BNPB : Intensitas Banjir dan Longsor Berkurang

 

NERACA

 

Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan bencana banjir dan longsor pada awal tahun 2016 menurun dibanding tahun lalu. "Berkurangnya curah hujan menyebabkan bencana hidrometeorologi, khususnya banjir dan longsor juga berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2015," kata Kepala Pusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/2).

Lebih lanjut dikatakannya, kejadian bencana banjir di Indonesia mengalami penurunan sebesar 43 persen selama Januari 2016 dibandingkan Januari 2015. Pada Januari 2015 terjadi 101 kejadian banjir tetapi pada Januari 2016 hanya terjadi 58 kejadian. Hal yang sama juga terjadi pada bencana longsor di periode tahun ke tahun menurun 75 persen. Pada Januari 2015 terdapat 120 kejadian, sedangkan Januari 2016 terdapat 30 kali longsor.

Selama Januari 2016, banjir telah terjadi 58 kali yang menyebabkan 10 meninggal, 730.914 jiwa mengungsi. Sementara 241 rumah rusak berat, 222 rusak sedang, 197 rusak ringan dan 9.937 terendam. Banjir ini terjadi di 21 provinsi dan tersebar di 51 kabupaten/kota. Sedangkan bencana tanah longsor, kata dia, telah terjadi 30 kali yang menyebabkan delapan jiwa meninggal, 180 mengungsi. Kerusakan yang ditimbulkan 15 rumah rusak berat, 8 rusak sedang dan 63 rusak ringan. Bencana ini terjadi di 9 provinsi dan tersebar di 21 kabupaten/kota.

Dia mengatakan pengaruh el nino tahun ini terhadap curah hujan di Indonesia sangat signifikan seperti musim hujan terlambat, intensitas hujan berkurang dan sebaran hujan tidak merata dibandingkan dengan pola normalnya. Namun, kata dia, penurunan kejadian bencana ini masih perlu diwaspadai mengingat ancaman banjir dan tanah longsor masih tetap tinggi selama Februari mendatang.

Menurut dia, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geogisika (BMKG) memprediksi curah hujan masih akan tinggi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat yang intensitas hujannya lebih dari 300 milimeter selama Februari. "Masyarakat diminta untuk selalu waspada dari ancaman banjir, longsor dan puting beliung," katanya.

Namun begitu, Kepala Pusat Meteorologi Publikasi BMKG Mulyono R Prabowo mengingatkan masyarakat untuk waspada bencana longsor di awal La Nina yang diperkirakan terjadi pada September 2016. "Kita masih terus memonitor gejala La Nina, belum tahu kepastiannya akan seperti apa. El Nino diprediksi akan melemah setelah Maret, lalu menuju keseimbangan diikuti La Nina, dan dampaknya kemungkinan baru akan terasa di akhir 2016," katanya.

Seberapa intens La Nina akan terjadi, menurut dia, BMKG belum dapat mengetahui meski pada umumnya akan lebih ringan. Hal yang harus diwaspadai justru untuk daerah dengan topografi curam yang sangat rawan longsor. Tanah yang pada saat El Nino menjadi sangat kering terkena air, di awal La Nina biasanya akan menjadi rentan dan menimbulkan pecahan-pecahan yang bisa memicu longsor.

BMKG, menurut dia, telah menginformasikan kondisi ini kepada pihak terkait dan bekerja sama dengan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memetakan lokasi yang rawan atau berisiko longsor tersebut. Sedangkan, La Nina dapat menimbulkan bencana banjir untuk skala perkotaan, seperti di Jakarta, sangat dipengaruhi oleh intensitas hujan di lokasi tersebut. "Daerah selatan Jakarta akan lebih banyak turun hujan dan tentu berpengaruh dengan pusat Jakarta," ujar dia.

Daya serap tanah di perkotaan, seperti Jakarta, menurut dia, juga sangat memengaruhi kemungkinan terjadinya banjir, selain juga faktor pemicu alam lainnya, seperti pasang air laut yang membuat air dari hulu Jakarta tidak dapat mengalir ke laut. "Kalau sudah seperti itu, pakai pompa air pun tidak berpengaruh," tukasnya.

Menurut Mulyono, tidak secara linier hujan yang terjadi saat La Nina nanti langsung dapat mengisi waduk-waduk atau embung yang dibangun. Perubahan kondisi lingkungan sangat berdampak pada daya dukung serap tanah. Jika lima tahun lalu serapan tanah masih besar, kondisinya tidak sama saat ini yang kemungkinan disebabkan tutupan pohon yang semakin sedikit.

Bulan Februari hingga Maret, ia mengatakan, intensitas hujan diperkirakan akan tinggi, tapi setelahnya akan mulai berkurang. BMKG bersama Kementerian Pertanian, menurut dia, telah membuat kalender tanam dinamik sehingga dapat ditentukan juga kapan dan tanaman apa yang cocok ditanam disesuaikan dengan musim. Informasi tersebut sampai ke petani melalui penyuluh pertanian.

 

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…