Pemerintah Evaluasi Tarif Angkutan Udara

 

NERACA

Jakarta – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan sedang mengevaluasi penetapan tarif angkutan udara dengan mempertimbangkan kenaikan biaya operasional maskapai.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, yang membidangi infrastruktur dan perhubungan, di Jakarta, Kamis, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F Laisa menjelaskan evaluasi ini diperlukan karena adanya kenaikan pada komponen biaya perawatan, yang meningkat karena kebutuhan reaktivitasi pesawat pasca-COVID-19.

Selain itu, terdapat gangguan pada ekosistem suku cadang global, seperti kesulitan engine, kenaikan harga kontrak, dan fluktuasi nilai tukar dolar AS. Kemudian, terjadi penurunan pada komponen sewa pesawat. Hal ini disebabkan oleh perubahan aturan pencatatan akuntansi Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 Tahun 2020, yang mengubah pencatatan komponen sewa pesawat menjadi penyusutan.

Restrukturisasi utang sewa pesawat pasca-COVID-19 juga, menurut dia, turut berkontribusi. Menyikapi kondisi itu, Ditjen Perhubungan Udara mengusulkan beberapa perubahan kebijakan tarif angkutan udara. Pertama, perubahan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Nomor 106 Tahun 2019 tentang tarif batas atas penumpang kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.

"Karena, terdapat perubahan formulasi perhitungan tarif yang memperhitungkan jarak dan waktu tempuh serta perubahan besaran tarif batas atas dan tarif batas bawah," kata Lukman. Kedua, penyesuaian tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi terutama sangat diperlukan untuk rute-rute jarak pendek.

Ketiga, diferensiasi tarif sesuai kelompok layanan hanya diberlakukan untuk tipe pesawat jet, tidak lagi diberlakukan untuk tipe pesawat propeler. Hal ini untuk mendorong peningkatan penerbangan dengan pesawat propeler yang lazim digunakan untuk konektivitas di daerah. Keempat, penyesuaian tarif batas bawah dari tarif batas atas untuk menghindari predatory tarif dan mendorong persaingan usaha yang lebih sehat.

Selain itu, penyesuaian ini juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan tarif yang terlalu lebar antara low season dan high season yang sering kali menimbulkan keluhan di masyarakat.

Sementara itu, PT Garuda Indonesia membeberkan sejumlah tantangan yang dihadapi maskapai sehingga membuat harga tiket pesawat menjadi mahal. Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani menjelaskan setidaknya ada tiga tantangan utama yang dihadapi maskapai penerbangan, termasuk di Indonesia.

Pertama, sejak perumusan tarif batas atas (TBA) terakhir pada 2019, struktur biaya maskapai telah berubah secara signifikan utamanya peningkatan harga avtur dan beban maintanance atau pemeliharaan.

Kedua, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak 2019 turut memberikan dampak besar. Ketiga, margin keuntungan maskapai yang sangat ketat membuat mereka rentan terhadap penurunan load factor atau jumlah penumpang. “Penurunan load factor atau jumlah penumpang 3-5 persen, ini sangat mempengaruhi margin profit dari maskapai,” kata Wamildan.

Sebagai gambaran, Wamildan menyebut sebuah penerbangan rute Cengkareng-Denpasar pada 2019 membutuhkan biaya Rp194 juta. Namun, saat ini, total biaya meningkat menjadi Rp269 juta atau naik 38 persen. Ia juga menyoroti komponen biaya berbasis kurs dolar AS, seperti pemeliharaan, perbaikan dan operasi (MRO), avtur, sewa pesawat, dan biaya marketing serta service semakin memperparah tekanan margin maskapai. 

Ia menyebut kenaikan nilai tukar valuta asing sebesar 14-15 persen sejak 2019 secara langsung berdampak pada pengeluaran maskapai. “Dapat kita lihat data analisis dari International Air Transport Association (IATA) ini, dapat terlihat bahwa dari 2012 hingga 2019 seluruh ekosistem aviasi mendapatkan kenaikan margin atau profit kecuali airline. Ini terjadi bahkan sebelum terjadi pandemi,” ucapnya.

BERITA TERKAIT

Pengelolaan Finansial Mumpuni Tumbuhkan Kewirausahaan

  NERACA Jakarta – Di tengah semakin kompleksnya tantangan dunia usaha, kewirausahaan tidak lagi dipahami sekadar sebagai aktivitas berjualan atau…

Regulasi Adaptif untuk Lindungi Pebisnis di Era "Gig Economy"

    NERACA Jakarta – Direktur Program dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai adanya…

Pemerintah Optimis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai

    NERACA Jakarta – Di tengah tantangan global dan ketidakpastian perekonomian dunia, Pemerintah Indonesia tetap optimis bahwa target pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pengelolaan Finansial Mumpuni Tumbuhkan Kewirausahaan

  NERACA Jakarta – Di tengah semakin kompleksnya tantangan dunia usaha, kewirausahaan tidak lagi dipahami sekadar sebagai aktivitas berjualan atau…

Regulasi Adaptif untuk Lindungi Pebisnis di Era "Gig Economy"

    NERACA Jakarta – Direktur Program dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai adanya…

Pemerintah Optimis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai

    NERACA Jakarta – Di tengah tantangan global dan ketidakpastian perekonomian dunia, Pemerintah Indonesia tetap optimis bahwa target pertumbuhan…