Pandangan Ketua Banggar Soal Desain APBN 2023

Pandangan Ketua Banggar Soal Desain APBN 2023
NERACA
Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyampaikan pandangannya terkait dengan postur APBN 2023 ditengah kondisi pandemi covid yang belum usai ditambah dengan peran antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung reda. "Sontak saja, perang tersebut menyebabkan supply shock bahan pangan dan energi. Dampaknya, inflasi mebumbung tinggi yang menjalar dibanyak kawasan," kata Said seperti dikutip dalam keterangannya, Rabu (3/8). 
Situasi tersebut, kata Said, tentu ada untung ruginya buat ekonomi. Efek kenaikan harga komoditas global di Kuartal IV tahun 2021 berdampak penerimaan perpajakan melampaui target, setelah dua belas tahun berturut turut kita mengalami short fall pajak. Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020. 
 
"Dilain hal kita harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi, yakni BBM, LPG dan listrik. Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan kita telah lama menjadi importir minyak bumi. Biaya tambahan juga kita butuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai kita rasakan disejumlah bahan pangan impor," jelasnya. 
 
Ia menjelaskan apabila di sejumlah serial meeting tingkat Menteri G20 dan puncaknya pada KTT G20 pada November 2022 nanti tidak membuahkan hasil nyata untuk mengatasi supply shock pangan dan energi dunia, maka pada tahun depan masih akan menghadapi situasi ekonomi yang kurang lebih sama seperti tahun ini. "Bila KTT G20 bisa menganulir berbagai pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global, langkah itu akan membuka pasokan logistik global pulih secara perlahan," jelasnya. 
 
Sementara itu, pada 2023 Indonesia perlu mewaspadai kesiapan fiskal, mengingat tahun depan kita harus kembali pada defisit pembiayaan APBN dibawah 3 persen PDB. "Kita tidak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal. Oleh sebab itu senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang di topang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer," jelasnya. 
 
Pertumbuhan ekonomi optimis bisa diraih ke level lima persenan jika mampu mengelola inflasi dengan baik. Dengan inflasi terkendali dengan baik, maka permintaan domestik (konsumsi rumah tangga) sebagai pilar penting pertumbuhan ekonomi selama ini akan terjaga. "Kita masih peluang besar seiring masih relative tingginya harga komoditas ekspor. Oleh sebab itu porsi ekspor dalam mendorong permintaan perlu terus ditingkatkan, agar tidak semata mata mengandalkan permintaan domestik. Inilah saatnya kita melakukan transformasi ekonomi untuk lebih outward looking," jelasnya. 
 
Oleh sebab itu, kata Said, Indonesia tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru. Selama rentang 2014-2019, Indonesia hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru. 
 
"Dari sisi investasi kita perlu lebih giat mendorong investasi pada mesin mesin dan peralatan serta hak kekayaan intelektual. Pengeluaran untuk barang modal atau PMTB kita selama ini lebih dari 70 persen di dominasi oleh bangunan, kontribusi mesin, peralatan dan hak kekayaan intelektual masih rendah. Karena konsentrasi investasi masih pada sektor bangunan, akibatnya daya dukung produksi barang belum memadai, ditambah sumber daya manusia yang belum mempuni, dan tingginya biaya logistik, hal ini menjawab persoalan mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita masih tinggi di level 6,24 pada tahun lalu," katanya. 
 
Lebih dari 30 persen belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Melalui undang undang ini pemda diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar, seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya. Dengan menjalankan undang undang ini dengan baik, kontribusi pembangunan didaerah akan jauh lebih besar effortnya. Sehingga tumpuan pembangunan tidak hanya mengandalkan belanja pusat. 
 
"Jika kita mampu disiplin dalam mengelola target, serta cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan, serta berkaca dari kemampuan kita cepat melakukan recovery ditahun 2021, maka saya memperkirakan postur APBN kita pada tahun 2023 antara lain pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5%, Inflasi ±4%, Kurs (Rp/USD) 14.400-14.700, Suku Bunga SUN 10 tahun 7,3 – 9%, Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP); 90-100 USD/barel, Lifting Minyak Bumi 650-680 ribu barel/hari dan Lifting Gas Bumi 1.040-1.150. setara minyak, ribu barel/hari. 
 
