DPR Menyambut Baik KLHK Memutus Kerjasama dengan WWF

Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo menyambut baik dengan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memutus hubungan dengan Yayasan World Wildlife Fund (WWF).

NERACA

Firman Subagyo mengatakan, keputusan  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutus kerja sama dengan Yayasan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia merupakan langkah tepat. Karena kerja sama tersebut tidak lebih baik bagi KLHK.

Angota yang membidangi pertanian lingkungan hidup, kehutanan, kelautan, dan perikanan, serta Bulog itu juga berpendapat, selama kerja sama berlangsung, Sebab ada pihak lain yang menikmati kerja sama tersebut.

“Jadi keputusan KLHK menurut saya sudah sangat tepat. Saya menilai KLHK akan mampu menangani persoalan lingkungan dana kehutanan di bawah kepemimpinan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar. Apalagi Presiden Joko Widodo mempercayai kembali beliau menjadi Menteri LHK. Artinya kinerja dan kemampuannya sudah terbukti,” ujar Firman.

Lebih lanjut, menurut Firman dirinya sudah lama, tepatnya ketika memimpin Komisi IV DPR,  sudah mengusulkan kepada Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan di masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar kerja sama dengan Yayasan WWF Indonesia diakhiri saja. Hal ini karena tidak membawa manfaat yang besar bagi Kementerian Kehutanan saat itu.

“Kalau saat ini KLHK mengakhiri kerja sama,   pastinya saya dukung. Ini langkah yang tepat” kata Firman.

Dalam tanggapannya, politisi senior Partai Golkar ini memberi alasan dukungan atas pemutusan hubungan kerja sama itu. Menurutnya, ada indikasi ketidakberesan dalam kerja sama Yayasan WWF Indonesia dengan KLHK yakni ada dugaan kepentingan lain. “ Apalagi banyak negara lain juga telah mengakhiri kerja sama dengan  WWF,” TAMBAH Firman.

Lebih lanjut dikatakan Firman, jika KLHK sudah mampu menangani bidang lingkungan dan kehutanan dengan baik, memang tidak perlu lagi menjalin kerja sama dengan Non Governmnet Organization (NGO) asing. “Toh, faktanya, dengan kerja sama itu hasilnya tidak lebih baik. Jadi, KLHK tak perlu khawatir dengan  Yayasan WWF itu,” terang Firman.

Audit Yayasan WWF Indonesia

Masih menyoroti  kinerja Yayasan WWF Indonesia, Firman mengusulkan agar KLHK meminta Yayasan WWF Indonesia untuk melakukan audit kinerja dan juga audit investigasi. Hal ini penting untuk transparansi dalam  konteks kerja sama selama ini.

“Selain itu pihak-pihak yang selama ini menyudutkan KLHK akan lebih mengatahui apa yang sesungguhnya terjadi dalam kerja sama tersebut,” ujar Firman.

Seperti diberitakan dalam sejumlah media, KLHK telah  memutus kerja sama dengan Yayasan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia. Hal ini itu tertuang dalam Keputusan Menteri LHK Nomor SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 tentang Akhir Kerja Sama Antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dengan Yayasan WWF Indonesia. Dari surat keputusan yang ditetapkan Menteri LHK Siti Nurbaya pada 10 Januari 2020 tersebut, ada tiga poin kerja sama yang dinyatakan berakhir.

Pertama, perjanjian kerja sama antara KLHK c.q Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan Yayasan WWF Indonesia Nomor 188/DJ-VI/Binprog/1998 dan Nomor CR/026/III/1998 tanggal 13 Maret 1997 dan semua pelaksanaan kerja sama tersebut.

Kedua, semua perjanjian kerja sama antara KLHK yang melibatkan Yayasan WWF Indonesia. Ketiga, semua kegiatan Yayasan WWF Indonesia bersama pemerintah dan pemerintah daerah yang dalam ruang lingkup bidang tugas, urusan, dan kewenangan KLHK.

Pada butir kedua di dalam surat tersebut dinyatakan keputusan yang diambil didasarkan pada hasil evaluasi KLHK. Hasil evaluasi menyatakan, pertama, pelaksanaan kerja sama bidang konservasi dan kehutanan dengan dasar perjanjian kerja sama telah diperluas ruang lingkupnya oleh Yayasan WWF Indonesia. Kedua, kegiatan Yayasan WWF Indonesia dalam bidang perubahan iklim, penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, serta pengelolaan sampah di lapangan, tidak memiliki dasar hukum kerja sama yang sah.

Ketiga, KLHK menemukan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dan pelanggaran kerja lapangan serta melakukan klaim sepihak yang tidak sesuai fakta yang terjadi di lapangan pada tingkat yang sangat serius oleh Yayasan WWF Indonesia.

Surat ini telah disampaikan kepada Yayasan WWF Indonesia secara tertulis. Adapun kerja sama antara Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan WWF Indonesia dinyatakan berakhir dan tidak berlaku sejak 5 Oktober 2019

Seluruh unit kerja KLHK yang mempunyai kerja sama dan ada kegiatan Yayasan WWF Indonesia wajib melaporkan seluruh kegiatannya secara berjenjang kepada menteri sampai dengan April 2020.

Disi lain, Sigit Reliantoro, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan mengakui bahwa KLHK pengembangan sistem pemantauan kualitas lingkungan. Sensor-sensor dipasang di berbagai badan sungai untuk memantau kualitas air sungai setiap saat dan real time yang terintegrasi dalam Sistem Pemasangan Onlimo (Online Monitoring Kualitas Air Sungai).

Sedangkan untuk pemantauan kualitas udara ambien telah dipasang AQMS (Air Quality Monitoring System) yang saat ini difokuskan pada daerah rawan kebakaran lahan dan daerah perkotaan yang memiliki risiko pemaparan pencemaraan dari aktifitas kendaraan bermotor dan industri. Begitu pula untuk pemantauan ekosistem gambut telah terbangun SIMATAG (Sistem Monitoring Tinggi Muka Air Tanah Gambut) untuk memastikan ekosistem gambut tetap basah sehingga tidak mudah terjadi kebakaran.

“Sistem ini merupakan cara mengumpulkan data dalam jumlah yang sangat besar dan real time untuk mengetahui kondisi kualitas lingkungan dan memprediksi pola perilakunya,” pungkas Sigit.

 

BERITA TERKAIT

Stakeholder Didorong Intensifikasi dan Ekstensifikasi

NERACA Surabaya - Menteri Pertanian,  Andi Amran Sulaiman mendorong seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor perkebunan khususnya tebu untuk bergerak…

Praktik IUUF Sejak 2020, Selamatkan Kerugian Negara Rp13 T

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa pemberantasan terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak…

Indonesia dan Jepoang Mou Sebesar USD 200,8 Juta

NERACA Osaka – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri didampingi Direktur Jenderal  Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Fajarini…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Stakeholder Didorong Intensifikasi dan Ekstensifikasi

NERACA Surabaya - Menteri Pertanian,  Andi Amran Sulaiman mendorong seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor perkebunan khususnya tebu untuk bergerak…

Praktik IUUF Sejak 2020, Selamatkan Kerugian Negara Rp13 T

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa pemberantasan terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak…

Indonesia dan Jepoang Mou Sebesar USD 200,8 Juta

NERACA Osaka – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri didampingi Direktur Jenderal  Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Fajarini…