Pemerintah Akui Target Sejuta Rumah Tak Tercapai

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui target pembangunan sejuta rumah per tahun tidak tercapai karena sejumlah kendala. "Ya, target sejuta rumah baru per tahun, sampai kemarin (4/12) tak tercapai. Baru terealisasi 765.120 unit dengan komposisi 70 persen MBR dan 30 persen non-MBR," kata Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid kepada pers di Jakarta, Selasa (5/12).

Menurut Khalawi, program sejuta rumah sudah digagas sejak 2015 untuk mengurangi angka kekurangan kebutuhan rumahan (backlog) sebesar 7,6 juta dengan pertumbuhan kekurangan 800 ribu per tahun. "Pada 2015 tercapai 699.770 unit rumah dan 2016 sebesar 805.169 unit rumah," ucapnya. Dari realisasi itu, komposisinya sekitar 70 persen untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan sisanya non-MBR.

Khalawi juga mengakui, kendala umum yang masih dihadapi dalam pengadaan rumah tersebut adalah regulasi dan lahan. Oleh karena itu, lanjutnya, ke depan harus diupayakan sejumlah terobosan untuk mendukung program sejuta rumah ini. "Supervisi ke daerah secara langsung diperlukan sehingga masukan perbaikan tidak hanya dari REI (Realestat Indonesia) saja," kata Khalawi.

Ditjen Penyediaan Perumahan pada 2017 memperoleh anggaran sebesar Rp8,1 triliun untuk pengadaan fisik rumah 128.336 unit dan pembangunan prasarana dan sarankan serta utilitas (PSU) 14 ribu unit. Dari jumlah itu, realisasi penyerapan anggaran hingga 4 Desember sebesar 76,09 persen dan fisik 86,57 persen. Sedangkan pada 2018, anggaran diusulkan menjadi Rp9,6 triliun dengan target sebaran pembangunan unit perumahan adalah di Indonesia bagian barat 51,7 persen dan timur 48,3 persen. 

Ketua Dewan Pembina DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menilai, capaian tersebut sudah cukup bagus. “600.000 itu sudah cukup bagus lah, di saat kondisi saat ini. Tapi kalau (dibandingkan) dengan target sejuta rumah, memang masih jauh ya," kata Eddy, seperti dikutip Kompas.

Eddy menambahkan, kendati saat ini kondisi perekonomian global mulai berangsur-angsur membaik, namun hal itu tidak akan serta merta berdampak terhadap perekonomian Indonesia secara langsung. Terlebih, terhadap kemampuan masyarakat dalam membeli rumah. "Belum, bukan tidak akan, tapi belum. Mungkin setelah setahun akan berpengaruh ya setelah perbaikan ekonmi," kata dia.

Meski demikian, ia menyarankan pemerintah dapat menjaga kemampuan daya beli masyarakat dalam membeli hunian. Apalagi tahun depan saat dua pesta politik penting dihelat, yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 serentak dan Pemilu Presiden 2019. Menurut dia, stabilitas politik dalam negeri cukup berpengharuh terhadap stabilitas perekonomian Tanah Air.

Hal itu juga sejalan dengan kemampuan daya beli serta keinginan masyarakat dalam membelanjakan uang mereka ke sektor properti. Terutama, masyarakat yang hendak membeli hunian komersial. "Politik kan pengaruhnya ke perekonomian. Kalau MBR sih masih santai-santai saja, naik kenceng enggak, turun juga enggak, seperti ini saja," tuntasnya.

Disisi lain, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestate Indonesia (DPP REI) Soelaeman Soemawina optimistis bisa mencapai target pembangunan rumah bersubsidi tahun 2017 sebanyak 200.000 unit. "Bahkan diperkirakan bisa lebih karena realisasi hingga November sudah 168 ribuan unit," ujarnya.

Menurut Soelaeman Soemawina, data realisasi 168 ribuan itu belum termasuk rumah lain yang sudah dibangun pengembang, tetapi tidak dilaporkan ke REI khususnya di Jawa Barat dan Banten yang merupakan lokasi rumah masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR di Jawa. Serta di luar belasan ribu unit Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang dibangun anggota REI di Jakarta. Soeleman yang akrab disapa Eman itu menegaskan, REI berupaya keras mewujudkan program pemerintah pembangunan sejuta unit rumah MBR. "Komitmen REI sebagai garda terdepan pembangunan rumah rakyat harus dijalankan," katanya.

Untuk itu diharapkan pengurus REI di daerah mendorong dan mendukung anggotanya untuk membangun MBR. Dia mengakui, untuk kawasan Sumatera, Sumut adalah daerah yang berpotensi besar dalam menyumbang atau berkontribusi dalam pembangunan rumah MBR. Eman juga mengakui ada kendala utama dalam pembangunan rumah untuk MBR seperti perizinan yang rumit dan berbelit-belit. Meskipun pemerintah pusat sudah menerbitkan sejumlah regulasi untuk penyederhanaan perizinan.

 

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…