KSPI : Hitungan Pemerintah Langgar Prinsip Jaminan Pensiun

 

 

NERACA

 

Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan rumusan perhitungan Pemerintah terkait manfaat pensiun melanggar dan bertentangan dengan prinsip dasar jaminan pensiun. "Sesuai dengan ketentuan dasar dalam Undang-Undang SJSN, jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat hidup layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya ketika memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap," kata Said Iqbal melalui siaran pers di Jakarta, Rabu.

Iqbal mengatakan sistem jaminan sosial nasional, termasuk di dalamnya jaminan pensiun, merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi pekerja dan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Iqbal, jaminan sosial, termasuk jaminan pensiun, mempunyai dua prinsip utama, yaitu wajib dan gotong royong. "Wajib berarti seluruh pekerja termasuk pegawai negeri sipil ikut dalam program jaminan pensiun. Sedangkan gotong royong berarti iuran ditanggung bersama oleh pemberi kerja atau pengusaha dan pekerja membayar iuran sesuai dengan tingkat upahnya," tuturnya.

Iqbal mengatakan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak sebagai pengganti gaji, besaran manfaat jaminan pensiun bulanan tidak boleh lebih rendah dari angka 60 persen dari gaji. "Pegawai negeri sipil saja mendapatkan manfaat pensiun bulanan 75 persen," ujarnya.

Karena itu, Iqbal menilai rumusan manfaat pensiun yang diajukan pemerintah yaitu 1% (masa iuran : 12 bulan) rata-rata upah tertimbang sebagai hal yang tidak logis. "Bila masa iuran 15 tahun dengan gaji rata - rata Rp3 juta, peserta hanya menerima manfaat Rp450.000 per bulan. Bila 30 tahun masa kerja dengan gaji rata rata hanya Rp3 juta, maka manfaat yang diterima hanya Rp900.000 per bulan," tuturnya.

Seperti diketahui, penentuan besaran iuran jaminan pensiun akan serahkan ke Presiden Joko Widodo setelah pembahasan di tingkat menteri masih alot dan belum menemukan satu kesepakatan hingga saat ini. Padahal, program dana pensiun yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan ini mulai berlaku 1 Juli 2015. Dirut BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Masassya mengatakan usulan besaran iuran beserta pertimbangan dari setiap pihak terkait yang selama ini ikut dalam pembahasan akan dipaparkan kepada Presiden paling lambat akhir bulan ini. "Semua opsi itu kan ada perhitungan dan pertimbangannya. Semua memiliki plus minus, biar nanti diputuskan oleh Presiden mana yang baik saat ini untuk semua pihak," ujarnya.

Dia mengungkapkan akan ada tiga usulan yang akan dibawa. Pertama, besaran iuran 8% yang merupakan usulan dari BPJS Ketenagakerjaan, Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Kedua, besaran 3% dari Kementerian Keuangan. Ketiga, besaran iuran 1,5% bertahap sesuai dengan usulan perwakilan pemberi kerja.

Kendati akan menyerahkan keputusan kepada Presiden Joko Widodo, Elvyn mengungkapkan besaran 8% - dengan porsi 5% di tanggung pemberi kerja dan 3% oleh pekerjanya tetap menjadi angka yang tepat. Besaran itu, sambungnya, diukur dari pemberian manfaat yang baik kepada para pensiunan.

Menurutnya, manfaat yang wajar ketika ada sekitar 35% dari rata-rata upah pekerja yang bisa didapatkan saat seseorang pensiun. Dia mencontohkan jika seorang pekerja mempunyai upah Rp4 juta per bulan, seharusnya pada saat pensiun orang tersebut setidaknya menerima Rp1,2 juta Rp1,5 juta per bulan.

Pihaknya berujar keputusan yang akan diambil nantinya tetap harus mempertimbangkan tiga aspek, yakni sustainability (keberlanjutan), affordability (keterjangkauan), dan benefit (kemanfaatan).

Sebelumnya, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan besaran iuran jaminan pensiun 1,5% dari upah tidak akan mengubah manfaat yang diterima pekerja. Kendati besaran iuran 1,5% dari upah pekerja, dia menegaskan manfaat yang diterima oleh pekerja tetap layak, yakni 40% dari penghasilan tertimbang selama kepesertaan sebagaimana standar International Labour Organization (ILO).

Pasalnya dengan menggunakan dasar manfaat pasti, maka berapapun iuran yang akan dibayarkan oleh pekerja dan pengusaha tidak akan berpengaruh terhadap manfaat yang diterima. Ini berbeda apabila program pensiun menggunakan konsep iuran pasti, di mana manfaat yang diterima tergantung dari iuran yang dibayar.

Terkait skema, Elvyn memastikan tetap akan menggunakan skema manfaat pasti karena sudah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Menilik beleid tersebut, BPJS menyelanggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…