Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Sejak diundangkannya UU No 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), semua lembaga keuangan mikro yang tidak jelas kelembagaanya pada tiarap. Pasalnya, mereka harus memilih apakah keberadaan mereka diawasi oleh lembaga otoritas jasa keuangan (OJK) atau Kementerian Koperasi dan UKM. Jika diawasi oleh OJK, LKM harus mampu memberikan transparansi secara kelembagaan secara jelas, begitu pula dengan kualitas pelayanan serta kesehatan LKM sesuai dengan standarisai aturan yang dimiliki oleh OJK. Efek dari aturan-aturan OJK yang harus patuhi tersebut, kini membuat para LKM mencari bentuk lain yang sekiranya memberikan kemudahan bagi mereka.
Koperasi yang merupakan lembaga badan hukum dibawah otoritas Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini menjadi daya tarik mereka untuk berhijrah dari LKM menjadi koperasi jasa keuangan (KJK) dan Koperasi Jasa Keungan Syariah (KJKS). Maraknya LKM menjadi KJK/KJKS perlu diantisipasi oleh pemerintah. Jangan sampai pengertian koperasi disalahgunakan oleh kepentingan-kepentingan tertentu, dimana pengertian koperasi merupakan kumpulan orang dan bukan kumpulan modal. Koperasi harus betul-betul mengabdi kepada kepentingan perikemanusiaan semata-mata dan bukan kepada kebendaan. Kerjasama dalam koperasi didasarkan pada rasa persamaan derajat, dan kesadaran para anggotanya.
Esensi itulah yang harus dijunjung teguh oleh LKM yang berubah menjadi KJK atau KJKS. Jangan sampai yang terjadi adalah berbadan hukum koperasi tapi operasionalnya adalah seperti perseroan atau CV yang kepemilikkannya dimiliki oleh perorangan dan kelompok. Sehingga hak-hak anggota yang diatur dalam mekanisme koperasi hilang begitu saja. Maka sangat wajar dengan ketidakteraturannya mekanisme ini, banyak dijumpai KJK/KJKS yang mengalami hidup segan matipun tak mampu karena ketergantungan kepada pemilik dan kelompok. Bahkan banyaknya penyimpangan dam praktik moral hazard yang merugikan para anggota.
Maka sangat tepat, jika pemerintah dalam hal ini Kemenkop dan UKM melakukan pengawasan terhadap KJK/KJKS. Bahkan di Kemenkop UKM sendiri telah membentuk Deputi Bidang Pengawasan Koperasi, yang secara khusus mengawasi praktek dan operasional koperasi dan koperasi syariah. Dengan hadirnya peran pengawasan inilah, maka kualitas dari koperasi baik KJK/KJKS bisa profesional sesuai dengan amanah koperasi.
Untuk menghadirkan sebuah penilaian koperasi yang berkualitas, sudah seyogyanya pemerintah memiliki format metodologi tersendiri dibandingkan dengan LKM. Penilaian berbasis kinerja koperasi dengan pendekatan kualitatif dengan analisa return on assets (ROA), return on equity (ROE), non performing loan (NPL) dan loan to deposit ratio (LDR) yang dilakukan selama ini dalam penilaian dirasakan belum cukup menjadikan barometer ukurannya. Apalagi dari awal pemahaman koperasi adalah milik bersama para anggota, pengurus maupun pengelola. Sudah saatnya, dilakukan metodologi penilaian berbasis kinerja dengan mengukur sejauhmana partisipasi anggota dalam mengembangkan koperasi. Seberapa jauh persepsinya anggota terhadap koperasi selama ini dan sejauhmana rasa memiliki atau akseptibilitas anggota terhadap koperasi.
Melalui penilaian demikian, maka akan diperoleh sebuah penilaian koperasi bukan sekedar akuntabilitas saja tapi sebuah ukuran yang komperehensif secara kemaslahatan karena melibatkan variabel anggota. Sehingga hasil tersebut bisa dijadikan rujukan oleh stakeholder dalam membuat perencanaan dan pengembangan koperasi kedepan. Khusus bagi pemerintah penilaian tersebut bisa dijadikan rating dalam penilaian KJK/KJKS yang mana untuk layak dinilai sebagai koperasi yang benar benar membawa kemaslahatan, perubahan sosial untuk kesejahteraan anggota. Semoga pemikiran ini bisa dijadikan pedoman bagi pemerintah begitu pula koperasi yang keistimewaannya perlu penilaian yang berbeda dari lembaga keuangan lainya.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…