Sengketa Pelabuhan Marunda, Direktur KCN Berjuang di Mahkamah Agung

Sengketa Pelabuhan Marunda, Direktur KCN Berjuang di Mahkamah Agung 

NERACA

Jakarta - Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara (KCN) Widodo Setiadi menegaskan pihaknya sedang memperjuangkan kebenaran terkait sengketa pembangunan dermaga di Pelabuhan Marunda melalui jalur kasasi di Mahkamah Agung. 

“Walaupun sudah kalah dua kali, kami berkeyakinan kebenaran itu pada saatnya nanti akan terungkap,” kata Widodo kepada puluhan wartawan saat mengunjungi pembangunan dermaga di Pelabuhan Marunda, Sabtu (31/8).

Widodo menjelaskan perkembangan perkara, dimana MA telah mengeluarkan nomor registrasi dan menetapkan siapa majelis hakim yang mengadili kasus itu. Dia berharap para majelis hakim di MA dapat melihat secara objektif dengan banyaknya pemberitaan yang disampaikan media saat ini.

Terkait dengan kemungkinan buruk jika KCN kalah lagi di MA, Widodo menegaskan masih ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan yakni peninjauan kembali (PK). Widodo ingin membuktikan dan memperjuangkan kebenaran, sebagai perusahaan swasta yang telah berkiprah 36 tahun di Indonesia di bisnis industri maritim merupakan putra asli dan lahir di Indonesia.

“Pernah ada tenat bertanya, bagaimana jika dieksekusi, kami menjawab tidak semudah itu karena adanya rekomendasi Pokja dan merupakan proyek strategis nasional. Selain itu, pelabuhan umum ini digunakan untuk kepentingan orang banyak bagi percepatan arus bongkar muat barang,” jelas Widodo.

Sebelumnya PT KBN memenangkan gugatan terhadap PT KCN dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dimana hakim membatalkan perjanjian konsesi HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 tentang Pengusahaan Jasa Kepelabuhan Terminal Umum Karya Citra. Perjanjian ini diteken Kementerian Perhubungan dan Karya Citra pada tanggal 29 November 2016.

Tidak puas dengan putusan itu, KCN melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta karena keberatan atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan meminta PT Jakarta untuk membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama.

Namun, hakim majelis tingkat banding PT Jakarta dalam amar putusan No. 754/Pdt/2018/PT DKI menyebutkan selain menguatkan putusan dari PN Jakarta Utara bernomor 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr, PT Jakarta menghukum Karya Cipta Nusantara (pembanding semula tergugat I) untuk membayar biaya perkara tingkat pertama dan banding.

Tidak Ada Perampasan Aset KBN 

Kemudian Widodo menegaskan pihaknya ingin membuktikan bahwa tidak ada perampasan aset milik PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) dalam proses pembangunan dermaga di Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.“Saya menunjukan sepanjang 1.700 meter garis pantai yang telah kami berikan tanda bendera merah putih dari Cakung Drainase sampai Kali Blencong merupakan laut yang kami revitalisasi menjadi dermaga,” jelas Widodo.

Widodo menjelaskan revitalisasi Pelabuhan Marunda dilakukan dengan pembangunan dermaga pier 1, 2 dan 3 yang telah ditender sejak tahun 2004 lalu. Namun pembangunan dermaga pier 1 dilakukan sejak tahun 2012 setelah PT KBN dan PT PT Karya Tehknik Utama (KTU) membentuk anak perusahaan yakni PT KCN di tahun 2006 hingga penyelesaian izin.

Widodo mengatakan pemerintah melalui PT KBN yang juga badan usaha milik Negara (BUMN) kala itu sedang mencari mitra bisnis di bidang pembangunan kepelabuhanan. Dimana KTU merupakan perusahaan swasta nasional yang ada di Indonesia yang telah lama bergerak di bidang kemaritiman akhirnya mau bekerja sama dengan skema konsesi selama 70 tahun.

“Dermaga pier 1 telah beraktivitas seluas 42 hektar, antara pier 1 ke pier 2 sekitar 250 meter yang sudah dibangun dengan prosentase sekitar 30 persen. Sementara pier 3 masih berbentuk laut,” kata Widodo.

Widodo menegaskan pihaknya ikut dalam tender pembangunan pelabuhan itu sebagai bentuk tanggung jawab sebagai warga Negara dan bidang usaha perusahaan bergerak di kemaritiman, serta dukungan group usaha yang menunjang untuk pembangunan infrastruktur pelabuhan.

“Kami memiliki kapal-kapal keruk dan pancang yang masuk dalam group kami. Jika kami tidak punya itu, mungkin sulit untuk membangun karena terlalu mahal biayanya,” ujar Widodo.

Widodo mengatakan sesuai peraturan, KCN wajib membayar fee konsesi sebesar 5 persen dari pendapatan kotor perusahaan, atau secara nominal sekitar Rp5 miliar setiap tahunnya. Fee yang dibayarkan KFC adalah fee terbesar kedua dari total 19 pelabuhan yang menialankan skema konsesi. Rata-rata fee yang dibayarkan oleh pelabuhan lainnya sekitar 2,5 persen dari pendapatan kotor.

“Lahan yang kami konsesikan adalah pier 1, 2 dan 3 yang merupakan daerah perairan. Jadi sama sekali tidak merampas daerah KBN,” kata Widodo. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

UMKM Harus Punya HKI Kunci Perlindungan dan Keberlanjutan Usaha

NERACA Jakarta - Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terbukti menjadi tulang punggung perekonomian nasional, untuk itu pelaku UMKM harus…

Pemerintah Tegaskan Komitmen Kuat Lindungi Pekerja Migran

NERACA Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) kembali menegaskan komitmen kuatnya dalam melindungi dan memberdayakan Pekerja…

Ombudsman Tekankan Reformasi SPMB yang Bermutu dan Akuntabel

NERACA Jakarta - Ombudsman menekankan pentingnya reformasi dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk menjamin mutu dan akuntabilitas pendidikan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UMKM Harus Punya HKI Kunci Perlindungan dan Keberlanjutan Usaha

NERACA Jakarta - Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terbukti menjadi tulang punggung perekonomian nasional, untuk itu pelaku UMKM harus…

Pemerintah Tegaskan Komitmen Kuat Lindungi Pekerja Migran

NERACA Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) kembali menegaskan komitmen kuatnya dalam melindungi dan memberdayakan Pekerja…

Ombudsman Tekankan Reformasi SPMB yang Bermutu dan Akuntabel

NERACA Jakarta - Ombudsman menekankan pentingnya reformasi dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk menjamin mutu dan akuntabilitas pendidikan…