Kolaborasi Online Konvensional cara Amazon

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

            Agresifitas e-commerce atau toko online memang makin menjamur. Meskipun share toko online terhadap total retail masih dibawah 1%, tapi pertumbuhan bisnis jual-beli online dalam 3 tahun terakhir menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Bank Indonesia mencatat di tahun 2016, transaksi e-commerce mencapai Rp75 triliun.

Data terakhir di tahun 2016, jumlah smartphone di Indonesia mencapai 75 juta unit. Sebanyak 42% dari total usia produktif di Indonesia memiliki smartphone. Bahkan ditengah pelemahan daya beli masyarakat justru penjualan smartphone naik 13% (year-on-year) di tahun 2017 berdasarkan data International Data Corporation (IDC).

Namun, ternyata tidak semua barang hijrah ke toko online akibat perkembangan smartphone. Riset Nielsen per Oktober 2017 menunjukkan hal yang menarik, ternyata belanja e-commerce hanyalah lifestyle shopping bukan grocery shopping. Lifestyle shopping maksudnya belanja yang berkaitan dengan fashion, perhiasan, aksesoris dan gadget. Tapi grocery shopping atau belanja kebutuhan pokok seperti beras, sayur, minyak goreng dan gula pasir tidak terpengaruh adanya e-commerce. Mimpi membeli beras dan gula misalnya menggunakan e-commerce prospeknya masih kecil.

Melihat tidak semua barang bisa dijual online, Amazon yang merupakan perusahaan e-commerce raksasa melihat peluang terbuka lebar bagi kolaborasi antara online dan toko konvensional. Pada akhir Agustus 2017, Amazon secara resmi mengakuisisi Whole Food supermarket makanan di Amerika Serikat. Kolaborasi tersebut justru membuat penjualan Whole Food meroket karena diskon makanan bisa lebih dari 43%. Biaya logistik dan pemasaran bisa lebih efisien karena dilakukan secara online-to-offline. Kemudian Whole Food juga berniat merekrut 6.000 orang tenaga kerja baru. Alih-alih terjadi PHK massal, Whole Food tetap bertahan.

Sayangnya hal tersebut tidak terjadi di Indonesia. Department store seperti Lotus, minimarket 7-Eleven, dan Debenhams terpaksa tutup setelah kalah bersaing dengan toko online dan momentum daya beli masyarakat memang sedang lesu. Sekarang para pemain ritel yang kalah saing sibuk merengek meminta keringanan pajak dan aneka insentif kepada Pemerintah agar terus hidup.

            Untuk menjembatani antara toko konvensional dan online, Indonesia masih jauh dari ideal. Adaptasi regulasi dan kesiapan infrastruktur digital berjalan lambat. Menurut IMD World Digital Competitiveness Ranking tahun 2017, peringkat Indonesia dalam daya saing digital masih di posisi 59 dunia. Infrastruktur digital berupa koneksi internet hanya berada diurutan ke-61. Belum lagi bicara soal reformasi regulasi yang masih gagap di peringkat 61 dunia.

            Jadi tugas Pemerintah memang berat, mencegah toko ritel konvensional berguguran yang menciptakan PHK massal karena ekpansi e-commerce tak bisa dibendung. Tapi disisi yang lain harus jadi mediator agar pelaku ritel tua dan generasi baru bisa saling kolaborasi. Oleh karena itu kuncinya infrastruktur dan regulasi harus benar-benar disiapkan. 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…