Bank Wakaf Mikro Pesantren

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Ada yang menarik—yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yakni mendirikan sebuah lembaga keuangan dengan nama Bank Wakaf Mikro – Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Dimana salah satu tujuan dididirikannya program tersebut adalah untuk menjawab akses masyarakat terhadap lembaga keuangan mampu terlayani dengan baik. Hal ini tidak lepas dari—fenomena keuangan inklusif yang ada di tanah air yang  sejauh ini masih terasa jauh sekali. Dengan adanya BWM – LKMS ini ada  rasa keadilan yang diperoleh masyarakat untuk mendapatkan sebuah pelayanan keuangan yang sama dengan masyarakat yang lain. Dalam program BWM-LKMS ini, ada nilai spektakuler yang dilakukan oleh OJK dan LAZNAS dimana program tersebut dikerjakan dalam basis pondok pesantren—dengan demikian keberadaan dari BWM – LKMS ini memberikan perspektif yang sangat baru bagi pondok pesantren, yang selama ini dikenal hanya mengajarkan pendidikan agama saja.

BWM – LKMS berbasis pesantren dirasakan sangat tepat, hal ini sekaligus akan menjadikan sebuah pesantren menjadi laboratorium pengembangan keuangan syariah di Indonesia dan menjawab keraguan masyarakat terhadap praktek – praktek keuangan syariah yang ada selama ini. Sejauh ini masyarakat masih banyak yang belum memanfaatkan adanya keuangan syariah—hal ini disebabkan banyaknya multitafsir yang dipahami oleh masyarakat. Dengan adanya BWM – LKMS berbasis pondok pesantren maka ada sebuah 2 ilmu pengetahuan dalam pengembangan keungan syariah.

Selama ini—kita mengenal pondok pesantren sangat kaya sekali dengan ilmu pengetahuan fiqh yang melahirkan beragam pengetahuan muamalah yang bisa diimplementasikan dalam konteks sosial. Namun sangat disayangkan sepertinya pengetahuan fiqh muamlah yang dimiliki para santri-santri yang belajar di pondok pesantren tersebut hanya sekedar pengetahuan saja, untuk menjadikan mereka kelak jadi guru/dosen agama, kyai atau ustad.  Minim sekali dari pengetahuan mereka tersebut bisa dikorelasikan dengan aplikasi bisnis diberbagai sektor riil dan keuangan. Inilah yang sering terjadi dalam revitalisasi dan resistensi  pondok pesantren di tengah persaingan modern.

Namun dengan hadirnya BWM – LKMS berbasis pondok pesantren ini, maka  para santri – santri yang kaya dengan spektrum fiqh muamalah itu akan memperoleh pelajaran tentang manajemen pengelolaan keuangan syariah. Sehingga dengan ilmu pengetahuan tersebut—para santri kelak lulus dari pondok pesantren bukan hanya sekedar pandai dalam ilmu agama saja tapi mereka memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang luas dalam berbisnis sesuai dengan syariah Islam. Jadi munculnya BWM – LKMS yang kini disain tersebut memberikan arti yang sangat besar bagi pengembangan keuangan syariah di Indonesia.  

Selain itu juga dengan adanya BWM – LKMS berbasis pondok pesantren tersebut—kita ingin melihat secara langsung bagaimanakah keuangan syariah dalam perspektif pondok pesantren tersebut. Mampukah dengan adanya LKMS  itu menjadikan gerakan dakwah pesantren akan semakin konkrit dalam mengaktualiasikan agama dalam perubahan sosial. Begitu juga dengan adanya LKMS tersebut akankah  menjadikan ekonomi syariah dengan berbagi jenis – jenis akadnya akan berkembang sangat luas sekali dan berbeda dengan apa yang kini terjadi selama ini? Pertanyaan – pertanyaan ini seyogyanya menjadi harapan kita semua, ketika implementasi BWM – LKMS ini dijalankan.  

Untuk mewujudkan ini semua, pemerintah dalam hal ini adalah OJK tak boleh setengah hati dimana program ini sengaja didisain untuk kepentingan status quo penguasa yang ingin terus bertahan. Tapi OJK harus berfikir luas dan berkelanjutan—bahwa program ini didesain sengaja untuk pengembangan ekonomi syariah di Indonesia yang lebih baik. Maka itu kampanye tentang program ini harus dilakukan secara masif dan bukan hanya 10 pondok pesantren dari ormas Islam tertentu saja, tapi semua ormas Islam harus memperolehnya. Apalagi salah satu misi dari program ini sangat spektakuler dalam membangun paradigm baru pondok pesantren.

Selain itu pula,  dalam konteks BWM- LKMS bisa menjadikan role model bagi masyarakat dan berbagai pihak, bahwa instrumen filantropy (kedermawanan)  seperti zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf bisa dibuat sebuah bank atau lembaga keungan  yang manfaatnya untuk pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian untuk membangun  masyarakat Indonesia yang masih jauh dari ketertingalan masih ada celah yang kita lakukan tanpa harus tergantung pada program – program pemerintah. Namun dengan  aktifitas filantropy yang dikemas dalam transformasi keungan syariah secara komperehensif mampu melahirkan skema – skema financial engineering yang produktif bagi kemaslahatan umat.    

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…