NERACA
Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) meminta para pemangku kepentingan harus memahami betul UU Pembebasan Tanah. Sehingga aparat PU tak tertimpa masalah dikemudian hari. “Inti permasalahan yang dituangkan dalam UU No. 2/2012 ini agar dipahami, sehingga aparat PU sebagai pengguna tanah yang telah dibebaskan, tidak tertimpa masalah yang tidak perlu,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian PU Agoes Widjanarko dalam acara Sosialisasi UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Jakarta. Hadir dalam acara itu sebagai narasumber Putu Suweken, Direktur Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Telantar dan Tanah Kritis Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Karena itu, Agoes menambahkan sosialisasi Undang-undang tentang pembebasan tanah sangat perlu dilakukan, agar para pemangku kepentingan dapat memahami tata cara pembebasan lahan sesuai dengan undang-undang yang baru itu. Dalam berbagai kasus pembebasan tanah, banyak terjadi aktivitas calo spekulan yang merugikan masyarakat
Agus memberi contoh, ada kejadian di mana penerima uang hasil pembebasan tanah tidak bermasalah. Namun yang bermasalah adalah aparat PU yang tidak tahu menahu prosesnya.
Sementara itu, Putu Suweken mengatakan UU No. 2 Tahun 2012 sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Januari, atau tepat sebulan yang lalu. Yang ditunggu sekarang, agar UU tersebut bisa efektif adalah Peraturan Presiden (Perpres).
Menurut Suweken, setelah naskah akademis Perpres yang dimasukkannya ke Setneg pekan lalu, masih panjang perjalanan sebelum perpres tersebut diterbitkan. Naskah akademis itu masih harus dibahas di tingkat Interdep, diadakan diskusi-diskusi dan sebagainya. “Saya belum bisa memastikan, kapan perpres tersebut bisa diterbitkan. Tetapi paling lama perlu waktu satu tahun,” katanya.
Suweken menambahkan urusan pertanahan merupakan salah satu sektor pembangunan yang memerlukan penanganan yang amat serius dan ekstra hati-hati dari pemerintah. Hal itu karena pemerintah mempunyai kewajiban untukmelindungi , mengatur ketertiban dan kesejahteraan masyarakat. Namun di sisi lain tuntutan akselerasi pembangunan ekonomi yang harus dipacu terus dan pada hakikatnya membutuhkan tanah sebagai tempat pijakan segala aktivitas ekonomi tersebut.
Disisi lain, Suweken meminta agar ganti kerugian dilakukan secara layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Sebelum dilakukan ganti kerugian, dilakukan dulu penilaian obyek pengadaan tanah oleh penilai.
Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah yang meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah dan kerugian lain yang dapat dinilai.
Menurut Suweken, kerugian yang dapat dinilai adalah kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang. Misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan nilai atas properti sisa. **agus
NERACA Jakarta – Di tengah semakin kompleksnya tantangan dunia usaha, kewirausahaan tidak lagi dipahami sekadar sebagai aktivitas berjualan atau…
NERACA Jakarta – Direktur Program dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai adanya…
NERACA Jakarta – Di tengah tantangan global dan ketidakpastian perekonomian dunia, Pemerintah Indonesia tetap optimis bahwa target pertumbuhan…
NERACA Jakarta – Di tengah semakin kompleksnya tantangan dunia usaha, kewirausahaan tidak lagi dipahami sekadar sebagai aktivitas berjualan atau…
NERACA Jakarta – Direktur Program dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai adanya…
NERACA Jakarta – Di tengah tantangan global dan ketidakpastian perekonomian dunia, Pemerintah Indonesia tetap optimis bahwa target pertumbuhan…