Kebohongan dalam Dunia Pendidikan

 

 

 

Skandal kebohongan Dwi Hartanto mengejutkan Indonesia. Namun perilaku menyimpang itu bukan tidak lazim di dunia sains. Tapi kenapa mahasiswa doktoral itu melakukan kebohongan yang mudah diverifikasi? Tidak sedikit yang kecewa ketika Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Deflt Belanda, diketahui berbohong mengenai prestasinya di bidang antariksa.

Kebohongan Dwi Hartanto terlucuti satu per satu setelah anggota Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) memeriksa klaim prestasinya. Ia pun akhirnya meminta maaf. "Saya mengakui bahwa ini adalah kebohongan semata," tulisnya dalam surat klarifikasi yang diterbitkan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Delft, Belanda.

Dia antara lain mengaku ikut mengembangkan pesawat tempur generasi ke-enam dan mengantongi sejumlah hak paten seputar teknologi kedirgantaraan. Dwi juga membual mengenai kemenangannya di kompetisi antar badan antariksa di Jerman. Dia bahkan memanipulasi cek hadiah untuk dioto dan disebarkan ke Indonesia.

Heboh ihwal kebohongan DWI Hartanto sampai-sampai memicu spekulasi bahwa ia mengidap penyakit psikologis, Mythomania. "Ketika orang merasa dirinya kurang berharga atau dihargai, lalu berbohong dengan kisah yang membesar-besarkan dirinya," kata dr Tun Kurniasih Bastaman, seorang Psikiater di Jakarta.

Kebohongan di dunia ilmu pengetahuan bukan hal yang tidak lazim. Haruko Obokata adalah contoh paling spektakuler. Ilmuwan perempuan berusia muda asal Jepang ini sempat digadang-gadang bakal mendapat penghargaan Nobel 2014 silam setelah menemukan cara efektif memogram ulang sel punca menjadi berbagai jenis jaringan tubuh.

Namun sensasi tersebut hanya bertahan selama beberapa hari. Obokata yang dianggap pahlawan perempuan di tengah dunia penelitian sel punca yang didominasi laki-laki, ketahuan memanipulasi data dan melakukan malpraktik. Setelah dipermalukan di depan publik. perempuan muda itu kehilangan pekerjaan dan reputasinya di dunia ilmu pengetahuan.

Semuanya bermula dari godaan popularitas dan uang yang dihadapi banyak ilmuwan. Menurut penelitian yang dipublikasikan jurnal ilmiah, Plos One, sebanyak 2% ilmuwan di Amerika Serikat mengaku memanipulasi data setidaknya sekali dalam karirnya dan 14% mengaku menyaksikan rekannya melakukan kebohongan, plagiarisme atau malpraktik.

Jerman, Inggris, dan Perancis menghadapi masalah yang serupa. Sebanyak 8-10% tulisan ilmiah terbukti mengandung plagiarisme. Namun ketika studi tersebut mengangkat isu komersialisasi dunia penelitian yang mendorong tindakan malpraktik oleh ilmuwan untuk menyesuaikan hasil studi dengan pesanan sponsor, kasus Dwi Hartanto terpaut jauh. Harus diakui, jarang ditemui kasus seorang ilmuwan membual mengenai jabatan atau prestasi, lantaran sifatnya mudah diverifikasi. Dwi sendiri berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Kebohongan yang dilakukan Dwi mengingatkan kembali pada kasus kebohongan lain yang pernah dilakukan oleh para ilmuwan Tanah Air, diantaranya adalah 

Padi Super Toy 

Di tahun 2008 eksperimen proyek padi Super Toy HL2 yang merupakan hasil persilangan dari rojo lele dan pandan wangi sempat menggemparkan Tanah Air. Sang penemu, Tuyung Supriyadi (39) merupakan lulusan Sekolah Tinggi Mesin (STM) yang cukup berpengalaman dalam bidang pembenihan, bahkan diketahui diriya pernah bekerja di perusahaan pembenihan di Korea. Kala itu kabar mengenai padi Super Toy sebagai varietas unggul yang bisa memproduksi 15 ton padi per hektar ditanggapi baik oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu menjabat
Presiden RI.

Bahkan SBY langsung mengirimkan tim khususnya yang untuk mencari tahu hal ini. Namun setelah proyek tersebut berjalan, padi Super Toy gagal panen bulan September 2008. Hal ini membuat ratusan petani Desa Grabag, Purworejo mengalami kerugian hingga ratusan juta karna gagal panen.

Blue Energy

Di tahun yang sama, yakni 2008, penemuan bahan bakar alternaif (blue energy) oleh Djoko Suprapto menghebohkan Tanah Air. Mengutip dari Antaranews, pria asal Nganjuk itu mengklaim bahwa dirinya bisa mengubah air menjadi bahan bakar alternatif (blue energy), alat pembangkit listrik “Jodhipati” dan bahan bakar minyak (BBM) alternatif “Banyugeni”.

Namun setelah diteliti oleh Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, penelitian tersebut akhirnya dihentikan karena diduga mengandung unsur penipuan. “Setelah ditelaah ternyata alat tersebut bukan merupakan pembangkit listrik. Pembongkaran dilakukan atas dasar dugaan bahwa pembangkit listrik Jodipati tidak berfungsi sesuai dengan yang dijanjikan,” kata Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) UMY, Dasron Hamid.

 

BERITA TERKAIT

Wisuda dan Dies Natalis ke 63, Rektor Moestopo : Terapkan Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship Dalam Dunia Profesi

NERACA Jakarta – Universitas Moestopo Beragama menggelar wisuda dan Dies Natalis ke 63 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa…

Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Masuk Sekolah

  Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…

Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan

  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…

BERITA LAINNYA DI

Wisuda dan Dies Natalis ke 63, Rektor Moestopo : Terapkan Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship Dalam Dunia Profesi

NERACA Jakarta – Universitas Moestopo Beragama menggelar wisuda dan Dies Natalis ke 63 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa…

Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Masuk Sekolah

  Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…

Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan

  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…