Harga Gas yang Wajar

 

Belum lama ini Presiden Jokowi menginstruksikan agar harga gas diturunkan di tingkat industri pengguna hingga ke US$ 4 per mmbtu. Karena itu, persoalan penetapan harga gas ini mencakup tiga kelompok besar dalam mata rantai peredaran gas di dalam negeri, yaitu produsen hulu, penyedia infrastruktur (midstream), dan pedagang/penyalur (downstream).

Adapun yang dimaksud produsen gas di negeri ini adalah para kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS). Sebanyak 85% produksi gas Indonesia dihasilkan oleh 13 KKKS. Operator dan pemegang saham KKKS tersebut adalah Pertamina group, perusahaan nasional seperti PGN group dan Medco Group, perusahaan asing dan penyertaan daerah/ BUMD.

Saat ini, harga keekonomian lapangan lapangan gas bervariasi, tergantung pada antara lain tingkat kesulitan memproduksi, volume cadangan gas, dan properties (kualitas dan kandungan gasnya). Keekonomian harga gas hulu sekarang bervariasi antara US$ 2 sampai US$ 8,5 per mmbtu. Harga ini sudah harga pokok, bagian keuntungan KKKS, dan bagian pemerintah.

Di tingkat midstream penyedia jalur transmisi gas ada PGN grup, Pertamina grup termasuk Pertagas, produsen hulu membangun jaringan pipa dari sumur produksi hingga titik serah ke pengguna tertentu, atau hingga ke saluran transmisi.

Kita menyadari penentuan harga tarif akses pipa transmisi bervariasi. Untuk yang sifatnya dedicated hulu, toll fee telah termasuk dan merupakan bagian dari harga keekonomian. Sedangkan untuk jaringan pipa Pertagas dan PGN grup, tarif sepenuhnya ditentukan melalui perhitungannya sendiri. Tarif tersebut telah merefleksikan biaya operasi dan perawatan jaringan, pajak, depresiasi, serta tingkat pengembalian modal (IRR) pemilik pipa untuk mempertahankan kesehatan keuangannya, mendapatkan tambahan modal, serta keuntungan.

Khusus untuk LNG, komponen biaya gas ke pengguna akan ditambah lagi dengan ongkos regasifikasi, sebelum masuk ke jaringan transmisi. Ongkos regasifikasi LNG di Indonesia antara US$ 1,57 sampai US$ 3 per mmbtu. Di negara lain bervariasi antara US$ 0,20 sampai US$ 1,3 per mmbtu. Indonesia memiliki 4 terminal regasifikasi, dioperasikan dan dimiliki oleh PGN grup dan Pertamina grup.

Di tingkat downstream, pedagang gas ada tiga golongan. Pertama, pedagang merangkap transporter. Ini diperankan oleh PGN grup dan Pertamina grup dalam konsep bundling. Produsen KKKS menjual putus (perjanjian jual beli gas/PJBG) dengan mereka, dan kemudian PGN serta Pertagas grup ber-PJBG dengan pembeli dan/atau pengguna akhir.

Kedua adalah pedagang membeli gas dari KKKS, atau dari pedagang yang merangkap transporter, atau dari Pedagang lainnya (jadi semacam perdagangan bertingkat). Selanjutnya, pedagang mengikat perjanjian transportasi gas (gas transportation agreement/GTA) dengan pemilik jaringan pipa transmisi.

Ketiga adalah pedagang menjual gas di titik serah hulu dan pembeli gas ber-GTA dengan pemilik jaringan pipa.

Berdasarkan teori, atas pipa open access, siapa pun penggunanya harus diberi kesempatan dan perlakuan yang sama. Namun dalam praktiknya, produsen atau pengguna gas tidak memiliki posisi tawar yang seimbang dengan pemilik jaringan transmisi, baik dari aspek ketersediaan volume, prioritas penggunaan pipa maupun tarif akses.

Sebagai gambaran, saat ini gas yang langsung dari produsen hulu ke pengguna akhir (pupuk, petrokimia dan Krakatau Steel) hanya sekitar 36 persen. Itupun hampir 100 persen melewati dengan membayar tarif pipa transmisi kedua grup dominan di atas. Sedangkan industri lainnya, seluruhnya mendapatkan gas dari para pedagang atau pedagang yang merangkap transporter. Harga rata rata gas hulu adalah sekitar US$ 5,5, sementara berdasarkan pantauan selama ini, harga gas di tingkat pengguna akhir bervariasi antara US$ 8 sampai US$ 14 per mmbtu.

Melihat harga gas sampai ke pengguna akhir sangat tinggi sekali, Presiden Jokowi meminta instansi pemerintah yang terkait hendaknya me-review secara cermat dan komprehensif, adil, dan seimbang antara risiko investasi, modal, dan keuntungan yang wajar pada setiap mata rantai, mulai dari hulu, midstream, downstream, hingga end user (pengguna akhir).

Jadi, kehadiran pemerintah perlu campur tangan dalam mereview struktur biaya dan menetapkan besaran tingkat pengembalian investasi (interest rate of return-IRR) yang wajar pada industri gas yang sifatnya monopoli/oligopoli alami, adalah mutlak. Artinya, tata kelola gas perlu dibangun dengan memutus rantai rente yang tidak wajar yang berpotensi merugikan kepentingan umum.

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…