Terkait Hasil Olahan Organik - Pengusaha ASEAN Sanggah "Delisting" Produk Rumput Laut

NERACA

Jakarta – Pelaku usaha rumput laut ASEAN sepakat akan mengajukan sanggahan atas dikeluarkannya “delisting” olahan rumput laut, utamanya carrageenan dan agar-agar dalam daftar produk organik. Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan, para pelaku usaha rumput laut ASEAN telah bersatu dan sepakat untuk mengajukan surat sanggahan kepada National Organic Standards Board (NOSB) Amerika Serikat.

Azis menuturkan, keputusan mengajukan sanggahan dilakukan atas hasil pertemuan the 8th ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC) Meeting yang dilaksanakan pada 22-25 Agustus 2016 di Tawau, Sabah, Malaysia. “Intinya kami menolak delisting dan kami akan mempersiapkan bukti-bukti bahwa carrageenan dan agar-agar adalah produk olahan alami dan organik,” katanya, disalin dari Antara.

Azis juga menuturkan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pihaknya tengah mempersiapkan bahan-bahan untuk menghadapi pertemuan di Sunset Meeting di Saint Louis, Missouri, AS, untuk meyakinkan dunia internasional bahwa carrageenan dan agar-agar merupakan produk olahan organik. “Kami telah melakukan pertemuan langsung dengan Ibu Menteri KP (Susi Pudjiastuti), kami apresiasi atas respon positif yang juga akan melakukan komunikasi dengan pemeritah AS,” katanya.

Menurut Azis, rumput laut merupakan komoditas yang dapat berkontribusi untuk pengembangan ekonomi daerah dan peningkatan ekspor komoditas nasional. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia.

“Rumput laut adalah produk alami yang dikerjakan masyarakat dan menjadi sumber kehidupan masyarakat pesisir. Bila 'delisting' itu diberlakukan, tentunya akan sangat merugikan pihak kita dari hulu sampai hilir,” tukasnya.

Amerika Serikat berencana untuk melakukan delisting atau mengeluarkan produk rumput laut dari daftar bahan pangan organik Indonesia karena dianggap tidak memenuhi kriteria bahan pangan organik.

Rencana delisting produk rumput laut dari daftar bahan pangan organic tersebut dipicu petisi Joanne K. Tobacman, M.D. (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (FDA), yang berisi melarang penggunaan carrageenan sebagai bahan tambahan makanan yang terbuat dari rumput laut.

Berdasarkan penelitian Tobacman, ditengarai carrageenan dapat menyebabkan peradangan atau inflamasi yang memicu kanker. Namun, petisi tersebut ditolak US FDA pada Juni 2008. Kemudian, petisi Tobacman tersebut diikuti publikasi LSM Cornucopia Institute dari AS pada Maret 2013. LSM itu mendorong publik meminta US National Organic Standards Board (NOSB) agar mengeluarkan carrageenan dari daftar bahan pangan organik.

Sebelumnya, dilansir laman yang sama, diwartakan, ancaman “delisting” atau dikeluarkannya komoditas rumput laut Indonesia oleh pemerintah Amerika Serikat dinilai tidak akan terlalu banyak berpengaruh kepada ekspor, kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. “Ekspor rumput laut kita ke Amerika Serikat sedikit jadi tidak terlalu berpengaruh,” kata Menteri Susi.

Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan, lebih dari 90 persen dari komoditas rumput laut Indonesia diekspor ke China. Sebelumnya, ARLI menolak kebijakan “delisting” atau dikeluarkannya komoditas rumput laut dari daftar pangan organik yang saat ini dibahas oleh sejumlah lembaga di Amerika Serikat.

“Ancaman ini cukup serius karena telah melalui mekanisme yang konstruktif, baik diawali dari temuan riset lalu dilanjutkan dengan konvensi ilmiah dan publikasi yang dilakukan oleh institusi perguruan tinggi di sana,” kata Ketua ARLI Safari Azis di Jakarta, Kamis (11/8).

Dia memaparkan bahwa sejumlah institusi perguruan tinggi, ilmuwan, dan LSM di AS telah meminta kepada Dewan Standar Organik Nasional AS (NOSB) untuk mengeluarkan “Carrageenan” dan Agar dari daftar (delisting).

Menurut Safari, target delisting itu secara resmi akan diberlakukan pada tahun 2018, sehingga Indonesia harus segera melakukan persiapan pembelaan untuk menindaklanjutinya. Ketua ARLI memaparkan kesempatan untuk melakukan pembelaan itu bisa dilakukan pada “Sunset Meeting” yang akan dilaksanakan pada November 2016 di Missouri, Amerika Serikat.

Dia menjelaskan, rumput laut Indonesia adalah pemasok kebutuhan industri dunia terbesar mencapai sekitar 50 persen. Rumput laut banyak diekspor ke negara-negara produsen olahan rumput laut seperti China, Filipina, dan Chile.

“Meski kita tidak ekspor langsung ke AS, tetapi rumput laut kita banyak diserap oleh negara-negara produsen olahan rumput laut yang mengekspornya ke AS. Ini yang menjadi perhatian kita,” ungkap Safari.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…