Butuh Keteladanan Budaya Hemat Energi

NERACA

Jakarta—Banyak kalangan meragukan program penghematan energi yang dicanangkan pemerintah berjalan efektif. Pasalnya, membangun budaya hemat bukan hal yang mudah. Apalagi soal Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kini diributkan banyak pihak.

"Membangun budaya hemat itu lewat sistem yang bagus dan menjadikan pemimpin di setiap unit kerja di setiap daerah harus menjadi teladan," kata pengamat kebijakan publik UI Andrinof Chaniago kepada Neraca, Selasa (5/6)

Menurut dia, budaya hemat itu harus muncul dari kesadaran. Karena kesadaran itu membutuhkan kekuatan panutan dan rasionalisasi dari pemimpin. "Pemimpin harus mempunyai kesadaran untuk membentuk role model di sekitar lingkungannya, " katanya.

Selain masalah sistem, kata Andrinof, kebijakan penghematan BBM tersebut juga memerlukan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), sehingga penerapannya tidak ngawur. Karena itulah dibutuhkan pengawasan internal yang kuat. "Artinya, cara mengkonsumsi tentunya perlu diawasi dan tidak cukup hanya dengan memasangkan stiker, dan harus dikendalikan sesuai dengan pelanggaran," jelasnya.

Andrinof mengaku prihatin karena mentalitas dan sikap boros masih dimiliki oleh sejumlah pejabat negara saat ini. "Indikasi boros itu kuat dari pemakaian anggaran di APBD/APBN dan perilaku keseharian sudah kelihatan, bagaimana menggunakan listrik, BBM dan air," ujarnya.

Lebih jauh dia menyarankan agar imbauan presiden itu efektif. Maka diperlukan sistem kontrol berjenjang, yakni atasan mengawasi satu level di bawahnya. "Karena himbauan itu terlalu umum dan normatif, diperlukan sistem kendali yang berjenjang di mana atasan mengontrol satu level dibawah dan seterusnya," ujarnya.

Menurut dia, selain imbauan penghematan BBM tersebut memerlukan Juklak dan Juknis, juga diperlukan perumusan komprehensif menyusul lima kebijakan penghematan BBM yang dibuat presiden itu.

Bahkan menurut peneliti Indef Prof Dr Ahmad Erani Yustika, kebijakan penghematan dengan melarang mobil dinas (mobdin) menggunakan Pertamax dinilai salah kaprah.  “Cara yang mengharuskan mobil pemerintah  memakai BBM non subsidi ini sangat sulit diawasi. Karena bisa saja mereka mengganti dengan plat hitam. Pokoknya program ini salah kaprah,” katanya kemarin.

Guru Besar FE Unibraw itu justeru meminta pemerintah lebih fokus menyusun regulasi konversi BBM ke BBG pada tahun ini ketimbang membuang energi memikirkan kebijakan pembatasan yang justru membingungkan masyarakat.

Alasannya, keberadaan regulasi tersebut bisa mempercepat pembangunan infrastruktur untuk konversi BBM ke BBG, terutama SPBG dan penyediaan konverter kit. Sehingga program penghematan bisa terlaksana. ”Pemerintah kelihatan panik melihat situasi sekarang dan menjadi kehilangan akal sehat untuk mencari kebijakan yang bermanfaat,” tegasnya.

Saat ini, kata Erani lagi, sebenarnya pemerintah menyadari ketidaksiapannya menjalankan program pembatasan. Karena banyak hambatan dan masalah. Selain itu malah menimbulkan pasar gelap. Bahkan pembatasan itu juga bisa mengakibatkan ketidakpastian yang berdampak buruk pada stabilitas sosial dan politik.

Tidak Efektif

Menyinggung soal beberapa kepala daerah yang menggunakan sarana transportasi umum ketimbang mobil pribadi, kata Erani, sangat baik untuk dicontoh masyarakat. Namun cara itu tidak terlalu efektif. Pasalnya, itu bukan fokus ke penghematan soal BBM.

