Bogor – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) telah melakukan pengamanan atas produk hewan olahan asal impor (susu skim bubuk, keju, whey protein, dan lain-lain) sebanyak 2.735,3 ton dengan nilai sekitar Rp120,5 miliar.
NERACA
Tindakan pengamanan tersebut merupakan temuan hasil pengawasan Kemendag di kawasan pergudangan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Hal ini merupakan bukti komitmen Kemendag dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap importir yang menyalahgunakan kebijakan pengawasan di luar kawasan pabean (post border).
“Dari kegiatan pengawasan, ditemukan importir yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Permendag Nomor 25 Tahun 2022, yaitu melakukan importasi produk hewan olahan yang tidak disertai perizinan impor. Karena itu, importir dan barang impor tersebut dikenakan sanksi sesuai ketentuan,” jelas Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan atau biasa disapa Zulhas.
Mekanisme pengawasan post border dilakukan berdasarkan Permendag Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean (Post Border) melalui pemeriksaan kesesuaian antara izin impor milik pelaku usaha yang dikeluarkan Kemendag dengan barang yang diimpor.
Kegiatan ini dilakukan setelah barang keluar dari kawasan pabean dengan tujuan mendorong percepatan usaha dan investasi di Indonesia.
“Mekanisme post border bertujuan mempermudah para pelaku usaha dalam tata niaga impor. Namun sebagai konsekuensinya, Kemendag akan memperketat pengawasan barang impor setelah melalui kawasan pabean sehingga kami mengharapkan kesadaran pelaku usaha untuk mematuhi peraturan yang berlaku, khususnya terkait dengan tata niaga impor,” harap Zulhas.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Veri Anggrijono menjelaskan, langkah-langkah penegakan hukum melalui pengenaan sanksi dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang tidak taat ketentuan.
“Sebagai tindak lanjut, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga dapat memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya terkait kegiatan importasi,” jelas Veri.
Tidak hanya itu, di Kepulauan Sebatik Kalimantan Utara juga masih terdapat perdagangan ilegal, yang seharusnya bisa menambah pendapatan negara lebih besar lagi. Perdagangan ilegal tersebut terdapat dibeberapa titik.
Subandi, petani kelapa sawit asal Pulau Sebatik mengakui bahwa perdagangan tersebut sudah ada sejak lama.
Memang dahulu, sebelum adanya pabrik kelapa sawit (PKS) di Pulau Sebatik semuanya dijual ke sana (Malaysia), tapi mengapa setelah ada PKS didalam negeri masih menjual TBS ke luar negeri bai dari jalur darat ataupun jalur sungai.
“Jadi dari tiga pengepul tersebut, hanya Alfat yang sekarang menjual tandan buah segar (TBS) di dalam negeri (Indonesia) keduanya masih menjual TBS ke seberang,” tambah Subandi.
Lebih lanjut, Subandi menceritakan, dirinya pun menjadi petani kelapa sawit sudah sejak lama. “Saat itu saya menjadi petani dengan bantuan benih saat pemerintahan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Memang dahulu sebelum ada PKS di Pulau Sebatik saya pun menjualnya ke negara sebalah. Tapi setelah ada PKS didalam negeri mengapa harus menjual ke negara sebelah, sedang awal berkebun seperti benih dan pupuk diberikan dari Indonesia,” tegas Subandi.
Maka, menurut Subandi, jika didalam negeri sudah ada PKS mengapa harus menjual ke luar negeri? Apalagi bibit dan pupuknya saat awal mendirikan kebun semuanya diberikan dari dalam negeri (Indonesia). Jadi mengapa hasilnya harus dijual keluar negeri.
Sehingga dalam hal ini dengan dibangunnya pelabuhan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sebatik di Kalimantan Utara ini akan menjadi boarding bagi barang yang masuk ataupun keluar dari wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), termasuk dalam bentuk komoditas pertanian.
Sebab harus diakui jika komoditas tersebut dikenakan pajak maka pendapatan negara melalui sub sektor perkebunan akan meningkat jauh lebih besar lagi.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Pelayanan Kepabeanan Cukai dan Dukugan Teknis Kabupaten Nunukan, Nicholas menyatakan bahwa pihaknya komit untuk menjaga perdagangan sesuai perintah dari pemerintah pusat.
Memang seharusnya jika ingin menjual barang, apapun bentuknya dikenakan cukai atau pajak termasuk penjualan TBS sebesar US$ 211 per metrik ton. Artinya jika ada penjualan TBS melalui jalur perairan sebesar 400 ton per hari maka penjual wajib membayar pajak, sesuai dengan jumlah yang dijualnya.
“Hal ini dilakukan karena memang untuk melindungi konsumsi di dalam negeri. Kita kawal pelarangan ekspor, Kita koordinasi dengan Kementerian atau Lembaga terkait,” kata Nicholas.
NERACA Surabaya - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mendorong seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor perkebunan khususnya tebu untuk bergerak…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa pemberantasan terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak…
NERACA Osaka – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri didampingi Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Fajarini…
NERACA Surabaya - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mendorong seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor perkebunan khususnya tebu untuk bergerak…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa pemberantasan terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak…
NERACA Osaka – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri didampingi Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Fajarini…