NERACA
Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan seorang advokat atau pengacara harus menguasai ilmu filsafat hukum dan asas teori dalam menekuni profesinya.
"Sebagai seorang pembela di pengadilan atau seseorang yang mewakili kepentingan klien ia harus brilian," kata Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej pada kegiatan peluncuran pelatihan arah pendidikan hukum berkelanjutan di organisasi advokat yang dipantau di Jakarta, Jumat (12/11).
Hal tersebut sangat penting. Sebab, dalam menjalankan profesi sebagai advokat tugas utamanya ialah memberikan pelayanan di bidang hukum yang mumpuni kepada pencari keadilan melalui jalur ranah peradilan.
Secara pribadi, Prof Edward Omar Sharif mengaku cukup miris dengan kondisi pengetahuan dan kemampuan para advokat-advokat yang baru atau muda saat ini.
Pernyataan dan pandangan tersebut disampaikannya karena beberapa kali memberikan materi atau kuliah kepada calon-calon advokat. Saat menjadi pemateri Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), banyak calon advokat yang tidak memahami, tidak mengerti dan tidak tahu tentang teori dan asas-asas hukum.
Padahal, sambung dia, apa yang ditanyakannya kepada calon-calon advokat tersebut sangat penting sekali untuk dikuasai.
"Itu sangat memprihatinkan soal penguasaan teori dan asas-asas hukum terutama bagi advokat," kata dia.
Oleh karena itu, dalam menghadapi era 5.0 setiap individu tidak terkecuali advokat harus lebih bisa mengembangkan kapasitas diri dan kemampuannya.
Hal itu termasuk pula kepada pengembangan dan peningkatan pengetahuan. Sebab, sebuah profesi yang bermuara pada pelayanan masyarakat harus betul-betul maksimal diberikan agar profesional dan proporsional.
Kemudian Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan menjadi seorang advokat di Indonesia terlalu mudah, padahal pengacara adalah profesi suci dan mulia.
"Mungkin ini perlu menjadi perhatian bagi Pak Luhut dan Pak Juniver yang punya organisasi advokat. Saya pikir untuk menjadi advokat itu harus ketat," kata Wamenkumham.
Ia menyebutkan sekitar 10 atau 12 tahun lalu, Prof. Omar Sharif Hiariej pernah melakukan sebuah penelitian yang mengangkat tentang pola rekrutmen dan jenjang karier aparat penegak hukum.
Yang menjadi responden penelitian tersebut ialah para polisi, advokat, jaksa, dan hakim. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa rekrutmen masih menjadi masalah tersendiri.
Untuk menjadi jaksa, hakim, dan polisi masing-masing sudah ada sekolah melalui pendidikan dan latihan. Namun, untuk menjadi seorang advokat, boleh dikatakan seorang lulusan baru yang menyandang gelar sarjana hukum, cukup mengikuti pendidikan beberapa minggu atau beberapa bulan saja maka sudah bisa menjadi seorang advokat.
"Saya kira seharusnya tidak semudah itu," kata Prof. Omar Sharif Hiariej.
Dalam penelitian yang dilakukan beberapa tahun silam tersebut, dia juga membandingkan antara pendidikan aparat penegak hukum di Indonesia dengan Belanda. Ant
NERACA Malang, Jawa Timur - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan bagian ikhtiar dari Presiden…
NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyebut arsip berperan penting dalam mewujudkan reformasi…
NERACA Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memahami bahwa sentralitas…
NERACA Malang, Jawa Timur - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih merupakan bagian ikhtiar dari Presiden…
NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyebut arsip berperan penting dalam mewujudkan reformasi…
NERACA Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memahami bahwa sentralitas…