NERACA
Jakarta – Desakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar praktik-praktik jual beli saham yang tidak benar atau goreng saham dihentikan, direspon langsung PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menyisir saham-saham gorengan. Pihak BEI sendiri mengidentifikasi ada 41 saham yang dianggap gorengan. Kendati volume transaksinya cukup besar, nilai transaksinya hanya berkisar 8,3% dari Rata-rata nilai Transaksi Harian (RNTH) pada 2019 yang sebesar Rp9,1 triliun.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Laksono Widodo menjelaskan, maksud saham gorengan adalah saham yang bergerak terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan performa fundamental perusahaan.“Transaksi 41 saham itu mencakup 8,3% RNTH pada 2019, sebesar Rp9,1 triliun. Rata-ratanya kurang lebih segitu 8,3% karena pergerakan harian kan tidak tetap,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Dengan perhitungan persentase 8,3%, maka nilai transaksi harian 41 saham terindikasi gorengan tersebut hanya mencapai Rp75,53 miliar pada 2019. Laksono menyampaikan, sebetulnya cukup mudah bagi BEI mengidentifikasi saham yang masuk kategori gorengan dengan dua indikator. Pertama, kewajaran kenaikan harga terhadap faktor fundamental.
Penilaian fundamental dapat dilihat melalui laporan keuangan ataupun keterbukaan informasi lainnya oleh emiten di laman BEI. Selain kinerja, dapat juga dilihat faktor aksi korporasi apa yang mendukung kenaikan suatu harga saham. Kedua, laporan dari publik mengenai saham yang bergerak tak wajar. Setelah menerima laporan, BEI kemudian akan mengidentifikasinya.
Dia menambahkan berbagai kasus perihal saham gorengan tidak memengaruhi minat investor asing untuk masuk ke pasar modal domestik. Saat ini, investor asing lebih memantau dua faktor, yakni sentimen global dan kinerja perekonomian Indonesia.”Preferensi investor asing lebih ke saham besar yang ada di IDX80, bahkan LQ45 atau IDX30. Kalaupun ada ribut-ribut di sini, broker mereka akan menjelaskan. Jadi, preferensi mereka memang berbeda,” terang Laksono.
Kemudian, Laksono menegaskan, maraknya kasus saham gorengan menjadi sentimen negatif bagi pasar akan tetapi efeknya tidak signifikan. Disampaikannya, berkaca dari transaksi sepanjang 2019, saham gorengan memang besar secara volume transaksi akan tetapi hanya berpengaruh 8,3% dari total nilai transaksi. Karenanya Laksono bilang, sentimen ini tidak berpengaruh terhadap minat investor asing terhadap pasar Indonesia.
Selain itu, investor asing juga dipengaruhi oleh kejadian-kejadian terkini seperti ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. Catatan saja, pada perdagangan Jumat (10/1) nilai transaksi yang tercatat di BEI mencapai 6,24 miliar. Sudah sepekan perdagangan di tahun 2020 berjalan, nilai transaksi di bursa masih terhitung sepi.
Menurut Laksono, sepinya transaksi karena pasar tengah mengurangi risiko berdagang di emerging market. Selain karena sentimen global antara Amerika Serikat dan Iran, Laksono melihat sentimen antara China dan Indonesia terkait Natuna turut berpengaruh. Adapun secara historis selama lima tahun belakang, dua minggu pertama di tahun baru rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) memang masih sepi.
NERACA Jakarta – Perkuat struktur permodalan guna mendanai ekspansi bisnisnya, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) bakal menambah modal lewat skema…
Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, TelkomGroup kembali menyelenggarakan Digiland 2025, perhelatan tahunan yang menjadi wadah kolaborasi teknologi, olahraga, edukasi, hingga…
NERACA Jakarta – Jaga pertumbuhan harga saham di pasar, PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) menyiapkan dana senilai maksimal Rp200 miliar…
NERACA Jakarta – Perkuat struktur permodalan guna mendanai ekspansi bisnisnya, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) bakal menambah modal lewat skema…
Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, TelkomGroup kembali menyelenggarakan Digiland 2025, perhelatan tahunan yang menjadi wadah kolaborasi teknologi, olahraga, edukasi, hingga…
NERACA Jakarta – Jaga pertumbuhan harga saham di pasar, PT Prodia Widyahusada Tbk. (PRDA) menyiapkan dana senilai maksimal Rp200 miliar…