Pengajuan Izin Proyek Infrastruktur Naik 202%

 

 

NERACA

Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pengajuan izin prinsip proyek investasi di sektor infrastruktur sepanjang periode Oktober 2014 hingga Juni 2015 mencapai Rp334,96 triliun, naik 202 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan fokus pemerintah untuk membangun berbagai proyek infrastruktur telah mendorong adanya kenaikan minat investasi di sektor tersebut. "Data tersebut menunjukkan upaya Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mempromosikan komitmen dan rencana pemerintah membangun proyek infrastruktur, khususnya kelistrikan dan pelabuhan, mulai menunjukkan hasilnya," katanya, seperti dilansir laman Antara, kemarin.

Menurut dia, dengan pengajuan izin prinsip tersebut, investor sudah memulai langkah pertama untuk merealisasikan pembangunan proyek infrastruktur. "Kami akan mengawal dan memfasilitasi proses realisasinya sehingga dapat meminimalkan adanya hambatan atau kendala," ujarnya.

Selain investor yang sudah mengajukan izin prinsip, tim pemasaran investasi BKPM juga mengidentifikasi 67 investor yang menyatakan minatnya untuk berinvestasi di sektor infrastruktur. Dari jumlah tersebut, terdapat 39 investor yang sudah menyatakan rencana nilai investasinya sebesar 47,69 mliar dolar AS.

BKPM membagi minat investasi ke dalam tiga kategori yakni serius, minat dan prospektif. Terdapat delapan investor untuk kategori serius, di mana lima diantaranya sudah menyatakan nilai investasi sebesar 1,19 miliar dolar AS. "Mereka diharapkan dalam waktu dekat akan mengajukan izin prinsip ke BKPM. Sementara itu untuk minat investasi lainnya masih dalam tahap studi kelayakan," katanya.

Franky juga menambahkan, tim pemasaran investasi di lembaganya itu terus mengawal agar minat yang ada dapat segera ditingkatkan dalam bentuk pengajuan izin prinsip. BKPM menempatkan sektor infrastruktur, khususnya kelistrikan dan pelabuhan, sebagai salah satu fokus pemasaran investasi.

Upaya tersebut dilakukan untuk mendukung target pemerintah membangun pembangkit listrik sebesar 35.000 megawatt dan 24 pelabuhan. Adapun sektor lainnya yang menjadi fokus pemasaran investasi adalah pertanian, maritim, pariwisata dan kawasan serta industri, terutama industri padat karya, orientasi ekspor dan substitusi impor.

Sementara itu, dikutip dari situs Sekretariat Kabinet disebutkan, proyek infrastruktur yang menggandeng Tiongkok antara lain pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandar udara (bandara), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW).

Tak cuma itu, Tiongkok juga akan terlibat dalam pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya. Sayang, pemerintah tak menyebutkan nama proyek berikut besaran nilai proyek.

Pengamat kebijakan publik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Agung Prabowo, menilai keputusan menggandeng Tiongkok harus dipertanyakan. "China memang luar biasa. Tapi, apakah mereka unggul dalam pembangunan pelabuhan, jalan, jalur kereta, pelabuhan, dan bandara? Itu harus dijelaskan," ujarnya.

Menurut dia, selama ini, beberapa pengadaan barang dan jasa yang melibatkan China acap kali bermasalah. Salah satunya adalah proyek program percepatan pembangunan pembangkit listrik bertenaga batubara, gas, dan energi terbarukan atau fast track programme tahap I.

Pembangkit listrik yang dibangun Tiongkok dalam proyek ini tak bisa berproduksi maksimal lantaran banyak komponen usang. Selain itu, pada kasus pengadaan transjakarta, banyak unit yang rusak dan berkarat.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy Priatna juga pernah mengatakan, proyek pembangkit listrik tahap I yang dikerjasamakan dengan Tiongkok hampir 90 persen rampung. Namun, kapasitas produksi listrik itu hanya 30 persen-50 persen saja. Ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pembangkit listrik yang dibangun kontraktor Jerman, Perancis, dan Amerika yang bisa mencapai 75 persen-80 persen. 

Kepala Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa menambahkan, teknologi pembangkit listrik Jerman, Jepang, dan Korea lebih mahal. Teknologi dari Tiongkok memang lebih murah, tetapi kapasitasnya tak sesuai harapan. 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…