Indonesia Darurat Rokok

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Budi Hidayat mengatakan Indonesia saat ini lebih dalam kondisi darurat rokok daripada darurat narkoba. “Pemerintah secara tidak langsung memberikan surga bagi para perokok dan industri rokok. Ilustrasinya, rokok bisa dibeli secara batangan dan harganya sangat murah dan bisa dijangkau," kata Budi di Jakarta, Kamis (26/10).

Budi mengatakan fakta bahwa harga rokok di Indonesia sangat murah baru akan dirasakan oleh seorang perokok saat sedang berada di luar negeri dan ingin membeli rokok. Surga berupa harga rokok yang murah di Indonesia menjadi ironi ketika belanja untuk rokok pada rumah tangga termiskin justru mengalahkan pembelanjaan untuk kebutuhan yang lebih penting seperti pemenuhan gizi dan pendidikan anak. "Karena itu, konsumsi rokok harus dikendalikan melalui cukai yang tinggi. Contoh praktik terbaik di berbagai negara adalah mengendalikan konsumsi rokok dari sisi permintaan melalui penerapan cukai yang tinggi," tuturnya.

Budi mengatakan bila harga rokok di pasaran lebih tinggi daripada daya beli masyarakat, maka para perokok akan mulai mengurangi merokok dan yang bukan perokok akan berpikir beberapa kali sebelum memutuskan untuk membeli rokok. "Lalu berapa harga yang ideal untuk rokok? Berapa pun harganya, yang penting harus bisa mengendalikan konsumsi rokok. Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan seseorang baru akan berpikir untuk berhenti merokok saat harganya mencapai Rp50 ribu," katanya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan prevalensi merokok di Indonesia masih akan terus meningkat karena pemerintah berencana pada tahun depan menaikkan cukai tembakau rata-rata 10,04 persen. “Harga rokok masih sangat terjangkau oleh rumah tangga miskin dan anak-anak serta remaja. Kenaikan rata-rata 10,04 persen hanya akan menaikkan harga rokok Rp30,00 hingga RP50,00 per batang,” kata Tulus.

Nominal itu tidak akan berdampak bagi rumah tangga miskin dan anak-anak serta remaja karena masih bisa dijangkau. Apalagi, rokok masih bisa dibeli secara batangan. Tulus mengingatkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa rumah tangga termiskin lebih banyak membelanjakan uangnya untuk rokok daripada pemenuhan gizi dan pendidikan anak. Rokok menempati posisi kedua setelah beras dalam pembelanjaan rumah tangga termiskin.

"Kementerian Keuangan masih gagal memahami cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi tembakau sebagaimana filosofi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai," tuturnya. Tulus menduga Kementerian Keuangan masih lebih banyak mendengarkan pendapat industri rokok dan mengabaikan masukan masyarakat sipil yang mendorong pengendalian tembakau yang lebih ketat.

Pemerintah akan menaikkan cukai tembakau rata-rata 10,04 persen yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2018. Keputusan menaikkan cukai tembakau itu ditetapkan dalam rapat internal yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Kamis (19/10). Menurut laporan Bank Dunia yang berjudul "Reformasi Pajak Tembakau: Persimpangan Jalan antara Kesehatan dan Pembangunan", Menteri Keuangan sebuah negara bisa menyelamatkan lebih banyak jiwa dari pada Menteri Kesehatan dengan menaikkan cukai rokok.

 

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…