Insentif Pajak untuk Gaji Karyawan Diperkirakan Batal

 

NERACA

 

Jakarta – Pemerintah gencar mengeluarkan paket kebijakan ekonomi dalam rangka menguatkan perekonomian dalam negeri. Salah itu yang beredar adalah pemerintah ingin memberikan insentif pajak untuk gaji karyawan. Namun hal itu dibantah oleh Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Lukita Dinarsyah.

Lukita mengatakan dalam paket kebijakan yang akan dikeluarkan pertengahan minggu ini bukan mengenai gaji karyawan. Tetapi insentif pajak kepada perusahaan, khususnya industri padat karya. "Bukan gaji. Yang kelihatannya akan maju adalah tax allowance (keringanan pajak) untuk industri padat karya," kata Lukita kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/11).

Lukita mengatakan, skema tax allowance sama dengan yang telah dikeluarkan sebelumnya. Yakni pengurangan pembayaran pajak penghasilan sebesar 30 persen selama enam tahun dengan masing-masing sebesar 5 persen per tahun. "Waktunya tetap, besarannya tetap. Cakupan industrinya yang ditambah," ujar dia. Ia mengatakan paket kebijakan jilid VII rencananya akan diumumkan pada Rabu (25/11) atau Kamis (26/11). Menurutny, ada dua sampai tiga poin kebijakan yang akan dikeluarkan.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama mengatakan bahwa pihaknya masih mengkaji insentif untuk jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk Karyawan. "PPh Pasal 21 masih kami kaji. Memang baru disampaikan ke kami niatan itu. Nanti dibahas lebih lanjut karena belum dipastikan yang mana," ujar Mekar.

Lebih jauh ia menjelaskan, pemerintah pernah menerapkan insentif perpajakan, untuk jenis PPh Pasal 21 dan Pasal 25 dalam bentuk angsuran atau cicilan pada 2008. Ide itu muncul saat banyak perusahaan menderita akibat krisis ekonomi. "Waktu 2008, banyak perusahaan kesulitan. Harusnya mereka setor PPh 25 sejumlah sekian, tapi insentifnya boleh dicicil. Akhir tahun baru diperhitungkan kembali, karena pajak tetap terutang," katanya.

Tarif pungutan PPh Pasal 21 untuk Karyawan paling rendah 5 persen dan 30 persen tertinggi atas penghasilan bruto. Namun Mekar belum mau membeberkan besaran diskon PPh dalam paket kebijakan tersebut. "Apakah mau pola yang sama dengan sebelumnya (2008) atau mau mengurangi tarif. Itu bos-bos yang menentukan," tuturnya.

Mekar menambahkan, insentif PPh tersebut akan menggerus penerimaan dalam jangka pendek. Itu artinya, jika insentif ini diterapkan pada 2015, maka potensi kekurangan (shortfall) pendapatan pajak makin melebar. "Namanya insentif seperti itu pasti akan mengurangi pencapaian penerimaan. Sama seperti waktu aturan kenaikan PTKP keluar, penerimaan berkurang," ucapnya.

 

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…