Oleh: Fauzi Aziz
Pemerhati Industri dan Perdagangan
Kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Malaysia yang antara lain menyaksikan penanda tanganan kerjasama "business to business" antara Proton Holding dari Malaysia dengan perusahaan nasional PT Adiperkasa Citra Lestari banyak yang memberikan catatan kritis atas niat baik tersebut. Catatan paling menonjol antara lain bahwa kalau pemerintah Indonesia melakukan "intervensi" melalui instrumen kebijakan atas nama pengembangan "mobnas" sebagian pihak mengatakan tidak tepat.
Sementara kita belum tahu seluruh isi dari MOU tersebut,kecurigaan berbagai pihak tadi menjadi wajar muncul di ruang publik karena tidak tahu reputasi dari perusahaan nasional tersebut di bidang industri otomotif. Namun, lepas dari berbagai "kontraversi" yang muncul, di era globalisasi, kerjasama bisnis di antara berbagai korporasi banyak dilakukan dimana saja di dunia.
Konsep dasar yang dianut pada umumnya dilakukan dalam rangka kerjasama aliansi, baik mencakup pengembangan produksi bersama,maupun dalam rangka pengembangan kerjasama logistik bersama atau dalam bentuknya yang lain. Dalam konsepsi akademis, para ahli di bidang manajemen strategis seperti disampaikan oleh "PhilipKotler" menyebut bahwa aliansi strategis memungkinkan sebuah perusahaan memfokuskan dirinya pada kegiatan rantai nilai, yang memberikan peluang untuk mengumpulkan semua keuntungan dari berspialisasi.
Sementara itu,semua perusahaan dalam jaringan tersebut memperoleh fleksibilitas tambahan dengan tidak perlu melaksanakan kegiatan yang dapat dilaksanakan lebih baik oleh perusahaan-perusahaan lain. Aliansi adalah satu cara yang menguntungkan untuk menembus pasaran baru,untuk memperoleh keterampilan, teknologi, atau produk, dan berbagi biaya tetap dan sumber-sumber daya.
Lebih lanjut juga dikatakan bahwa perubahan-perubahan yang cepat dalam kondisi teknologi dan pasar dalam suatu industri mendorong perusahaan-perusahaan untuk mencari keseimbangan baru antara efisiensi dinamis dan statis. Mencermati atas pemahaman konsepsi yang seperti itu, maka kerjasama antara perusahaan nasional Indonesia dengan perusahaan asing di bidang usaha tertentu adalah hal yang wajar apalagi bersifat B to B.
Proyek-proyek kerjasama aliansi jangan buru-buru dipandang sebagai "proyek KKN" sepanjang visi dan misinya clear dan clean dari kepentingan bisnis para pihak yang melakukan perikatan kerjasama. Sekecil apapun peran pemerintah masing-masing negara pasti ada karena dibalik adanya kerjasama tersebut masing-masing negara mengharapkan dapat mendatangkan manfaat sosial dan ekonomi bagi kepentingan bangsa dan negara.
Menyongsong pelaksanaan MEA atau dalam rangka kerjasama internasional di bidang ekonomi dengan negara lain di dunia, sebaiknya pemerintah memiliki payung hukum yang kuat untuk mendorong diselenggarakannya kerjasama aliansi antara perusahaan nasional dengan perusahaan asing.
Model-model kerjasama yang diperkenankan menurut hukum Indonesia sebaiknya juga ditetapkan secara transparan dan akuntabel untuk menjaga agar tidak terjadi kecurigaan publik seperti yang terjadi pada saat Proton holding menanda tangani kerjasama bisnis dengan PT Adiperkasa Citra Lestari.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…