NERACA
Jakarta - PT Pertamina (Persero) telah merampungkan pembangunan tanki di 12 lokasi terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tersebar di berbagai daerah wilayah Indonesia Timur untuk memperkuat infrastruktur BBM dengan total tambahan kapasitas 65.000 KL.
Pembangunan tanki BBM tersebut berlokasi di Badas (Nusa Tenggara Barat), Pare-Pare (Sulawesi Selatan), Ternate (Maluku Utara), Masohi (Maluku), Bula (Maluku), Dobo (Maluku), Labuha (Maluku), Saumlaki (Maluku), Namlea (Maluku), Wayame (Maluku), Merauke (Papua), dan Nabire (Papua). Saat ini, masih ada 2 (dua) proyek yang dalam proses penyelesaian berada di Waingapu dan Maumere (Nusa Tenggara Timur).
Selain pembangunan Tanki BBM, Pertamina juga berencana membangun 4 (empat) infrastruktur LPG di wilayah Indonesia yang meliputi Terminal LPG dan Jetti di Tenau Kupang NTT, Bima NTB, Wayame Maluku dan di Jayapura Papua.
“Untuk infrastruktur di Indonesia Timur baik LPG maupun BBM yang dapat menambah pasokan dan juga kehandalan infrastruktur energi nasional. Ini semuanya akan dapat kita selesaikan di tahun ini. Kita akan percepat untuk BBM karena ini sangat penting juga untuk Indonesia Timur,” ujar Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.
Sementara itu, Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina, Agus Suprijanto menjelaskan dalam rangka mewujudkan salah satu prioritas Program Nawacita Presiden Joko Widodo, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, sejak tahun 2019 Pertamina fokus membangun infrastruktur BBM dan LPG di wilayah Indonesia Timur.
Pembangunan infrastruktur BBM dan LPG dalam rangka penyedian energi nasional ini dalam Renvana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina tahun 2021.
“Pertamina akan memastikan pembangunan infrastruktur yang masih on progress dapat diselesaikan sesuai jadwal waktu yang ditetapkan,” jelas Agus.
Lebih dari itu, demi meningkatkan pasokan energi di kawasan timur Indonesia (KPI), Pertamina melalui subholding Refining & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) akan membangun sejumlah fasilitas yang dapat membuka serta memperluas akses bagi masuknya produk minyak mentah dari luar daerah ke Refinery Unit (RU) VII Kasim, Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Fasilitas yang akan dibangun adalah jetty (pelabuhan khusus minyak bumi) dengan kapasitas 50.000 DWT (deadweight tonnage/tonase bobot mati) yang memungkinkan kapal berkapasitas 200.000–250.000 barel minyak mentah dapat bersandar. Selain itu, KPI juga akan membangun 4 buah tangki berkapasitas masing-masing 110.000 barel sehingga ketahanan pasokan RU VII dapat meningkat menjadi 40 hari.
Sehingga dengan kapasitas produksi sebesar 10.000 barrel per stream day (BPSD) per hari, kilang RU VII Kasim menghasilkan produk Premium, Biosolar B-30, dan Marine Fuel oil (MFO). Sebagai satu-satunya kilang di wilayah Indonesia timur, Kilang RU VII Kasim menjadi andalan masyarakat dalam memastikan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Sorong Raya, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Namun, pemenuhan kebutuhan BBM oleh kilang RU VII Kasim di wilayah tersebut saat ini masih sangat rendah, yaitu 10–20%, sedangkan kekurangannya disupply dari kilang RU V Balikpapan. Di samping itu, berkurangnya pasokan minyak mentah dari produsen makin menurunkan kapasitas pengolahan kilang (turn down capacity) menjadi 6000 BPSD saja.
Corporate Secretary KPI Ifki Sukarya menjelaskan, proyek bertajuk Open Access Pembangunan Jetty III dan Tanki Timbun ini ditargetkan tidak hanya akan mengembalikan kapasitas desain kilang RU VII, tetapi juga dalam jangka panjang berpotensi dapat meningkatkan kapasitas hingga 50.000 BPSD.
“Dengan kapasitas sebesar itu, kilang RU VII akan bisa memenuhi 100% kebutuhan BBM di kawasan timur Indonesia. Proyek ini diharapkan akan menjadi barometer pembangunan energi di kawasan Terdepan, Tertinggal, Terluar (3T). Masyarakat pun bisa mendapatkan multiplier effect dari pengembangan kilang RU VII ini,” terang Ifki.
Ifki melanjutkan, EPC (Engineering, Procurement, Construction) proyek Open Access dikerjakan secara sinergis dan kolaboratif oleh konsorsium PT Hutama Karya (Persero) [HK]-PT Gerbang Sarana Baja sebagai kontraktor EPC serta PT Inti Karya Persada Tehnik sebagai konsultan manajemen proyek.
“Sebelum pekerjaan pembangunan dimulai, sosialisasi kepada pemangku kepentingan utama telah dilakukan oleh tim manajemen dari kontraktor EPC dan RU VII sejak 12 Januari 2021. Dalam sosialisasi dijelaskan bahwa pada hakikatnya proyek ini bertujuan untuk memberikan energi, ‘Energizing You’, kepada para pemangku kepentingan utama,” ujar Ifki.
NERACA Indramayu – Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Taufan Marhaendrajana,…
NERACA Jakarta - Pemerintah terus memperkuat stabilitas sektor industri padat karya melalui deregulasi dan perlindungan tenaga kerja guna mencegah potensi…
NERACA Jakarta – Industri wastra atau kain tradisional Indonesia seperti batik dan tenun sangat erat kaitannya dengan perkembangan industri fesyen…
NERACA Indramayu – Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Taufan Marhaendrajana,…
NERACA Jakarta - Pemerintah terus memperkuat stabilitas sektor industri padat karya melalui deregulasi dan perlindungan tenaga kerja guna mencegah potensi…
NERACA Jakarta – Industri wastra atau kain tradisional Indonesia seperti batik dan tenun sangat erat kaitannya dengan perkembangan industri fesyen…