Terkait dengan indikator kesejahteraan, Said berpandangan bahwa tingkat kemiskinan akan mencapai 7,5-8,5%, tingkat pengangguran Terbuka 5,3 – 6%, Rasio Gini 0,375-0,378, Indeks Pembangunan Manusia 73,3-73,4, Nilai Tukar Petani 105-107 dan Nilai Tukar Nelayan 107-108. 
 
Sementara itu, pendapatan Negara berkisar Rp. 2.296,64 – 2.507,8 triliun, yang terdiri dari penerimaan, penerimaan perpajakan berkisar Rp. 1.936,14 – 2.050,58 triliun, penerimaan Negara Bukan Pajak Rp. 385,5 – 455,22 triliun, dan enerimaan hibah Rp. 2 triliun. Untuk Belanja Negara berkisar Rp. 2.829,8 – 3.116,88 triliun yang terdiri dari; Belanja Pusat Rp.2.019,9 – 2.276,6 triliun, Transfer ke Daerah dan Desa Rp. 809,9 – 840,73 triliun, Defisit berkisar (2,85% PDB).
 
Pembiayaan diantaranya SBN Netto sebesar Rp. 600,8- 902,2 triliun. Investasi Netto Rp. 65,6 – 205,0 triliun dan rasio utang terhadap PDB sebesar 40,58-42,35 % PDB. 

 

NERACA


Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menyampaikan pandangannya terkait dengan postur APBN 2023 ditengah kondisi pandemi covid yang belum usai ditambah dengan peran antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung reda. "Sontak saja, perang tersebut menyebabkan supply shock bahan pangan dan energi. Dampaknya, inflasi mebumbung tinggi yang menjalar dibanyak kawasan," kata Said seperti dikutip dalam keterangannya, Rabu (3/8).

Situasi tersebut, kata Said, tentu ada untung ruginya buat ekonomi. Efek kenaikan harga komoditas global di Kuartal IV tahun 2021 berdampak penerimaan perpajakan melampaui target, setelah dua belas tahun berturut turut kita mengalami short fall pajak. Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020. 

"Dilain hal kita harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi, yakni BBM, LPG dan listrik. Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan kita telah lama menjadi importir minyak bumi. Biaya tambahan juga kita butuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai kita rasakan disejumlah bahan pangan impor," jelasnya. 

Ia menjelaskan apabila di sejumlah serial meeting tingkat Menteri G20 dan puncaknya pada KTT G20 pada November 2022 nanti tidak membuahkan hasil nyata untuk mengatasi supply shock pangan dan energi dunia, maka pada tahun depan masih akan menghadapi situasi ekonomi yang kurang lebih sama seperti tahun ini. "Bila KTT G20 bisa menganulir berbagai pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global, langkah itu akan membuka pasokan logistik global pulih secara perlahan," jelasnya. 

Sementara itu, pada 2023 Indonesia perlu mewaspadai kesiapan fiskal, mengingat tahun depan kita harus kembali pada defisit pembiayaan APBN dibawah 3 persen PDB. "Kita tidak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal. Oleh sebab itu senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang di topang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer," jelasnya. 

Pertumbuhan ekonomi optimis bisa diraih ke level lima persenan jika mampu mengelola inflasi dengan baik. Dengan inflasi terkendali dengan baik, maka permintaan domestik (konsumsi rumah tangga) sebagai pilar penting pertumbuhan ekonomi selama ini akan terjaga. "Kita masih peluang besar seiring masih relative tingginya harga komoditas ekspor. Oleh sebab itu porsi ekspor dalam mendorong permintaan perlu terus ditingkatkan, agar tidak semata mata mengandalkan permintaan domestik. Inilah saatnya kita melakukan transformasi ekonomi untuk lebih outward looking," jelasnya. 

Oleh sebab itu, kata Said, Indonesia tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru. Selama rentang 2014-2019, Indonesia hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru. 

