Broad Spectrum Economy

Oleh: Fauzi Aziz

Pemerhati Masalah Ekonomi dan Industri

 

Ekonomi Indonesia diharapkan untuk terus tumbuh, dan sumber-sumber pertumbuhannya diharapkan dapat disumbang oleh banyak sektor sebagai kontributornya. Dalam bahasa keseharian kira-kira bisa disebut yang penting tumbuh, tidak peduli apakah sektor penyumbangnya adalah sektor produksi ataukah sektor jasa-jasa. Inilah kira-kira pemahaman selintas tentang "broad spectrum economy", yakni menumbuhkan ekonomi dengan pendekatan spektrum luas.

Jika pola pendekatan broad spectrum economy ini kita jadikan rujukan, dan sistem ekonomi nasional dibiarkan tumbuh sesuai mekanisme pasar, maka kalau kita mengacu data BPS tahun 2016, diperoleh gambaran bahwa lapangan usaha paling menarik dan diminati para pemodal adalah bergerak di sektor jasa-jasa yang mampu tumbuh rata-rata 6%. Sementara itu, sektor produksi hanya mampu tumbuh rata-rata 3%.

Angka ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% pada tahun 2016. Data ini memberikan indikasi bahwa berbagai kebijakan ekonomi/kebijakan deregulasi yang dilakukan pemerintah dalam  banyak paket, belum mampu mendongkrak pertumbuhan di sektor produksi secara signifikan.

Kalau kita percaya pada hukum pasar, maka potret ekonomi Indonesia yang terpantau dari data 2016, dapat disimpulkan bahwa pelaku pasar lebih banyak merespons untuk menangkap peluang usaha di sektor jasa-jasa, meskipun secara by design, pemerintah merencanakan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri pada tahun 2035.

Fenomena tersebut sekali lagi dapat memberikan pencerahan pada kita bahwa visi dan misi pembangunan ekonomi yang dirancang oleh pemerintah, tidak serta merta direspons positif para pelaku pasar. Mereka lebih tertarik melihat perekonomian negeri ini menjadi tempat persemaian bagi kegiatan aksi profit taking yang menjanjikan untuk berbisnis disektor jasa-jasa, ketimbang memilih bergerak di sektor produksi. Inilah potret ekonomi pasar yang berjalan selama ini di Indonesia.

Realitas yang dapat kita lihat sekarang ini adalah banyak wirausaha baru bermunculan, dan berbisnis sebagai startup company yang bergerak di sektor jasa dan tidak terlalu banyak bergerak di sektor manufaktur. Broad spectrum economy telah melahirkan postur dan struktur ekonomi yang timpang antara sektor produksi dan jasa-jasa.

Apakah yang demikian dianggap salah? Tentu tidak salah karena sinyal ekonomi dan bisnis yang mereka yakini berprospek  bagus  adalah berinvestasi di sektor jasa-jasa. Merebut pasar dalam negeri yang besar adalah keniscayaan. Boleh percaya atau tidak bahwa berdasarkan perkiraan yang dibuat oleh "Homi Kharas" dari "Brooking Institute", konsumsi kelas menengah Indonesia akan mencapai US$2,5 triliun pada tahun 2030.

Angka ini tertinggi di dunia pada nomor urut 4. Nomor urut 1 ditempati India dengan nilai US$ 12,8 triliun, menyusul Tiongkok dengan nilai US$ 9,9 triliun, dan Amerika Serikat dengan nilai US$ 3,9 triliun.

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…