Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Di tengah upaya meningkatkan market share keuangan syariah di Indonesia, ternyata ada sebuah entinitas organisasi Islam di Indonesia lebih agresif dan strategis dalam mengembangkannya. Organisasi itu bernama Muhammadiyah. Selain memiliki amal usaha pendidikan dan kesehatan yang sudah tersohor, Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan ekonomi sebagai pilar ketiga. Dalam muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar Sulawesi Selatan tahun 2015, pilar tersebut dijadikan keputusan organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut, dengan mengimplementasikan dalam unit organisasi kecil dibidang keuangan dibawah Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yaitu Baitul Tamwil Muhammadiyah. BTM adalah sebuah gerakan ekonomi Muhammadiyah dalam bentuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) berbadan hukum koperasi.
BTM dalam menjalankan operasionalnnya sebagai badan hukum koperasi menggunakan jenis Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) di bawah otoritas Kementerian Koperasi dan UKM, dan sebagai koperasi LKMS di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan dua pendekatan perizinan tersebut, ada fleksibilitas bagi BTM dalam mengembangkan diri dengan disesuaikan dengan kearifan lokal. Lantas apa manfaatnya bagi Muhammadiyah dengan keberadaan BTM itu?
Bagi Muhammadiyah, keberadaan dari BTM sekaligus sebagai implementasi dari keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang merekomendasikan bunga bank konvensional hukumnya haram. Baik itu bank swasta maupun bank milik negara yang dikeluarkan dalam sidang pleno Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 4 April 2010. Dengan adanya BTM secara otomatis sebagai praktik bagi Muhammadiyah dan warganya dalam menjalankan keuangan syariah dengan beragai ragam akad yang dimilkinya. Melalui BTM, Muhammadiyah tak perlu berteriak dalam anti riba secara lantang, tapi Muhammadiyah telah menjalankan praktik keuangan syariah secara implementatif. Dengan demikian keberadaan BTM sesuai arah kebijakan Muhammadiyah terutama Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Selain itu, keberadaan BTM sebagai pusat keuangan Muhammadiyah dan mampu mendukung gerakan dakwah Muhammadiyah. Artinya, bagaimana adanya BTM sebagai tempat bagi amal usaha Muhammadiyah (AUM) dan warganya dalam menempatkan dana dan memanfaatkannya dalam akses pembiayaan. Dengan demikian keuntungan dari pengelolaan keuangan BTM tersebut bisa dimanfaatkan untuk membiayai gerakan dakwah Muhammadiyah.
Tak dipungkiri, besarnya aset AUM di Muhammadiyah sangat besar dan menjadikan lembaga kauangan lainya seperti perbankan mengincarnya. Bahkan jika dibayangkan uang yang beredar di sejumlah AUM tersebut seperti ikan di akuarium yang jenisnya beragam dan sangat mudah bagi orang lain untuk menangkapnya. Melihat hal tersebut BTM bergerak dengan cepat untuk memberikan edukasi dan sosialisasi manfaat dana–dana Muhammadiyah ketika dikelola oleh BTM dari pada dikelola oleh lembaga keuangan lainya.
Ada perbedaan yang tajam jika AUM menempatkan dananya di BTM daripada perbankan, pertama, jika AUM akses pembiayaan ke BTM maka BTM tak memberikan bagi hasil alias qard tak perlu biaya admin dan notaris, begitu jika AUM menempatkan dananya ke BTM sifatya adalah wadiah (titipan) dan hal ini tak berlaku di perbankan kalau pinjam dikenakan bagi hasil yang besar. Kedua, jika warga Muhammadiyah menempatkan dananya di BTM sama dengan perbankan akan mendapatkan rata–rata bagi hasil atau equivalen rate sebesar 6 % per tahun kemudian jika pembiayaan sama juga yakni mendapatkan rata–rata bagi hasil atau equivalen rate 18 % per tahun.
Keuntungan atau margin dari penempatan dan pembiayaan di BTM untuk BOP gaji pegawai BTM, SHU 80 persen ke Muhammadiyah, pembangunan sarana AUM dan pemberian dana qord untuk orang miskin. Sementara kalau AUM menempatkan dan mengakases dana di perbankan, margin keuntungan perbankan tak akan ke Muhammadiyah dan hanya dinikmati oleh perbankan. Disinilah makna strategis manfaatnya dan mengapa harus memiliki BTM sebagai kesadaran bagi Muhammadiyah dan warganya dalam menjalankan pilar ketiga.
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Perdebatan tentang jumlah kemiskinan di republik ini…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…
Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Perdebatan tentang jumlah kemiskinan di republik ini…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…
Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…