Koperasi Syariah Pasca PP No 7/ 2021

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah 

Dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pemerintah (PP). Dimana dalam turunan tersebut ada PP No 7 Tahun 2021 yang berisi tentang Kemudahan, Perlundungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Di PP No 7 Tahun 2021 inilah disebutkan, bahwa untuk  mendirikan sebuah koperasi cukup oleh 9 orang saja, dan tak perlu sampai 20 orang seperti yang ada pada UU Perkoperasian No 25 Tahun 1992. Lantas bagaimana dengan dengan gerakan koperasi syariah dalam merespon PP tersebut?

Perlu diketahui dasar praktek koperasi syariah sejauh ini mengacu pada Permenkop nomor 16 Tahun 2015 tentang Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Permenkop nomor 11 Tahun 2017, sehingga sangat jelas sekali, bagaimana dalam mengelola koperasi syariah yang benar tersebut dalam peraturanya. Namun dengan adanya PP No 7 Tahun 2021 tersebut hanya berpengaruh pada penyerderhanaan tentang  pengelola koperasi syariah beserta perangkatnya saja, seperti Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang semula ditekankan 2 orang dengan adanya peraturan tersebut bisa 1 orang DPS saja, begitu juga dengan Dewan Pengawas Koperasi juga jumlahnya disederhanakan pula.  Dengan adanya peraturan terbaru tersebut  diharapkan akan mendorong kepada komunitas masyarakat yang ingin  mendirikan koperasi dengan mudah.

Esensi tentang pendirian koperasi atau koperasi syariah yang perlu kita ketahui bersama bukan pada segi kemudahan dalam mendirikan serta penyerderhanaan jumlah anggota pendiri saja, tapi bagaimana keberlangsungan jangka panjang dari koperasi itu sendiri, mulai dari berdiri hingga beroprasi? Itu sangat penting. Hal ini tak lepas dari keberadaan koperasi yang ada selama ini sebagai alternatif dalam akses permodalan masyarakat ketika lembaga keuangan lain “pelit” dalam menyalurkan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dengan potret yang demikian, tentunya dalam mendirikan dan mengelola koperasi  harus dijalankan dengan cara  profesional, prudent (penuh dengan kehati – hatian) dan mengutamakan manajemen risiko sebagai dasar pemikirannya.

Bagaimana mengelola koperasi yang benar itu? Inilah yang sebenarnya menjadi tantangan tersendiri  bagi koperasi pasca terbitnya PP PP No 7 Tahun 2021. Bagaimana kita  bisa mengelola koperasi yang benar, apabila kesadaran dari anggota pada koperasi juga rendah dengan banyak praktek mengemplang pembayaran angsuran sehingga menjadikan pembiayaan macet di koperasi.  Begitu juga, bagaimana kita mau mengembangkan koperasi yang benar apabila para pengelola koperasi tak mau belajar  profesionalisme menejemen koperasi yang benar. Pemahaman ini yang sebenarnya menjadi agenda besar dalam mendirikan koperasi atau koperasi syariah. Dengan demikian pendirikan koperasi bukan sekedar  berkonotasi  koperasi merpati atau pedati saja yang artinya motivasi mendirikan koperasi karena program  dan iming – imingan janji. Tapi mendirikan koperasi dikarenakan visi dan misi koperasi ingin mensejahterakaan ekonomi masyarakat.

Untuk itu, pasca terbitnya  PP No 7 Tahun 2021 harus diiringi dengan pembenahan dan cara berfikir mendirikan koperasi. Dimana koperasi adalah lembaga badan hukum selain perseroan (PT), yang bertujuan dalam melaksanakan kegiatan usaha dan berorientasi untuk  mensejahteraan para anggotanya. Maka dari itu koperasi harus mampu dipercaya, menguntungkan dan selalu mengedepankan kehati – hatian dalam operasionalnya. Dengan demikian keberlangsungan jangka panjang mendirikan koperasi atau koperasi syariah lebih utama, dari pada mudah mendirikan namun cepat mengalami “mati suri”. Sekian.

BERITA TERKAIT

Statistik dan Sensus

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Solo   Perdebatan tentang jumlah kemiskinan di republik ini…

Hingga Mei, Kebijakan Fiskal Tetap Ekspansif

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…

Rebana Jadi Katalis Pertumbuhan

Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian   Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…

BERITA LAINNYA DI

Statistik dan Sensus

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Solo   Perdebatan tentang jumlah kemiskinan di republik ini…

Hingga Mei, Kebijakan Fiskal Tetap Ekspansif

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…

Rebana Jadi Katalis Pertumbuhan

Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian   Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…