Oleh: Rusli Abdulah
Peneliti INDEF
Memasuki semester II, pertumbuhan ekonomi menghadapi masa suram. Hal ini disebabkan dua sumber pertumbuhan ekonomi kita sudah kehabisan tenaga. Sumber pertumbuhan tersebut adalah konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga sudah melewatkan momentumnya, yakni puasa, lebaran dan tahun ajaran baru.
Hingga kini, konsumsi rumah tangga masih memerankan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi kita. Porsi konsumsi rumah tangga berada di atas angka 50% dari PDB. Terakhir, di Triwulan Pertama 2017, konsumsi rumah tangga berkontribusi pada pembentukan PDB kita sebesar 56,94% dan menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 2,71%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pada triwulan 1 2016 di mana kontribusi terhadap pembentukan PDB sebesar 57,70%.
Meskipun memiliki porsi terbesar dalam pembentukan PDB kita, konsumsi tidak bisa dijadikan sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi di semester II-2017. Hal ini disebabkan oleh tren penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam 6 tahun terakhir, terlewatinya momentum konsumsi di 2017 yakni puasa dan lebaran serta naiknya harga listrik.
Selama 6 tahun terakhir, pertumbuhan konsumsi rumah tangga menurun dari 5,05% di tahun 2010 menjadi 5,01% di tahun 2016. Apabila dilihat pertumbuhan per kuartal, maka pada kuartal 1 2017 merupakan pertumbuhan terendah ke dua dalam 6 tahun terakhir yakni sebesar 4,93%. Pertumbuhan terendah terjadi pada kuartal 4 2015 sebesar 4,90%. Pada tahun 2017, momentum puasa-lebaran berada di semester 6 (bulan Mei-Juni). Sisa satu semester kedua, tidak banyak momentum-momentum yang bisa menstimulus konsumsi, hanya tersisa natal 2017 dan tahun baru 2018.
Terakhir, kenaikan harga listrik. Meskipun Pemerintah mengklaim bahwa listrik tidak berpengaruh kepada perekonomian, kenaikan harga listrik telah menyebabkan inflasi dahsyat di kuartal 2 2017. Bahkan tingkat inflasi komponen listrik jauh berada di atas inflasi komponen bahan makanan. Inflasi untuk perumahan, air, listrik dan bahan bakar bulan Mei 2017 (5,54%, yoy) dan Juni 2017 (6,18%, yoy) lebih tinggi dibandingkan periode Mei 2016 (1,26%, yoy) dan Juni 2016 (1,18%, yoy). Di sisi lain, kelompok bahan makanan pada Mei 2017, mengalami inflasi sebesar 3,37% (yoy) dan 2,43% (yoy) di bulan Juni 2017.
Terdapat mesin pertumbuhan lain yang bisa langsung berdampak besar pada semester kedua 2017 yakni belanja Pemerintah dan ekspor. Meskipun belanja Pemerintah melalui kementerian dan lembaga pada RAPBN 2017 meningkat dibandingkan dengan APBN 2017 sebesar Rp9,5 triliun dari pagu APBN 2017 sebesar Rp773,1 triliun, kita tidak bisa berharap banyak pada dampak langsungnya.
Hal ini dikarenakan pengalihan pos belanja sebesar Rp16 triliun dari belanja langsung (percepatan program sertifikasi tanah, persiapan pilkada 2018 dan pemilu 2019) tidak berdampak langsung pada ekonomi sisa kuartal 3 dan 2017. Dampak akan lebih terasa di 2018. Jadi kita masih bisa sangat berharap pada kinerja ekspor kita. Pun kita berharap pada FDI, dampak nya akan banyak terasa di 2018. Jadi mari berdoa semoga pertumbuhan 5% di 2017 bisa tercapai.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…