Penyerapan Anggaran jadi "Obat" Ditengah Ekonomi Melesu

 

 

 

NERACA

 

Jakarta – Dalam laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) edisi Juli oleh Bank Dunia meminta agar pemerintah Joko Widodo untuk menyerap anggaran belanja modal. Pasalnya ditengah kondisi ekonomi yang melesu ini maka penyerapan anggaran bisa menjadi jalan keluarnya. Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop mengungkapkan, sampai dengan Mei 2015, belanja modal baru terserap Rp 17 triliun atau 6 persen dari anggaran belanja modal tahun ini.

Jumlah itu turun dari periode yang sama sebelumnya Rp 20 triliun atau 9,5 persen dari total anggaran. “Ini sudah setengah tahun berjalan, tapi belanjanya mengkhawatirkan. Seharusnya penyerapan belanja tersebut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap dia di Energy Tower, Jakarta, Rabu (8/7).

Menanggapi pernyataan tersebut, Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal, Suahasil Nazara mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 baru efektif dijalankan pada 16 Februari 2015. “Jadi dengan semua birokrasi yang ‎susah, kami mulai bekerja pada Maret atau April ini. Tidak adil mengatakan manfaat dari belanja ini melambat, tapi belum dirasakan dan jika sudah terserap maka ada manfaat yang besar,” terang dia.

Suahasil menambahkan, ini merupakan tahun pertama dalam sejarah, belanja infrastruktur Indonesia lebih besar dari subsidi. Pemerintahan Jokowi berani menghapus subsidi Premium dan mengalokasikan Rp 290 triliun untuk belanja infrastruktur 2015. “Ini pertama kalinya belanja infrastruktur lebih besar dari subsidi. Jika dibelanjakan dengan tepat, maka ada manfaat atau keuntungan yang bisa kita raih terutama mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,2 persen tahun ini,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ari Kuncoro membela bahwa kondisi penurunan investasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi ini ‎sama dengan 2005, di mana saat itu pemerintahan SBY baru saja berkuasa. “Ini fenomena baru di Indonesia, ada politik pada kondisi bisnis di awal pemerintahan. Permasalahannya mungkin mereka enggak tahu apa yang harus dilakukan sebagai pemerintah baru. Nanti mereka belajar, baru paham. Alasan lain, banyak pekerjaan yang harus menunjuk wakil dari seorang pimpinan, seperti Dirjen dan lainnya,” terang dia.

Ari mengaku, perlambatan belanja modal atau pemerintah ini terjadi di kuartal I dan II. Namun akan meningkat di kuartal III dan IV karena proyek pembangunan mulai berjalan. "Pulihnya memang setelah 6 bulan, belanja baru bisa terserap karena perlu menunggu lelang, dan‎ sebagainya," pungkas dia.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beralasan belanja kementerian dan lembaga masih minim karena percepatan APBNP. "Kalau ditanya penyebabnya, betul memang penyebabnya APBNP percepatan di 2015. Yang harusnya normalnya Juni dan Juli. Percepatan ini mengubah pola belanja belanja K/L kemudian tambahan signifikan menyusun perencanaan yang baru. Dan program baru, kita tahu pembahasannya juga waktu sebulan," kata Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani, beberapa waktu lalu.

Faktor lain yang membuat penyerapan anggaran masih minim adalah perubahan nomenklatur. Perubahan ini secara otomatis berdampak pada perubahan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2015. "Dimana RKP 2015 tidak menampung perubahan nomenklatur termasuk tambahan pagu yang signifikan APBNP," ujarnya.

Perubahan nomenklatur juga berimbas pada struktur organisasi, pengisian jabatan, dan lain-lain. "Proses ini membutuhkan waktu dengan Menpan RB, K/L, Bappenas untuk menyesuaikan paling tidak lima dokumen. Kalau tidak bisa jadi masalah. Kalau sampai pejabat yang tidak berwenang menandatangani dokumen pencairan anggaran bisa masalah," ujarnya.

Askolani menuturkan, selesainya penghambat tersebut maka belanja kementerian dan lembaga dipastikan ke depan akan semakin cepat. Apalagi, pemerintah juga memiliki tim eksekusi belanja pemerintah. "Pemerintah membuat tim evaluasi eksekusi belanja yang dipimpin Wamenkeu," tandas dia. Minimnya penyerapan anggaran kementerian dan lembaga pun juga terjadi pada anggaran pembangunan daerah. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan, per 30 Juni 2015 penyerapan anggaran pembangunan daerah baru mencapai 25,92 persen. Pada semester II diharapkan penyerapan anggaran ini bisa di atas 50 persen.

Selain itu, Tjahjo juga ingin memaksimalkan kepastian pengusaha dan partisipasi bagi dunia usaha melalui penyediaan atau pengadaan belanja barang dan jasa maupun belanja modal dalam APBD Tahun Angagran 2015 dan APBD Tahun Anggaran 2016. “Ini akan memantapkan komitmen, tertib administrasi, dan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang bersinergi antara pusat dan daerah guna mendukung kebijakan Nawa Cita untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas,” tandasnya.

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…