Jakarta – Di tengah beban bunga obligasi rekap perbankan yang ditanggung pemerintah setiap tahun Rp 60 triliun, ternyata ini memberi peluang kepada bank asing dapat membeli obligasi rekap tersebut melalui penjualan langsung. Jika Kementerian Keuangan tidak segera mengatur tatacara penjualan surat berharga itu kepada asing, maka tak pelak lagi mayoritas kepemilikan saham bank BUMN secara bertahap bisa jatuh ke tangan investor asing.
NERACA
Indikasi minat asing mengincar obligasi rekap ini terlihat jelas. "Ada beberapa bank yang akan memberikan pinjaman. Saya belum bisa disclose sekarang. Tapi saya jamin konkret. Prosesnya dalam beberapa minggu ke depan bisa selesai dan kami bisa cerita bagaimana perkembangannya," ujar Dirut Bank Mandiri Zulkifli Zaini di Jakarta, pekan ini.
Bahkan Direktur Treasury, Financial Institution & Special Asset Management Bank Mandiri Royke Tumilaar menambahkan, ada tiga bank asing yang bakal membeli obligasi rekap Bank Mandiri. Pembelian ini dengan skema pinjaman valas senilai kurang lebih Rp 3 triliun. "Kami ingin obligasi rekap ini bisa juga sekalian untuk pembiayaan. Walau sebetulnya untuk pembiayaan valas Bank Mandiri belum terlalu membutuhkan," tuturnya.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memang sekarang berharap bisa melepas obligasi rekap yang tersedia diperjualbelikan (available for sale –AFS) senilai Rp 54 triliun. Salah satu langkah yang ditempuh adalah meminta pemerintah dan BI untuk buy back obligasi. Jika tidak, perseroan akan melepas ke pihak asing. Padahal, langkah ini akan berujung pada penguasaan asing ke depan.
Saat ini Mandiri memiliki obligasi rekap sebesar Rp78 triliun dengan AFS Rp54 triliun dan hold to maturity sebesar Rp24 triliun. Pihak manajemen bank telah menyiapkan sejumlah strategi untuk melepas obligasi rekap, mulai buy back (pembelian kembali) oleh pemerintah, penjualan kepada Bank Indonesia (BI) dan pelepasan ke investor.
Untuk cara pertama bisa ditempuh dengan dua mekanisme. Dijual tersendiri atau digabungkan dengan aset lain dari Bank Mandiri yang berpotensi dijual. "Ketiga strategi tersebut berjalanan parelel. Kita lihat mana yang bisa lebih dulu dilakukan," ujar Zulkifli.
Lemahkan Pemerintah
Namun pengamat perbankan Ahmad Deni Danuri menilai, pemerintah seharusnya buy back obligasi rekap jika masih ingin memperkuat peran percepatan pembangunan perekonomian dan memperkuat struktur perbankan di dalam negeri.
“Kalau pemerintah yang beli jelas ini tidak jadi lahan investasi. Jadi akan memperkuat perbankannya. Tapi kalau asing yang beli, jelas bisa melemahkan penguasaan pemerintah nantinya. Bisa jadi Bank Mandiri milik asing itu. Arah mereka kan ke sana. Maunya gitu”, ujarnya saat dihubungi Neraca, Selasa (22/5).
Meski demikian, Deni mengingatkan perbankan jangan hanya bisa mengumpulkan dana. Lihat saja dividen bank BUMN ke pemerintah minta diturunkan, lalu meminta injeksi tambahan modal harus dialokasikan untuk percepatan pembangunan perekonomian.
“Mereka minta injeksi modal bisa jadi salah satu instrumen perkuat struktur perbankan untuk ekspansi. Tapi yang harus diperhatikan, jangan hanya bisa ngumpulin dana. Buat apa hanya dikumpulin? Tujuan semuanyakan jelas mau dapat uang cash. Ekspansi juga harus jelas, kemana? Untuk masyarakat bukan. Ini harus dipertegas karena yang dipakai juga uang masyarakat dan dari APBN”, ujarnya.
Pengamat perbankan lainnya Paul Sutaryono mengatakan, obligasi rekap Bank Mandiri sebaiknya dibeli oleh perusahaan lokal saja ketimbang dibeli oleh asing. Karena masih banyak perusahaan lokal besar yang mampu membeli obligasi rekap Bank Mandiri tersebut. “Masih ada itu perusahaan besar seperti MNC Group atau CT Group yang mampu membeli,” ujarnya, kemarin.
Paul mengingatkan, sebenarnya kalau mau aman, lebih baik lagi BI yang membeli obligasi rekap tersebut. Dia menganggap, apabila BI yang membeli, uang obligasi rekap itu tidak akan lari kemana-mana. “Uangnya akan aman, karena cuma keluar dari Mandiri terus masuk ke BI,” ujarnya.
Secara terpisah, Dirjen Pengelolaan Utang Kemenkeu Rahmat Waluyanto di Jakarta, kemarin mengatakan, salah satunya yakni obligasi rekap Bank Mandiri ditukar (switching) dengan obligasi pemerintah yang lain.
Menurut dia, penukaran obligasi rekapitalisasi tersebut dimungkinkan, namun, pihak terkait harus menyepakati harga penukaran tersebut. "Dan Bank Mandiri harus mencari berapa harga obligasi rekapitulasi tersebut. Ini kan transaksinya di pasar, jadi harus melihat kondisi pasar juga," kata Rahmat seperti dikutip Antara.
Selain melalui skema switching debt, Bank Mandiri dapat menjual obligasi rekap langsung ke pasar, bank, maupun pihak lain. Bila penjualannya ke pasar, maka transaksinya biasa tanpa ada aturan yang mengikat.
"Tampaknya, kalau Bank Mandiri jual di tengah pasar yang masih jatuh maka akan berpengaruh kepada neraca perusahaan tersebut," katanya.
Opsi selanjutnya adalah pemerintah dapat melakukan "buyback" atas obligasi Bank Mandiri. Namun, ia mengakui anggaran pemerintah untuk "buyback" tidak besar dibandingkan dengan obligasi rekap yang dimiliki oleh Bank Mandiri sebesar Rp50 triliun.
Rahmat mengakui opsi debt swap merupakan pilihan yang terbaik kendati Bank Mandiri tidak mendapatkan likuiditas. Sebelumnya, Bank Mandiri pernah mengkomunikasikan cara mengatasi obligasi rekap kepada pemerintah.
Bank Mandiri berniat melepas obligasi berstatus AFS sebesar Rp 54 triliun itu, lantaran yield terus menurun lantaran referensi penghitungan bunga berubah dari SBI 3 bulan menjadi SPN 3 bulan. Setelah perubahan ini, yield obligasi rekapitalisasi Mandiri hanya 3%, dari sebelumnya di atas 6%. maya/didi/fba
NERACA Jakarta- Belum optimalnya pemanfaatan karbon di dunia industri minyak dan gas, mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan industri berkelanjutan dengan menekankan peran penting inovasi dan teknologi digital dalam Deklarasi Brasil,…
Jakarta-Kementerian Perdagangan berhasil mengamankan lebih dari 1,6 juta unit produk impor ilegal dari China yang tidak memenuhi ketentuan berlaku.…
NERACA Jakarta- Belum optimalnya pemanfaatan karbon di dunia industri minyak dan gas, mendorong Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan industri berkelanjutan dengan menekankan peran penting inovasi dan teknologi digital dalam Deklarasi Brasil,…
Jakarta-Kementerian Perdagangan berhasil mengamankan lebih dari 1,6 juta unit produk impor ilegal dari China yang tidak memenuhi ketentuan berlaku.…