Prediksi Ekonomi Politik 2018

Menghadapi kondisi ekonomi Indonesia di tahun 2018 yang juga disebut sebagai tahun politik yang setidaknya dapat berpengaruh secara signifikan terhadap dinamika ekonomi, politik dan sosial di masyarakat tak dapat dihindarkan. Pasalnya, Indonesia tetap menjadi negara seksi dan atraktif di mata investor asing walau banyak masalah di dalam negeri. Lalu, masalah ekonomi apa yang diprediksi bakal berlanjut di tahun 2018?

Pertama, dampak ekonomi global masih akan dirasakan, dan diprediksi lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. Ini dilatarbelakangi oleh kebijakan AS yang protektif berpotensi merugikan mitra usaha negara lain di dunia. Kedua, adanya kebijakan baru perpajak AS juga bakal merepotkan Indonesia. Pajak di AS jadi lebih rendah ketimbang di Indonesia. Nah, Indonesia seharusnya dalam program reformasi perpajakan menurunkan tariff PPh yang sekarang tinggi 25-35%, malah didahului oleh pemerintah AS yang bakal menurunkan PPh menjadi di kisaran 10-15%, yang tentu akan minat investor berinvestasi di negeri Paman Sam itu.

Ketiga, utang luar negeri Indonesia yang bakal jatuh tempo di sekitar triwulan kedua dan ketiga tahun 2018 sebesar Rp 700 triliun dari total utang sebanyak Rp 3.600 triliun, serta prediksi sukubunga akan meningkat akibat kebijakan The Fed meningkatkan suku bunganya, setidaknya berpengaruh pada kebijakan utang luar negeri Indonesia.

Berdasarkan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, BI mencatat jumlah ULN Indonesia per Oktober 2017 sebesar US$342 miliar atau tumbuh 4,75%. Menariknya, sektor pemerintah dan swasta menunjukkan perilaku yang berbeda. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir pemerintah terlihat lebih agresif dalam menambah utang, sedangkan swasta cenderung wait and see. ULN pemerintah tercatat tumbuh 8,87%, sedangkan ULN swasta hanya tumbuh 1,26%.

Agresifitas pemerintah dalam menambah porsi utang tentu bukanlah barang baru. Defisit APBN, serta pembiayaan pembangunan infrastruktur menjadi salah satu alasan utama yang melatarbelakanginya. Pada APBN 2018 pemerintah mematok defisit anggaran sebesar Rp325,9 triliun atau 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Besarnya defisit tersebut biasanya akan ditutup melalui pembiayaan utang sebesar Rp399,2 triliun.

Pada kondisi ini pemerintah memiliki dua pilihan, yaitu pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri, baik dalam bentuk loan agreement, maupun penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Mencermati likuiditas perbankan domestik yang masih terbatas, pilihan penerbitan SBN luar negeri nampaknya menjadi langkah yang dapat dipertimbangkan. Selain tidak menimbulkan crowding out effect dalam negeri yang dapat memicu kenaikan suku bunga perbankan, penerbitan SBN luar negeri juga berimplikasi positif pada aliran modal masuk untuk memupuk cadangan devisa sebagai buffer antisipasi gejolak eksternal. Per Oktober 2017, ULN pemerintah didominasi oleh instrumen SBN dengan kontribusi mencapai 68,28% dari total ULN pemerintah.

Keempat, ekonomi yang pasti akan semakin lesu khususnya perdagangan ritel,  “serangan” Alibaba dkk akan semakin kuat dan mengakar hingga akar rumput , dan pemerintah akan kehilangan banyak pendapatan pajak karena kalau barang yang dibeli online dari luar, sulit dikejar PPh dari pabrikan tersebut. Yang menjadi masalah, justru para pembeli yang umumnya perorangan di dalam negeri semakin dikejar oleh apparat perpajakan.

Kelima, mata uang virtual Bitcoin diprediksi jadi ancaman serius jika pemerintah dan otoritas moneter Indonesia tidak tegas mengaturnya. Lihat di China yang tegas melarang peredaran dan transaksi Bitcoin di negaranya, sementara kebijakan AS soal Bitcoin masih setengah hati. Transaksi Bitcoin tidak menyerap tenaga kerja, namun berspekulasi tinggi dan hanya mengandalkan teknologi blockchain dalam roda transaksinya di dunia. Masalahnya, Indonesia mau meniru kebijakan China atau AS atas transaksi Bitcoin yang mulai marak belakangan ini.

Keenam, harga pangan khususnya volatile food terutama komoditas pangan inti yang belakangan ini terkendali, dan kebijakan harga yang diatur pemerintah (administered price) harusnya pemerintah tetap bersikap konsisten hingga semester I-2018. Karena kebijakan tak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan tarif listrik hanya berlaku sampai Maret 2018. Setelah Maret bagaimana? Tidak hanya itu, pada tahun ini juga ramai pesta Pilkada di seluruh Indonesia yang kiranya patut diantisipasi gejolak kerawanan yang berpotensi mengganggu perekonomian nasional. 

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…