Hidupkan Ekonomi Pancasila!

Untuk pertama kalinya bangsa Indonesia menikmati hari libur nasional pada 1 Juni untuk memperingati lahirnya ideologi bangsa dan negara yaitu Pancasila. Terkait dengan kondisi perekonomian nasional yang saat ini sedang menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan masuk liberalisme ke negeri ini, maka tak ada salahnya kita mengingatkan kembali sistem ekonomi Pancasila yang pernah didengung-dengungkan di masa lalu, patut dihidupkan kembali seiring dengan pemantapan ideologi bangsa dewasa ini.

Lantas bagaimana Pancasila memandang persoalan-persoalan ekonomi dalam konteks individu, masyarakat dan bangsa? Ini yang penting buat pemahaman kita semua. Bagaimanapun, inti pokok Pancasila menggarisbawahi kejiwaan yang berketuhanan, penuh kemanusiaan, mengembangkan persatuan, dijiwai kerakyatan dan menyajikan tatanan yang berkeadilan sosial.

Dalam konteks ekonomi, Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama akan menempatkan setiap tindakan ekonomi di dalam perjalanan hidup manusia kembali menuju tujuan akhirnya, yaitu Tuhan. Segala nilai yang membawa langkah manusia ke arah sana akan terus diupayakan. Artinya, semua langkah yang menjauhkan, menyimpang atau berlawanan dengan arah menuju Tuhan akan dihindari.

Karena itu, perilaku-perilaku ekonomi yang tecermin dalam produksi, konsumsi, dan distribusi pada hakikatnya bertujuan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan sebaliknya, semua tindakan ekonomi yang memperlakukan manusia lain sebagai sasaran pengerukan, penipuan, kerakusan, harus dihindari karena itu menjauhkan diri kepada Tuhan.

Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai sila kedua, pada intinya mengingatkan bahwa semua langkah operasional tidak dijiwai oleh “binatang rasional” atau “binatang ekonomi”, melainkan dijiwai oleh semangat usaha bersama antarmanusia dengan menjunjung tinggi nilai peradaban, sopan santun, harga diri dan martabat manusia.

Adapun implementasi kemanusiaan yang adil dan beradab akan memunculkan majikan bukan “sapi perahan” buruh, dan buruh bukan jenjang kejayaan majikan. Penghasilan pengusaha adalah hasil keringatnya. Penghasilan buruh adalah hasil keringatnya. Oleh karena itu, asas kemanusiaan ini menuntut agar setiap mitra dalam siklus ekonomi menduduki porsinya secara masing-masing.

Persatuan Indonesia sebagai sila ketiga yang didasarkan pada jiwa keluarga sebangsa menempatkan setiap usaha ekonomi, baik swasta maupun negara, tidak saling bertabrakan, berebut, bermusuhan, melainkan saling mengisi, menyambung dan melengkapi, sehingga memajukan usaha. Ini semua hanya bisa dicapai melalui persatuan, keserasian langkah, kesatuan gerak, sehingga setiap rencana masing-masing dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan sebagai sila keempat, itu memberi makna memberikan jaminan saling tukar pikiran antara semua peserta usaha: pemilik modal, pemilik risiko, karyawan, suplier, konsumen, pesaing, pemerintah, dan siapa saja yang ada hubungan bisnis atau ekonomi dengan kita. Jadi, semua bentuk perselisihan bisa diselesaikan dengan penuh kesadaran. Langkah musyawarah akan mengantarkan setiap pelaku ekonomi menuju kedamaian.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai sila terakhir Pancasila tidak hanya diartikan keadilan secara legalitas di mata hukum, tetapi juga keadilan yang dinamis, yang diukur dan dipandang di dalam perspektif peranan seseorang dalam masyarakat.  Dengan prinsip keadilan, orang akan bangga menjadi buruh suatu perusahaan karena kedudukannya dihargai, bukan karena sebagai karyawan misalnya, yang hanya “makan” gaji setiap bulan.

Karena itu, menerapkan ekonomi berdasarkan pada Pancasila sudah menjadi keharusan kita semua. Pemimpin dan rakyat sangat perlu memahami dan melaksanakan nilai-nilai (values) Pancasila di tengah serbuan ideologi ekonomi asing seperti kapitalisme dan liberalisme, yang seringkali bertentangan dengan ideologi kita: Pancasila. Kita yakin bahwa prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang melekat pada Pancasila akan mampu menciptakan kemajuan ekonomi bangsa, baik secara material maupun spiritual.       

Ke depan, sebagai pemimpin nasional harus fokus terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila setulus mungkin. Bagaimanapun, pemimpin masa depan harus memberikan teladan kepada rakyatnya dengan memperhatikan kebijakan prorakyat, bukan prokelompok tertentu. Semoga!      

 

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…