Low Cost = Low Safety?

Oleh : Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Blunder. Kebijakan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatur batas bawah tarif maskapai low cost carrier (LCC) sebesar 40% dari tarif terendah batas atas, menuai sorotan dari banyak pihak. Pasalnya, kebijakan kontroversi itu dikeluarkan pasca terjadinya musibah pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh ke laut diduga akibat cuaca buruk dalam penerbangan Surabaya-Singapura (28/12).

Argumentasi  pengaturan tarif tersebut menyusul asumsi bahwa sebagian tarif murah selama ini yang diterapkan maskapai LCC, karena mengorbankan aspek perawatan dan keselamatan penerbangan. Padahal tidak demikian halnya. Artinya, tidak ada hubungan antara tarif murah tiket penerbangan dan upaya mengorbankan aspek keselamatan.

Tidak hanya itu. Sejumlah pihak menilai, bila aturan baru tersebut diberlakukan, maka kebijakan pemerintah cenderung akan mematikan ruang usaha maskapai LCC dan membuat persaingan hanya milik maskapai berlayanan penuh (full services). Dampak lainnya, industri lain akan terimbas, seperti pariwisata, yang selama ini banyak disokong oleh tingginya frekuensi perjalanan dengan maskapai LCC.

"Pemerintah panik, padahal tiket murah sudah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan pariwisata nasional," kata Ketua Association of The Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA) Chapter DIY Edwin Ismedi Himna di Jakarta, akhir pekan lalu.

Para pengguna media sosial Twitter juga merasa keberatan dengan kebijakan baru Kemenhub . Mereka menilai Jonan terlalu emosional dan tidak fokus menata tata perizinan penerbangan, bahkan sekarang ramai diperdebatkan oleh pihak maskapai maupun kalangan DPR dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Menurut Edwin, selama ini tiket pesawat murah berperan langsung terhadap kenaikan jumlah wisatawan mancanegara secara signifikan, selain mendongkrak bisnis akomodasi khususnya yang digerakkan oleh pelaku UMKM. "Dengan terbukanya kasus kelalaian izin AirAsia QZ8501 sebenarnya lebih membuktikan ketidakberesan internal di lingkungan Kementerian Perhubungan. Jadi jangan mencari kambing hitam," ujarnya. 

Low Cost Carrier (LCC) merupakan strategi pemasaran maskapai yang mengoperasikan penerbangannya dengan biaya rendah dan menekankan pada efisiensi, namun tetap mengutamakan standar safety penerbangan.

Penghematan yang bisa dilakukan adalah seperti salaries, biaya bandara, biaya operasional  seperti online/direct booking, inflight service sebagai opsi sesuai permintaan konsumen, yang tidak berkorelasi langsung dengan faktor keselamatan terbang.

LCC pada intinya merupakan strategi promosi maskapai, bahkan pernah ada yang menawarkan harga tiket Rp 100.000 tetapi setelah melalui perhitungan bisnis matang tanpa mengorbankan standar keselamatan, tapi lebih pada efisiensi biaya operasional.

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…