"Dari sisi investasi kita perlu lebih giat mendorong investasi pada mesin mesin dan peralatan serta hak kekayaan intelektual. Pengeluaran untuk barang modal atau PMTB kita selama ini lebih dari 70 persen di dominasi oleh bangunan, kontribusi mesin, peralatan dan hak kekayaan intelektual masih rendah. Karena konsentrasi investasi masih pada sektor bangunan, akibatnya daya dukung produksi barang belum memadai, ditambah sumber daya manusia yang belum mempuni, dan tingginya biaya logistik, hal ini menjawab persoalan mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita masih tinggi di level 6,24 pada tahun lalu," katanya. 

Lebih dari 30 persen belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Melalui undang undang ini pemda diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar, seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya. Dengan menjalankan undang undang ini dengan baik, kontribusi pembangunan didaerah akan jauh lebih besar effortnya. Sehingga tumpuan pembangunan tidak hanya mengandalkan belanja pusat. 

"Jika kita mampu disiplin dalam mengelola target, serta cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan, serta berkaca dari kemampuan kita cepat melakukan recovery ditahun 2021, maka saya memperkirakan postur APBN kita pada tahun 2023 antara lain pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5%, Inflasi ±4%, Kurs (Rp/USD) 14.400-14.700, Suku Bunga SUN 10 tahun 7,3 – 9%, Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP); 90-100 USD/barel, Lifting Minyak Bumi 650-680 ribu barel/hari dan Lifting Gas Bumi 1.040-1.150. setara minyak, ribu barel/hari. 

Terkait dengan indikator kesejahteraan, Said berpandangan bahwa tingkat kemiskinan akan mencapai 7,5-8,5%, tingkat pengangguran Terbuka 5,3 – 6%, Rasio Gini 0,375-0,378, Indeks Pembangunan Manusia 73,3-73,4, Nilai Tukar Petani 105-107 dan Nilai Tukar Nelayan 107-108. 

Sementara itu, pendapatan Negara berkisar Rp. 2.296,64 – 2.507,8 triliun, yang terdiri dari penerimaan, penerimaan perpajakan berkisar Rp. 1.936,14 – 2.050,58 triliun, penerimaan Negara Bukan Pajak Rp. 385,5 – 455,22 triliun, dan enerimaan hibah Rp. 2 triliun. Untuk Belanja Negara berkisar Rp. 2.829,8 – 3.116,88 triliun yang terdiri dari; Belanja Pusat Rp.2.019,9 – 2.276,6 triliun, Transfer ke Daerah dan Desa Rp. 809,9 – 840,73 triliun, Defisit berkisar (2,85% PDB).

Pembiayaan diantaranya SBN Netto sebesar Rp. 600,8- 902,2 triliun. Investasi Netto Rp. 65,6 – 205,0 triliun dan rasio utang terhadap PDB sebesar 40,58-42,35 % PDB. 

BERITA TERKAIT

Kinerja Finansial dan Sosial Diakui, PT Insight Investments Management Raih Penghargaan Internasional

  NERACA Jakarta – PT Insight Investments Management (PT IIM) kembali menorehkan prestasi baik di tingkat internasional maupun nasional. Produk…

Konsolidasi BUMN Logistik Bangun Kekuatan Besar

  NERACA Jakarta - Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, rencana konsolidasi BUMN-BUMN…

Partisipasi Masyarakat Jadi Kunci Perbaikan Layanan Publik

  NERACA Jakarta – Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) Otok Kuswandaru mengatakan bahwa…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Kinerja Finansial dan Sosial Diakui, PT Insight Investments Management Raih Penghargaan Internasional

  NERACA Jakarta – PT Insight Investments Management (PT IIM) kembali menorehkan prestasi baik di tingkat internasional maupun nasional. Produk…

Konsolidasi BUMN Logistik Bangun Kekuatan Besar

  NERACA Jakarta - Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, rencana konsolidasi BUMN-BUMN…

Partisipasi Masyarakat Jadi Kunci Perbaikan Layanan Publik

  NERACA Jakarta – Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) Otok Kuswandaru mengatakan bahwa…