Di Kota Bandung, ada sebuah bangunan tua peninggalan kolonial yang berfungsi menyalurkan air bersih. Namanya Gedong Cai Tjibadak, yang berlokasi di Jalan Cidadap Girang, Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap.
Dalam rangka Hari Sungai Sedunia, pada Minggu (26/9) Komunitas Cai menggelar kegiatan susur sungai dari mata air di kawasan Ledeng. Hari Sungai Sedunia sendiri diperingati setiap tahun pada hari Minggu keempat bulan September dikutip dari CNN Indonesia.com.
Ada belasan peserta yang mengikuti kegiatan ini. Bagi Komunitas Cai yang diinisiasi warga RW 05, Kelurahan Ledeng, peringatan Hari Sungai Sedunia tahun ini adalah upaya menumbuhkan rasa cinta merawat sungai beserta ekosistem yang ada. Mereka mengikuti kegiatan susur jalur air dengan menyusuri Jalan Sersan Surip, sebuah jalan kecil di belakang terminal Ledeng hingga ke Kampung Babakan di sebelah timur.
Dari Kampung Babakan, para peserta kemudian memasuki kawasan semi hutan yang sebagian lahannya diolah warga untuk berladang. Tak hanya itu, peserta juga dibawa melintasi hutan dengan pohon-pohon lebat, ladang berundak-undak, dan jalan setapak yang masih tanah.
Bahkan, mereka ikut menyusuri jalur Sungai Cipaganti yang bersumber dari berbagai mata air yang berada di kawasan Ledeng. Di kawasan semi-hutan inilah sejarah Ledeng bermula. Terdapat sebuah mata air yang sudah dipelihara Belanda sejak tahun 1921 alias satu abad yang lalu. Namanya, Gedong Cai Tjibadak.
Menurut warga asli sekitar Gedong Cai, asal usul kawasan yang kini dikenal dengan nama Ledeng ini mulanya bernama Kampung Cibadak. Adapun nama Cibadak secara epistemologi berarti Cai Badag atau air yang melimpah.
Pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa ketika itu, menjadikan sumber mata air yang melimpah dari tempat ini dibendung dengan mendirikan bangunan pelindung mirip benteng. Fungsi bangunan sendiri untuk menyadap air dari mata air kemudian dialirkan melalui saluran pipa besar yang ditanam di dalam tanah. Bangunan pelindung itulah yang kemudian dikenal dengan nama Gedong Cai.
Adapun pipa-pipa saluran air menjadi cikal bakal nama 'ledeng' yang diambil dari bahasa Belanda, 'leiding'. Selain untuk mengaliri kebutuhan air ke seluruh kota dan perkebunan, pembangunan ini juga bertujuan dalam rangka mempersiapkan Bandung sebagai ibu kota Hindia Belanda.
"Gedong Cai Tjibadak adalah bangunan zaman Belanda yang pembangunannya banyak dibantu sama orang pribumi. Dulu, ada yang merawatnya namanya Mbah Eman," kata Budi Nugraha, pegiat Komunitas Cai yang juga pemuda RW 05 Cidadap Girang. Gedong Cai Tjibadak di masa awal mampu mengalirkan debit air 50 liter per detik. Kapasitas tersebut mampu memenuhi hampir 80 persen kebutuhan air masyarakat Kota Bandung saat itu.
Namun, kini hanya tersisa 19 liter per detik. Penurunan signifikan ini dipicu oleh minimnya resapan air dampak dari pembangunan di Ledeng dan sekitarnya. "Sekarang bangunan ini jadi aset PDAM. Tapi debit airnya kecil karena banyak pembangunan. Kalau dulu bisa mengalir sampai Badaksinga, sekarang ini cuma mengaliri sampai Cipaganti," ujar Budi.
Budayawan Sunda, Hawe Setiawan mengungkapkan, mata air dahulu kala diperlakukan sehormat-hormatnya. Bagi orang Sunda, air adalah sumber kehidupan. Tak heran apabila banyak tempat di Bandung yang namanya berawalan 'Ci' yang maknanya ialah air.
Meski begitu, di memasuki era modern saat ini mata air banyak yang hilang seiring pembangunan pemukiman dan sarana rekreasi. Di sekitar Gedong Cai, Hawe mencatat ada puluhan mata air. "Ada puluhan seke (mata air), terus saya mencatat ada puluhan satwa seperti landak, lasun, burung elang dan belum lagi tumbuh-tumbuhan. Cuma masalahnya tanahnya ini di sini sudah dikuasai korporasi swasta," ucapnya.
Hawe bersama sejumlah komunitas hingga saat ini terus menginventarisir jenis satwa dan tumbuhan yang masih eksis di sekitar Gedong Cai. Hal itu dilakukan agar masyarakat semakin mencintai keberadaan hutan kota yang penuh dengan keanekaragaman hayati.
Adapun Gedong Cai, bangunan bersejarah ini sudah ditetapkan sebagai Struktur Cagar Budaya dalam Perda Pengelolaan Cagar Budaya Nomor 07 Tahun 2018. "Yang tidak kalah pentingnya bagi saya ekosistem di sekeliling Gedong Cai. Untuk jenis bambu saja ada 48 jenis yang ditemukan di sini. Maka dari itu, selain cagar budaya tetapi juga walau tanah di sini hak milik, saya harapkan tetap difungsikan bagi kemaslahatan orang banyak terutama bagian dari sabuk hijau Bandung utara," tuturnya.
NERACA Jakarta - Vila mewah Xerana Resort siap untuk dibangun di kawasan Pantai Pengantap, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dengan luas…
NERACA Jakarta – Caffè Vergnano 1882, salah satu merek kopi paling bergengsi dari Italia, resmi membuka outlet pertamanya di Indonesia, menandai…
NERACA Jakarta - Selebriti Mikha Tambayong didaulat menjadi duta pariwisata Taiwan pertama di Indonesia. Dihadapan para awak media Mikha menceritakan…
NERACA Jakarta - Vila mewah Xerana Resort siap untuk dibangun di kawasan Pantai Pengantap, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dengan luas…
NERACA Jakarta – Caffè Vergnano 1882, salah satu merek kopi paling bergengsi dari Italia, resmi membuka outlet pertamanya di Indonesia, menandai…
NERACA Jakarta - Selebriti Mikha Tambayong didaulat menjadi duta pariwisata Taiwan pertama di Indonesia. Dihadapan para awak media Mikha menceritakan…