Evaluasi Rupiah Semester I




Oleh: Shinta Dwi Nofarina

Peneliti INDEF




Pada semester pertama 2015 Indonesia mengalami pelemahan nilai tukar rupiah (depresiasi) yang cukup serius. Penurunan tersebut merupakan lanjutan dari depresiasi tahun sebelumnya. Rupiah terdepresiasi -4 persen hingga -6 persen terhadap beberapa mata uang negara lain seperti Poundsterling, Yuan Renminbi, dan dolar Singapura. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS merupakan yang terparah yakni -6,76 persen. Penukikan tajam rupiah ini merupakan hal yang cukup mengejutkan. Sebab hal tersebut terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Di bulan Oktober 2014, nilai rupiah terhadap dolar AS masih berada di Rp12.032. Dalam kurun waktu kurang dari 8 bulan, rupiah anjlok hingga di level Rp13.318.

Faktor penyebab melemahnya rupiah lebih disebabkan karena sentimen global; seperti bergulirnya isu tapering off Amerika yang menyebabkan ketidakpastian apakah suku bunga akan dinaikkan atau tidak, sehingga arus keluar modal asing menjadi sangat gencar; deflasi Uni Eropa; dan penurunan harga minyak dunia (harga turun tetapi kuantitas impor Indonesia tetap tinggi sehingga kebutuhan dolar tetap tinggi).

Sementara itu, beberapa faktor dalam negeri juga turut menyebabkan depresiasi semakin menggejala, seperti: 1) Hutang luar negeri (pemerintah dan swasta). Hingga akhir April 2015 posisi cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar 110,9 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan posisi pada akhir Maret 2015 (US$ 111,6 miliar). Hutang luar negeri memicu peningkatan pengeluaran dan penggunaan devisa. 2) Peningkatan inflasi. Tekanan inflasi dalam tiga bulan terakhir menyebabkan berkurangnya rencana investor untuk menanamkan investasi di pasar Indonesia. 3) Sentimen pasar terhadap pemerintah (kredibilitas pemerintah). Buruknya kinerja makro (realisasi pertumbuhan ekonomi berada di bawah ekspektasi) kuartal I-2015 dan defisit current account (-3 persen) menimbulkan sentimen pasar terhadap pemerintah. Sentimen pasar telah memicu pasar beralih ke dolar dan sebagian investor keluar ke emerging economy lain yang kondisi ekonominya lebih baik.

Keadaan rupiah yang terus-menerus tertekan telah berimplikasi serius pada perekonomian domestik. Harga-harga bahan baku terutama yang berasal dari impor melonjak, sehingga beban ongkos produksi semakin berat. Pada akhirnya harga jual dan daya saing produk domestik ikut melemah. Selain itu, korporasi-korporasi besar juga ikut merasakan imbasnya, dimana sebagian besar perusahaan mengalami kerugian kurs. Dari segi fiskal, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga akan membawa dampak pada pelaksanaan APBN-P 2015. Utamanya, pengaruh depresiasi akan menyebabkan penurunan defisit pada postur APBN-P 2015.

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…