“Kalau program yang sekarang ini kan mobil berplat merah harus memakai BBM non subsidi. Namun masih dibebankan kepada negara, ya sama saja memberatkan APBN,” ungkapnya

Yang jelas, Erani mengaku lucu pembatasan tersebut. ”Pembatasan mobil berplat merah itu juga lucu. Memang kantung untuk subsidi premium berkurang, tapi akhirnya kantung untuk belanja di kementerian kan juga meningkat untuk belanja Pertamax. Ini rancu,” tukasnya

Bukan cuma pemda yang kelihatan tak siap, bahkan swastapun juga bingung. Sebelumnya, kalangan pelaku usaha meminta pemerintah segera memperjelas kebijakan energi yang berkaitan dengan sektor otomotif karena perang wacana membuat iklim usaha menjadi kurang kondusif. "Beberapa waktu yang lalu, pemerintah batal menaikkan harga BBM bersubsidi, tapi lantas mewacanankan pembatasan BBM bersubsidi,” kata Presdir Ranyza Sejahtera Group Harianja Tambunan.

Menurut dia,  pada saat yang bersamaan, pemerintah ingin mendorong agar kendaraan bermotor melakukan konversi energi ke bahan bakar gas (BBG) untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Namun, penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) tidak dilakukan signifikan. "Akibatnya, rencana pemerintah yang mewajibkan pemasangan alat konverter bagi angkutan umum dan kendaraan dinas pemerintah belum mengalami kemajuan yang berarti," tambahnya.

Agar sektor otomotif berkembang, kebijakan energi yang akan mendorong pertumbuhan industri otomotif harus jelas dan terarah supaya tidak terjadi kontra produktif. "Sekarang ada wacana lagi untuk mengembangkan mobil hybrid dan pelaku usaha mendukung program tersebut selama bermanfaat bagi masyarakat," paparnya.

Di sektor energi, pemerintah harus mengedepankan visi penghematan konsumsi energi di segala bidang usaha dengan tetap menjaga neraca energi nasional seimbang. "Kalau untuk menghemat BBM lantas pemerintah memangkas penjualan mobil dan motor dengan menaikkan DP [uang muka], ini tidak produktif. Pertumbuhan industri otomotif pasti akan menurun," tuturnya. iwan/mohar/cahyo

 

BERITA TERKAIT

Demi Pertumbuhan Ekonomi, Diskon Tarif Tol Kembali Digulir

NERACA Jakarta -Guna menjaga daya beli masyarakat dan stimulus ekonomi,  pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo bakal memberikan…

EMPAT MOU KERJA SAMA CHINA-INDONESIA: - Perkuat Rantai Pasok dan Kemitraan Industri

  Jakarta-Indonesia dan China memperkuat kerja sama. Hal ini ditunjukkan dengan penandatangan empat nota kesepakatan (Memorandum of Understanding-MoU) dan delapan…

PENYEBAB BADAI PHK TAHUN INI: - Indef Ungkap 3 Faktor Pendorong PHK

  Jakarta- Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memperkirakan  jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mencapai 280…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Demi Pertumbuhan Ekonomi, Diskon Tarif Tol Kembali Digulir

NERACA Jakarta -Guna menjaga daya beli masyarakat dan stimulus ekonomi,  pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo bakal memberikan…

EMPAT MOU KERJA SAMA CHINA-INDONESIA: - Perkuat Rantai Pasok dan Kemitraan Industri

  Jakarta-Indonesia dan China memperkuat kerja sama. Hal ini ditunjukkan dengan penandatangan empat nota kesepakatan (Memorandum of Understanding-MoU) dan delapan…

PENYEBAB BADAI PHK TAHUN INI: - Indef Ungkap 3 Faktor Pendorong PHK

  Jakarta- Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memperkirakan  jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mencapai 280…