Celah Hukum Pajak

Meski telah disahkan oleh DPR-RI, UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) masih menghadapi pro-kontra, bahkan ada pihak yang mengajukan peninjauan  kembali ke Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, menurut penggugat, sebagian isi UU tersebut ternyata kontradiktif dengan prinsip-prinsip etika, keadilan sosial-ekonomi, penegakan hukum, dan kepentingan nasional.

UU tersebut  juga berpotensi besar menempatkan negara dalam posisi yang lemah dan tak berdaya dalam berhadapan dengan para pelaku korupsi, perampok dan penjahat keuangan negara, penggelap pajak dan pelaku pencucian uang yang akan menjadi peserta program amnesti pajak.

Mengapa? Karena dalam UU Tax Amnesty ternyata tidak memasukkan koruptor dan para wajib pajak (WP) hitam ke dalam subjek yang dikecualikan dalam program amnesti pajak.

Dalam Bab III Pasal 3 ayat (1) UU itu disebutkan bahwa setiap WP berhak mendapatkan pengampunan pajak. Pada ayat (3) disebutkan bahwa yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana disebutkan pada ayat (1) adalah yaitu WP yang sedang: a) dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan; b) dalam proses peradilan; atau c) menjalani hukum pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Dengan ketentuan tersebut, koruptor dan para WP hitam yang selama ini lihai memperdayai negara dan sukses menyembunyikan aset-aset hasil kejahatan mereka di sejumlah negara surga pajak boleh menjadi peserta program amnesti pajak. Padahal, selama ini masyarakat luas sudah berulang meminta DPR agar pihak-pihak tersebut dikecualikan dari RUU Pengampunan Pajak karena mereka sangat tidak pantas  mendapatkannya. Mereka layak diusut dan diproses secara hukum.

Meski Presiden Jokowi selalu menegaskan bahwa pengampunan pajak bukan upaya pengampunan bagi para koruptor atau pemutihan atas aksi pencucian uang, sulit dipungkiri realitas yuridis formil bahwa UU tersebut sesungguhnya didesain khusus untuk melindungi para koruptor dan WP hitam yang memiliki banyak aset di luar negeri dengan nilai yang besar lolos dari jeratan hukum.

Ini karena dalam UU Tax Amnesty ditegaskan bahwa semua data dan informasi dari para WP peserta program amnesti pajak dijamin dan dijaga kerahasiaannya oleh negara. Penegasan ini tertuang dalam Bab X tentang Manajemen Data dan Informasi, khususnya pada Pasal 20, 21, dan 22. Pasal 20 menegaskan bahwa data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang  berkaitan dengan pelaksanaan UUPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

Kemudian pada pasal 21 ayat (2) juga diatur bahwa menteri dan wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan  pengampunan pajak dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau  memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh WP kepada pihak lain.

Selanjutnya pada ayat (3) ditegaskan bahwa data dan informasi yang disampaikan WP dalam rangka pengampunan pajak tidak dapat diminta oleh siapa pun atau diberikan kepada pihak mana berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan WP sendiri. Data dan informasi yang disampaikan WP digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.

Sementara pada Pasal 22 ditegaskan bahwa menteri, wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana  jika dalam melakukan tugas  didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Para pihak yang melanggar ketentuan menjaga kerahasiaan tersebut akan dikenakan hukuman pidana berat. Ketentuan tersebut diatur dalam Bab XI Ketentuan Pidana. Seperti pada pasal 23  ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Berdasarkan sejumlah ketentuan tersebut, sangat jelaslah bahwa keberadaan UU Tax Amnesty terkesan sangat prokoruptor dan para WP hitam yang akan menjadi peserta program amnesti pajak. Bahkan kerahasiaan data dan informasi tentang WP hitam tersebut tidak hanya dijamin dan dilindungi oleh negara, tapi juga diproteksi kebal terhadap proses hukum.

Akibatnya, KPK, Polri, maupun kejaksaan tidak bisa berbuat apa-apa meski mereka memiliki bukti-bukti kuat terkait sepak terjang kejahatan  para WP hitam peserta amnesti pajak. Selain itu, Presiden selaku otoritas tertinggi pemegang data WP peserta program amnesti pajak pun tidak berdaya dalam menghadapi para WP hitam. 

Jadi, sekarang makin jelas UU itu mengandung permasalahan krusial (cacat) yang sangat serius. UU tersebut tidak hanya prokoruptor dan memproteksi para WP hitam dari tuntutan dan jeratan hukum, tapi juga akan menempatkan negara dan pemerintah dalam posisi yang lemah dan tak berdaya dalam menghadapi WP hitam.

Selain itu, keberadaan UU Tax Amnesty juga terlihat sangat bersifat politis dan sarat dengan muatan kepentingan ekonomi dari kelompok WP hitam. Sejumlah pasal krusial yang telah disebutkan tadi  sangat jelas bertentangan dengan asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional.

Karena itu, apabila UU ini dipaksakan segera dilaksanakan, sangat mungkin akan muncul berbagai komplikasi permasalahan serius, terutama ketidakpastian hukum dan ketidakadilan sosial-ekonomi. Taruhan kewibawaan negara dan pengorbanan kepentingan negara juga akan yang jauh lebih besar ketimbang manfaat ekonomi yang akan didapat pemerintah. 

 

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…