menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Sebagai gambaran, satu pendirian pabrik petrokimia baru dapat menyerap sekitar lebih dari 25.000 tenaga kerja, termasuk tenaga kerja ahli. Efek berkesinambungan yang positif ini tentunya akan mendorong perekonomian di Indonesia,” ungkap Suhat.

Di tempat yang sama, Sekertaris Jenderal INAPLAS, Fajar Budiono mengatakan kalau substitusi impor itu kan bicara supplai demand. Kita bicara lima tahun dari sekarang, itu kita baru mulai start yang barang impor plastik itu yang 7 HS number 3901 sampai 3907 demand nya sekitar 7,4 itu kita memang masih 50 persen impor, tapi dengan adanya proyek seperti CAP 2 yang akan jalan di 2026 lotte dan lainnya kemungkinan kita bisa ekspor itu di tahun 2029, karena kan akan ada banyak proyek baru nanti. Semoga substitusi impor bisa kita capai dari sekarang ini.

“Pengembangan industri petrokimia merupakan suatu awal dari perjalanan panjang. Meskipun demikian, pendirian pabrik baru Chandra Asri di Cilegon merupakan salah satu tonggak kokoh untuk pengembangan industri petrokimia yang memunculkan harapan cerah bagi industri-industri dalam negeri lainnya. Ke depannya, Indonesia tak perlu lagi bergantung pada produk-produk petrokimia impor. Bahkan, tidak ditampik bila suatu saat nanti Indonesia tidak lagi menjadi pasar, tetapi produsen produk petrokimia yang diakui dunia,” papar Fajar.

Lebih lanjut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan optimis industri petrokimia di Indonesia bakal menjadi nomor satu di Asean. Sebab, RI berpeluang besar merajai peta persaingan sektor petrokimia di kawasan ini. Meski begitu, masih ada hambatan-hambatan yang membelenggu industri petrokimia nasional.

Sebelumnya Ekonom CORE, Hendri Saparini pun mengatakan ada tantangan besar bagi industri petrokimia pascapandemi COVID-19, yaitu bahan baku dan produk turunannya. Industri petrokimkia dituntut menemukan inovasi bahan baku dan pengolahan produk turunan dengan harga bersaing dibanding produk luar negeri sehingga lebih kompetitif dan meningkatkan market share.

Bagi Indonesia, kondisi ini akan menjadi lebih berat karena sejumlah hal, Pertama, harus menghadapi ketidakpastian dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global serta perlambatan permintaan akibat penundaan ekspansi dan penurunan pertumbuhan industri di negara yang menjadi pasar utama ekspor Indonesia.

Kedua, karena dalam kondisi ini Indonesia harus tetap fokus membangun dan memperkuat industri di sisi hulu untuk mewujudkan struktur industri nasional yang dalam (deep industry). Langkah untuk membangun industri hulu tidak bisa lagi ditunda karena Indonesia sudah sangat terlambat dibanding negara-negara lain.

Salah satu yang menjadi prioritas pemerintah dalam membangun industri manufaktur yang kuat dan kompetitif adalah memperkuat industri hulu petrokimia. Ada beberapa alasan mengapa industri petrokimia menjadi pilihan. Antara lain, total bisnis industri ini sangat besar.

 

 

BERITA TERKAIT

Pertamina EP Hidupkan Lapangan Tua, Targetkan Produksi 213 MBOEPD

Pertamina EP Hidupkan Lapangan Tua, Targetkan Produksi 213 MBOEPD  Jakarta - Di jantung salah satu lapangan migas Indonesia, PT Pertamina…

Argentina Tertarik Investasi Pertanian di Indonesia

NERACA Jakarta – Pemerintah Indonesia menyambut baik ketertarikan Argentina untuk berinvestasi di sektor pertanian, yang dianggap sebagai salah satu pilar…

Industri Sawit Menuju Transformasi Digital

NERACA Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong kemajuan industri kelapa sawit nasional…

BERITA LAINNYA DI Industri

Pertamina EP Hidupkan Lapangan Tua, Targetkan Produksi 213 MBOEPD

Pertamina EP Hidupkan Lapangan Tua, Targetkan Produksi 213 MBOEPD  Jakarta - Di jantung salah satu lapangan migas Indonesia, PT Pertamina…

Argentina Tertarik Investasi Pertanian di Indonesia

NERACA Jakarta – Pemerintah Indonesia menyambut baik ketertarikan Argentina untuk berinvestasi di sektor pertanian, yang dianggap sebagai salah satu pilar…

Industri Sawit Menuju Transformasi Digital

NERACA Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong kemajuan industri kelapa sawit nasional…