Menggali Potensi Penerimaan Target Pajak 2018

Oleh: Jefry Batara Salebu, Staf Direktorat Jenderal Pajak *)

Dalam postur APBN 2018 disepakati target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun dengan rasio pendapatan perpajakan terhadap PDB (tax ratio) ditargetkan sebesar 11,6 persen. Dari target sebesar Rp1.618,1 triliun tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak diberikan amanat untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp1.424 triliun. Pencapaian target penerimaan perpajakan tersebut diharapkan dapat sejalan dengan target pertumbuhan PDB tahun 2018 yaitu sebesar 5,4 persen, dimana target PDB ini meningkat dibanding dengan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2017 yaitu sebesar 5,07 persen. Hal ini merupakan tantangan besar bagi Ditjen Pajak dan perlu segera digali sumber-sumber penerimaan pajak yang ada agar target pajak tersebut dapat terealisasi tanpa mengganggu momentum pemulihan ekonomi.

Hal pertama yang dapat dilakukan oleh Ditjen Pajak adalah menggali potensi penerimaan pajak dari sektor konsumsi mengingat kontribusi konsumsi di Indonesia mencapai sekitar 55 sampai dengan 57 persen dari PDB. Pengggalian potensi dilakukan melalui penyesuaian peningkatan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang akan meningkatkan disposable income masyarakat dan diharapkan dapat dipergunakan untuk konsumsi barang konsumtif termasuk berbelanja online yang pada akhirnya akan berpotensi menambah penerimaan dari PPh dan PPN. Namun demikian, fenomena maraknya transaksi belanja online yang terjadi sampai dengan saat ini masih luput dari pengenaan pajak. Untuk itu Ditjen Pajak perlu segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan untuk menunjuk marketplace sebagai penyetor pajak pelaku e-commerce.

Lebih lanjut, untuk memanfaatkan momentum dari maraknya transaksi online khususnya atas barang-barang konsumtif yang diimpor dari luar negeri, Ditjen Pajak perlu menambah lebih banyak lagi daftar impor barang-barang tertentu yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif 10 persen dan 7,5 persen. Saat ini baru terdapat 244 barang tertentu yang dikenakan tarif 10 persen dan sebanyak 568 barang tertentu yang dikenakan tarif 7,5 persen. Dengan adanya penambahan daftar impor barang-barang tertentu tersebut diharapkan penggalian potensi dari PPh Pasal 22 atas Impor dapat menambah pundi-pundi penerimaan pajak sekaligus meningkatkan net ekspor (ekspor dikurangi impor) yang berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ditjen Pajak dapat juga menggali potensi dengan melakukan penyesuaian tarif pajak misalnya tarif pajak atas transaksi pengalihan saham. Tarif pajak atas transaksi penjualan saham di bursa efek Indonesia perlu ditinjau kembali mengingat tarif PPh bersifat final atas transaksi tersebut tidak mengalami perubahan sejak tahun 1994 yaitu sebesar 0,1 persen dari jumlah bruto. Untuk penggalian potensi, Ditjen Pajak perlu mempertimbangkan untuk menyesuaikan tarif PPh bersifat final tersebut menjadi lebih tinggi misalnya 0,2 s.d. 0,3 persen.

Penggalian potensi dari Dana Desa juga perlu mendapat perhatian khusus dari Ditjen Pajak. Dalam APBN 2108 disepakati anggaran Dana Desa sebesar Rp60 triliun dengan alokasi per desa rata-rata Rp1,15 miliar untuk 74.958 desa. Dari uang Dana Desa tersebut, diperkirakan diperoleh potensi PPh dan PPN sebesar lebih dari Rp150 juta per desa. Di lain sisi, masih banyak Bendahara Desa yang belum melakukan pemotongan dan penyetoran pajak sesuai ketentuan yang berlaku terkait penggunaan Dana Desa. Hal ini memperlihatkan bahwa penerimaan pajak dari Dana Desa belum tergali secara optimum. Selain itu, saat ini juga telah banyak dibentuk dan dikembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di setiap desa di seluruh Indonesia. Ditjen Pajak perlu menggali potensi PPh dan PPN dari penghasilan dan transaksi yang dilakukan oleh BUMdes tersebut.

Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai anak perusahaan dari perusahaan induk di luar negeri berpotensi melakukan praktek base erosion dan profit shifting (BEPS). Hal ini perlu diantisipasi segera oleh Ditjen Pajak mengingat penggunaan skema transfer pricing sering dilakukan oleh PMA untuk melakukan penggelapan pajak. Ditjen Pajak dapat melakukan penggalian potensi yang didukung dengan regulasi yang memadai terhadap perusahaan PMA yang terindikasi mengalami kerugian tidak normal dan tidak membayar pajak lebih dari 5 tahun karena transaksi afiliasi yang erat kaitannya dengan modus transfer pricing.

Potensi penerimaan pajak juga dapat digali dari pemeriksaan terhadap wajib pajak yang tidak ikut program pengampunan pajak atau wajib pajak yang ikut program pengampunan pajak tetapi tidak melaporkan aset bersihnya secara benar. Namun sebelum dilakukan pemeriksaan, wajib pajak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengungkapkan secara sukarela seluruh hartanya yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh dan dikenakan PPh bersifat final melalui program yang dikenal dengan sebutan PASFINAL. Diharapkan program PASFINAL ini juga akan memberikan potensi penerimaan pajak yang cukup besar dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus diharapkan mengurangi praktek underground economy di Indonesia.

Lebih lanjut, hal lain yang juga dapat dipertimbangkan oleh Ditjen Pajak untuk mengumpulkan pundi-pundi penerimaan pajak adalah dengan mempertimbangkan untuk mengenakan pajak atas warisan. Sampai dengan saat ini penghasilan berupa warisan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan. Pajak atas warisan ini telah sukses dilakukan oleh Negara Jepang. Apabila pajak warisan ini telah aplikasikan di sistem perpajakan Indonesia maka diharapkan penerimaan pajak atas pajak warisan akan berdampak signifikan. Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian khusus dari Ditjen Pajak adalah Bea Materai. Maraknya transaksi belanja online perlu dimanfaatkan juga dalam penggalian potesi dari pelunasan bea materai mengingat adanya indikasi bahwa atas dokumen atau bukti pembayaran transaksi online belum mengenakan Bea Materai. Diharapkan potensi besar dari pelunasan Bea Materai ini juga dapat mendukung tercapainya target penerimaan pajak secara signifikan.

Dengan demikian, target penerimaan pajak sebesar Rp1.424 triliun merupakan tantangan yang besar bagi Ditjen Pajak di tahun 2018 dan perlu segera dicari solusi yang berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak agar target tersebut dapat terealisasi tanpa menganggu momentum pemulihan ekonomi. (www.pajak.go.id) *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…