Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Seorang tokoh ekonomi syariah Indonesia dalam perbincangannya via social media whats app (WA) mengirimkan pesan kepada saya, dalam pesanya tokoh tersebut mengatakan, dimana dalam pengembangan ekonomi syariah saat ini “yang berjuang tidak mengerti yang mengerti tidak sungguh-sungguh berjuang”. Pesan pendek WA tersebut tidak diuraikan secara panjang secara panjang lebar seperti yang biasanya diuraikan yang selama ini. Namun membaca pesan pendek tersebut saya bisa menangkap apa yang menjadi benak pikiran tokoh ekonomi syariah itu, dimana saat ini terjadi anomali dalam pengembangan ekonomi syariah.
Ekonomi syariah ketika awal dikembangkan pada tahun 90-an di Indonesia, memberikan harapan besar kepada masyarakat sebagai sebuah ekonomi alternatif, apalagi pada saat itu terjadi krisis keuangan yang sangat hebat melanda di berbagai negara-negara dunia akibat ulah sistem ekonomi konvensional yang mengedepankan sistem bunga. Hal ini menjadikan ekonomi syariah sebagai solutif bagi kehidupan.
Maka tidak aneh sekali bagi Indonesia yang mayoritas Muslim terbesar di dunia—di era tahun tersebut dengan kepeloporan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia berserta ormas-ormas Islam (MUI,NU dan Muhammadiyah) mampu mmendorong praktek pengembangan ekonomi syariah di Indonesia untuk diwujudkan dalam bentuk pengembangan sektor keuangan dan sektor riil. Dengan harapan ekonomi syariah menjadi sebuah bagian dari ekonomi nasional.
Ekonomi syariah bagi masyarakat Indonesia dalam prakteknya tidak menjadi kendala, apalagi secara prinsip dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, dimana konsep ekonomi berbagi hasil sudah menjadi bagian dari budaya. Begitu juga semangat kegotong royongan dan kekeluargaan juga merupakan jati diri bangsa Indoenesia. Maka ekonomi syariah sudah seyogianya bisa diterima oleh masyarakat Indoenesia baik secara budaya dan mayoritas beragama Islam.
Namun dalam kenyataanya, realitas tersebut sangat paradok dengan yang terjadi saat ini, dimana ekonomi syariah yang sudah berkembang selama dua dekade mengalami jalan di tempat dengan melihat market share yang ada selama ini, bahkan lembaga keuangan syariah kurang kompetitif dibandingkan dengan keuangan konvensional. Anehnya lagi—saat ini, ketika pegiat ekonomi syariah berkuasa juga tidak mampu untuk mendongkrak kebijakan secara penuh agar pemerintah serius untuk mengembangkannya.
Fenomena ini jelas menjadi sebuah anomali tersendiri dalam pengembangan ekonomi syariah. Lantas apa yang salah dalam mengembangkan ekonomi syariah saat ini? Ini menjadi pertanyaan kita selama ini? Maka dengan pesan via WA yang saya terima, saya mengkaji apakah semua ini karena sosialisasi pemahaman masyarakat terhadap ekonomi syariah dirasakan masih kurang sehingga masyarakat tidak mengerti apa tangible dan intangible value berekonomi syariah. Sehingga pandangan mereka tentang berekonomi syariah masih bersifat profite oriented seperti halnya yang dilakukan oleh ekonomi konvensional. Sementara aspek-aspek yang lain yakni menuju maqosid al – syariah dalam ekonomi syariah jauh dari sentuhan selama ini.
Jika demikian, boleh jadi diartikan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia baru sebatas peluang saja dalam memanfaatkan mayoritas Islam. Sementara nilai-nilai fundamental secara komperehensif dimiliki oleh ekonomi syariah, jauh dari keniscayaan yang dimilki oleh masyarakat Indonesia. Maka analisa ini bisa dibenarkan, bahwa yang berjuang (masyarakat) dalam mengembangkan ekonomi syariah belum banyak mengerti dan paham. Untuk itu diperlukan sosialiasi ekonomi syariah hingga ke akar rumput secara terus menerus dan tanpa lelah, sehingga masyarakat bisa mengerti dalam mengembangkan ekonomi syariah.
Hal yang sama terhadap para pegiat ekonomi syariah yang kini berada dilembaga eksekutif dan legislatif harus bisa memanfaatkan momentum kekuasaanya dalam membuat kebijakan-kebijakan secara penuh untuk mengembangkan ekonomi syariah. Saat inilah sangat tepat untuk mewujudkannya. Apalagi kita melihat sendiri Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam dan Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) adalah Menteri Keuangan dan Ketua Komisioner OJK, sangat naif sekali jika tidak mampu membumikan ekonomi syariah menjadi sebuah kebijakan pembangunan dalam pemerintahan Jokowi-JK. Sekali lagi sebuah pesan WA yang terkirim dalam celluler saya menjadi warning anomali selama ini dalam mengembangkan ekonomi syariah. Jangan sampai yang terjadi adalah “yang berjuang tidak mengerti dan yang mengerti tidak sungguh sungguh berjuang”.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…